“Apa? Kamu akan dinikahkan? yang benar Eve? Sama Siapa? perasaan Kamu jarang berteman dengan teman pria dech. Jadi Kamu mau nikah sama siapa?“ tanya lara.
“Ra, nanya kok kayak senapan. Satu – satu dong, gimana jawabnya?“ tanya Eve kepada Lara.
“Kamu mau nikah sama siapa Eve?“ tanya Lara lagi dengan nada tidak percaya.
“Anak kucing,"Jawab Eve asal - asalan saja.
“Aku serius loh Eve, siapa Calon Suami Kamu? perasaan teman pria Kamu kan terhitung dengan jari?“ tanyanya lagi.
Lara paling mengenal Eve sejak pertama kali masuk ke kampus ini, karena Eve paling malas berteman dengan pria, karena Eve pernah mengalami trauma.
Pertama kali masuk Kampus ini, Eve pernah di lecehkan karena Eve memiliki ukuran size dada yang besar, sejak itu Eve selalu memakai kemeja longgar lengan panjang dan celana jeans bututnya, kemeja tersebut dia biarkan tidak di masukkan ke dalam jeansnya untuk menutupi pinggangnya yang kecil. Seperti penampilannya sekarang ini.
Diluar penampilannya justru Eve di kenal sebagai seorang yang supel dan mudah bergaul, hanya saja dia membatasi teman – teman lelaki yang mendekatinya. Eve di kenal sebagai salah satu siswa yang di akui keunggulannya dan selalu di nobatkan sebagai Mahasiswa teladan.
“Siapa yang mau nikah?“ tanya Baskoro yang tiba -tiba datang sambil memandang keduanya dengan serius.
Diantara berjuta kaum Adam hanya Baskoro lah satu – satunya yang Eve percayai dan Baskorolah yang pernah membantu Eve di malam laknat itu.
“Ini Eve katanya mau menikah," Kata Lara kembali.
“Apa? menikah sama siapa Eve?“ tanya Baskoro kecewa.
Baskoro memendam rasa sukanya selama ini kepada Evelyn, dia tidak ingin memaksakan keinginannya karena dia tahu Eve masih trauma dengan kejadian malam itu.
“Dengan siapa Eve? siapa calon Suamimu?“ cecar Baskoro kembali.
Eve dan Lara melihat bias kekecewaan di mata Baskoro, mereka sadar bahwa selama ini Baskoro memendam rasa kepada Eve.
“Sebenarnya Saya juga ngak suka Bas, ini adalah Putra dari Tante Sarah, teman dekat Mama sewaktu mereka di SMA dulu, jadi mereka membuat perjodohan ini," terang Eve kepada kedua temannya.
“Lho Kamu kok mau sich Eve? sekarang kan sudah jaman modern, ngak ada lagi namanya kawin paksa," lanjut Baskoro dengan sewot.
“Koq Kamu yang sewot sich Bas?“ tanya Lara lagi.
“Aku sebenarnya juga ngak mau Bas, tapi bagaimana lagi Aku tidak mau mengecewakan Mama,“ lanjut Eve lagi.
“Hanya Mama yang Aku milki Bas, tidak ada orang lain lagi," lanjut Eve dengan sedih.
“Lagian Kamu tahu kan Aku masih trauma?“ bisik Eve dengan lemah.
Baskoro dan Lara langsung duduk merapat ke arah Eve, memberikan Eve kekuatan dan kehangatan sebagai satu keluarga.
Eve memejamkan matanya dan kenangan itu muncul kembali di benaknya tanpa bisa dia cegah sama sekali.
Malam laknat itu,
Seluruh Mahasiswa Baru berkumpul di acara temu ramah antara senior dan para junior. Eve dan Lara berkenalan disana sebagai teman satu jurusan yaitu jurusan Sastra, sedangkan Baskoro adalah Mahasiwa jurusan Kedokteran.
Mereka membentuk kelompok – kelompok berdasarkan jurusannya masing – masing.
“Hai kenalan yok, aku Evelyn Sanusi. Panggil saja Eve," kata Eve sambil menjabat tangan gadis di depannya.
“Aku Lara," katanya lagi.
“Ayo kita barengan mau ambil nama jurusan kita serta mau ambil konsumsi dan keperluan kemping, karena kita di minta untuk mengambilnya masing – masing di kepanitiaan," lanjut Eve lagi dengan bersemangat, karena baru kali ini dia menginap di luar rumah. Tiga hari lagi, pikir Eve seperti burung yang lepas dari sangkarnya.
Evelyn tidak pernah mengikuti kegiatan dari sekolah jika kegiatan itu harus menginap, karena untuk mendapatkan izin Mama sangatlah sulit, tetapi kali ini Eve berhasil membujuk Mama.
“Iya ayo," kata Lara dengan semangat juga.
Lara melihat banyak peserta kegiatan itu melirik ke arah Eve , Eve sangat cantik. Tubuhnya luar biasa indah, karena Lara sendiri juga iri melihatnya. Pakaian Eve yang ngepas di tubuh, menonjolkan buah dadanya yang besar serta pinggangnya yang ramping. Tubuh Eve membuat para wanita menjadi iri. Istilah kerennya seksi, pikir Lara lagi. Padahal baju Eve sangat tertutup pun masih saja menunjukkaan keseksiannya.
“Loh kok melamun, ngak jadi jalan?“ panggil Eve lagi.
“Ehhhh, iya. Jadi dong masak tidak jadi, nanti malam mau tidur dimana? Kamu dapat nomor berapa Eve? punyaku nomor 8,“ lanjut Lara lagi.
Setiap peserta di beri nomor agar lebih mudah menentukan teman satu tendanya. Satu jurusan yang terdiri dari 20 orang dibagi atas 4 kelompok.
“Wah kebetulan, Aku dapet no 10 berarti kita satu tenda ya," kata Eve kembali dengan semangat.
Eve merasa cocok dengan Lara, jadi Eve sangat senang bisa satu tenda dengannya.
“Kak, mau nukar kupon perlengkapan kemping," kata Lara kepada senior di depannya.
“Kamu juga? mana kuponnya?“ tanyanya lagi.
Senior itu mengambil satu kantongan kresek besar berisi, gayung, lilin, alat mandi, dan alat – alat yang akan di pergunakan untuk kegiatan kemping tersebut, karena peraturan dari acara temu ramah tersebut semua keperluan umum di sediakan oleh panitia.
Tiap Mahasiswa Baru akan mendapatkan satu kantongan kresek.
“Sebentar Yu, aku saja yang ambilkan,"kata seorang pemuda tampan yang baru saja muncul di hadapan mereka.
“Perkenalkan nama saya Bimo dari Jurusan Kedokteran," katanya lagi.
Rupanya di belakangnya berdiri seorang pemuda yang juga menatap mereka.
“Sini Bas perkenalkan dirimu juga," kata Bimo kembali.
“Hai, perkenalkan Saya Baskoro Mahasiswa Baru juga," katanya kembali.
“Koq bisa Barengan sama Bimo?“ tanya Yuni, panitia yang memberikan tas kresek tadi kepada Eve dan Lara.
Bimo yang terus saja memperhatikan Eve mengacuhkan pertanyaan Yuni barusan.
“Saya tadi jumpa dengan Kak Bimo, karena saya ngak tahu di mana pengambilan barang – barang keperluan kemping ini Kak," lanjutnya lagi.
Baskoro masih melirik ke arah Bimo, Baskoro juga seorang pria dia paham maksud pandangan Bimo ke tubuh Wanita yang baru dia kenal bernama Evelyn.
Baskoro sebenarnya tidak menyukai pandangan Bimo, kalau laki -laki melihat tubuh aduhai wanita seperti itu tentu akan berfantasi dengan sendirinya.
Baskoro tidak setuju jika kaum lelaki berpikiran seperti itu, itu sama saja tidak menghargai ibunya, karena ibu juga adalah seorang wanita dan kita semua juga lahir dari rahim seorang wanita.
“Kalau sudah Kami boleh pamitan ya KaK," kata Baskoro ke arah Yuni dan mengalihkan pandangan Bimo segera dari Eve.
“Evelyn dan Lara, barengan yok kita mencari tenda kita," lanjutnya kembali.
Kedua gadis di hadapannya mengangguk setuju dan mereka segera berjalan meninggalkan Yuni dan Bimo, setelah berpamitan dengan kedua seniornya.
Bimo bersiul dengan kencang sepeninggal Mahasiswa Baru.
“Gila, body cewek itu. Jurusan mana Yu?“ tanya lagi.
“katanya sich anak Sastra, minat?“ tanya Yuni kembali, Yuni sudah paham kelakuan Bimo.
Bimo selalu menargetkan anak – anak baru untuk di pacari, setelah bosan pasti akan di tinggalkan.
“Jangan macam – macam ya Bimo, kalau tidak Kamu pasti kena batunya," ancam Yuni lagi.
Bimo hanya mengangkat bahunya tidak memperdulikan ancaman Yuni sama sekali.
Baskoro yang jalan bareng dengan Eve dan Lara, mengangkat 3 tas kresek hitam sekaligus, karena Baskoro membantu membawa tas kresek Eve dan Lara.
“Evelyn, maaf ya bukannya saya mau ikut campur tetapi Kamu harus hati – hati ya dengan pria hidung belang, jangan mau percaya dengan orang yang tidak Kamu kenal," lanjut Baskoro.
“Termasuk Kamu?“ tanya Eve sambil bergurau.
“Panggil saya Eve ya, tidak usah evelyn," pinta Eve lagi.
Baskoro menganggukkan kepalanya , mulai sekarang dia akan memanggil Evelyn dengan Eve. Ternyata tenda kemping anak Kedokteran berseberangan dengan anak Sastra, sehingga Baskoro tidak perlu berjalan jauh untuk sampai di tendanya.
Malam telah larut setelah selesai perkenalan dan acara tangkas menebak kata, akhirnya mereka kembali beristirahat ke tenda masing – masing. Setiap jurusan menugaskan dua orang untuk berjaga – jaga, selama dua jam dan akan di ganti lagi dengan anak dari jurusan yang berbeda. Panitia ingin membentuk tanggung jawab dan keberanian tiap Mahasiswa.
Evelyn mendapat tugas menjaga di depan tenda di sekitar api unggun, hingga ke tenda jurusan Tekhnik, Evelyn mencari posisi di depan api unggun setidaknya Evelyn tidak akan kedinginan. Disekeliling api unggun telah di letakkan sebatang pohon tua yang telah mati sebagai dudukan , dan Eve duduk di sana. Sementara satu orang lagi akan berjaga di sisi yang lain.
“Eve, sebaiknya Kamu istirahat biar Saya yang gantiin Kamu," tawar Baskoro kepada Eve.
“Ngak usah Bas, sebaiknya Kamu saja yang tidur," tolak Eve karena tidak adil menyuruh Baskoro menggantikan tugasnya, sementara Baskoro juga akan berdinas nanti malam menggantikan Eve.
“Baiklah, sampai jumpa besok pagi Eve," pamit Baskoro.
Eve memperhatikan api unggun yang masih menyala, dia melihat sekelebat siluet mendekat,
“Bas, kok balik lagi?“ sapa Eve kepada pemilik bayangan siluet tersebut.
“Kenapa Kamu berharap Baskoro yang datang?“ tanya suara tersebut.
Eve memperhatikan pemilik suara tersebut, ternyata Kak Bimo.
“Lho Kak, ngapai Kakak kemari? apa Kakak tidak istirahat?“ tanya Eve kembali.
“Kakak hanya ingin menemani Kamu bertugas," kata Bimo lagi.
“Tidak perlu Kak," lanjut Eve.
Bimo duduk hingga menempel di samping Eve sampai tidak ada jarak sama sekali. Eve merasa tidak nyaman sehingga dia beringsut menjauhi Bimo, tetapi tangan Bimo segera menahan lengan Eve, sehingga Eve memandangnya dengan tajam.
“Kak maaf ya, tolong Kakak duduk agak jauhan sedikit, kalau tidak saya yang akan bergeser," katanya kembali.
“Tidak apa – apa, duduk begini malah tubuh Kita menjadi hangat bukan? apakah Kamu kedinginan?“ tanya Bimo lagi.
“Tidak Kak, Saya tidak kedinginan sama sekali," katanya lagi.
Eve memang menggigil kedinginan, tetapi bukan karena udara malam yang dingin karena sikap Bimo yang terus saja merapat dengannya.
“Kak Saya mohon, sebaiknya Kakak memberi jarak," pinta Eve lagi.
Bimo mengabaikan permintaan Eve, malah dia mulai memeluk Eve dan menyentuh buah dadanya, dengan kurang ajarnya Bimo mulai meremas bukit terlarang itu. Eve yang tidak menerima perlakuan Bimo mulai memberontak atas kekurangajaran Bimo, kini Bimo mulai menindih tubuh Eve, Eve merasakan ada yang membesar di bawah sana. Akibat desakan Bimo kini Eve sekarang terlentang di tanah dan Bimo sudah menindihnya dari atas.
Bimo mulai dirasuki birahinya sendiri, dia mulai menciumi Eve dan memaksakan lidahnya memasuki mulut Eve, Eve memberontak tetapi tenaga Bimo jauh lebih kuat darinya. Eve mulai kehabisan nafas, dia mulai menjerit meminta tolong setelah terlepas dari Bimo yang melepaskan lidahnya dari mulut Eve.
"Tolong hmmf," terdengar suara Eve yang megap kehabisan suara karena lidah Bimo mulai memasuki mulut Eve kembali.
Karena mulutnya di bekap kembali oleh mulut Bimo sehingga yang terdengar hanya suara erangan Eve yang meronta putus asa. Tangannya memukul punggung Bimo dengan liar. Kakinya menendang udara berharap dapat menggapai punggung Bimo, tetapi kakinya kurang panjang. Eve berdoa semoga ada orang yang menolongnya.
Tiba -tiba kerah baju Bimo tertarik kebelakang, dan dia dihajar habis – habisan oleh orang yang ada di belakang Bimo.
“Dasar Hidung belang, Kamu bukan manusia tetapi Kamu sudah sama seperti Bina****, " raung Baskoro dengan marah.
“ Bas, Bas cukuuuuuup," jerit Eve melihat wajah Bimo sudah babak belur di hajar Baskoro.
Teriakan Eve terdengar semua peserta lain, sehingga penutup pintu tenda – tenda di sekitar kejadian tersebut tampak terbuka, mereka keluar melihat kejadian yang baru saja terjadi.
Nico, ketua panitia segera melerai perkelahian mereka termasuk dosen penanggung Jawab.
“Ada Apa ini?“ tanya Pak Iswin, dosen penanggung jawab.
“Manusia brengsek ini ingin memperkosa Eve Pak," lapor Baskoro lagi.
Semua mata memandang Eve sekarang, termasuk Pak Iswin. Mereka melihat Eve masih ketakutan, pakaiannya sudah morat marit, termasuk rambutnya yang kusut masai. Tampak Lara sedang memeluk Eve yang masih ketakutan.
Eve membawa dirinya kembali ke masa ini,
Sebaiknya dia tidak mengingatnya lagi. Peristiwa itu sangat memalukan bagi Eve.
“Terima kasih Bas, untung ada Kamu yang menyelamatkan hidup Saya pada waktu itu, kalau tidak maka Saya tidak tahu lagi masa depan apa yang akan Saya jalani sekarang," bisik Eve dengan suara yang parau.
“Halooo ini siapa?“ tanya Eve melalui telpon selulernya.Lara mengerutkan dahinya karena suara Eve tampak sedang kesal, biasanya kalau dia menerima telpon dari pria asing suara Eve tampak tidak bersahabat seperti sekarang ini. Hanya Baskoro lah satu -satunya nomor kontak yang berjenis kelamin laki – laki di telpon selulernya. Lara pernah memintanya Eve untuk menghilangkan traumanya tetapi Eve selalu menolaknya, karena dia tidak ingin menjumpai satu Psikiater manapun.“Ini key Pici," terdengar suara di sana .“Pici? Kamu salah sambung," Eve segera mematikannya.“Siapa Eve?“ tanya Lara.“Entah Ra, salah sambung karena dia manggil aku Pici," terang Eve kembali.Lara dan Eve sedang duduk di kantin jurusan Sastra untuk makan siang sambil menunggu mata kuliah siang jam 13.00 nanti
Evelyn Sanusi masih menatap Key dengan rasa curiga, perjanjian apa yang ingin dibuat laki – laki pemarah ini? Evelyn akhirnya pasrah mengangkat bahunya setidaknya dia akan menunggu perjanjian itu selesai dibuat Key.Key membunyikan klaksonnya meminta Satpam penjaga rumah agar segera membuka pintu gerbang dengan nada yang tidak sabaran.Tiiiitt, tiiiittt, tiiiiiit.Pak Satpam segera membuka gerbang dengan tergesa – gesa, dia melirik kearah jendela mobil Key yang tembus pandang dengan perasaan takut. Wajah Key benar – benar tidak sedap dipandang disana tergurat wajah arogan yang kesannya mengintimidasi.Jangankan Pak Satpam, Saya saja ngeri melihat raut wajahnya. Benar – benar manusia sombong, pikir Evelyn kesal.“Turun!” perintahnya dengan kasar.Evelyn yang mendengar perintah Key semakin kesal da
Evelyn hanya bisa pasrah menerima semua masukan Sarah untuk pernikahan. Mulai dari warna baju pengantin hingga Gedung yang akan disewakan. Evelyn terlalu asyik mendengarkan saran Sarah sehingga dia sendiri tidak menyadari kehadiran Gio Taner yang langsung duduk dihadapannya. “Mama lagi diskusi apa sich? sampai Saya mengucapkan salam saja ngak didengar.” Kedua manik matanya yang hitam kini menatap Evelyn dengan tajam. Evelyn heran mendengar perkataannya, pasalnya selama acara makan malam yang lalu dia sama sekali tidak pernah mendengar suara Gio berbicara sama sekali. Hanya matanya saja yang menatap penuh selidik kearah Evelyn dan bibirnya yang memikat tersenyum dengan sinis. Memikat? Apa – apaan sich, jangan ngaco ya. Kok Aku ikut – ikutan edan juga, Evelyn memarahi dirinya sendiri yang rasanya mulai ikut -ikutan edan. Evelyn menatap Gio t
Baskoro mengejar Evelyn yang sedang berjalan menuju Perpustakaan Universitas. Evelyn yang tidak mendengar panggilan Baskoro terus saja berjalan. Baskoro yang mengejarnya kini tidak lagi berjalan di jalan setapak khusus pejalan kaki karena banyaknya Mahasiswa yang berjalan didepannya sehingga memperlambat dia mengejar Evelyn. Baskoro malah berjalan di rumput hijau disisi kiri jalan setapak yang ditanami tanaman rumput, padahal disana telah jelas tertera plakat “ Dilarang Menginjak Tanaman Rumput.” Semua Mahasiswa menatap sinis kearah Baskoro. Sudah dilarang kok masih dilakukan? “Eve,” panggil Baskoro. Baskoro menyentuh bahu Evelyn. Evelyn hendak menepis tangan itu, tetapi dia sadar itu adalah Baskoro. Evelyn tersenyum kearah Baskoro. “Lho ke Perpus juga Bas?” tanyanya lagi. “Iya, jalan bareng yuk. Lara mana? tumben kok ngak ikut? Tapi sebelum itu kita duduk
Evelyn kini menatap kedua pria dihadapannya yang terus saja saling menatap tajam dan bersiap adu jotos jika diperlukan, dibandingkan dengan kedua tubuh pria itu tubuh Evelyn lebih kecil sehingga kalau benar saja terjadi adu jotos sudah pasti Evelyn tidak sanggup melerainya. “Berhenti jangan sampai ada pertumpahan darah disini!” bentak Evelyn dengan marah. Tetapi kedua makhluk itu tidak memperdulikannya. Mereka saling menatap dengan rasa permusuhan. Satu dengan tatapan kemarahan dan satu lagi menatap dengan dingin. Yang jelas mereka berdua tidak memperdulikan Evelyn. “Apa maksud Kamu menyentuh Eve seperti itu?” tanya Baskoro dengan jengkel. Kini kedua tangannya terkepal marah dan siap – siap melayangkan tinjunya jika diperlukan. “kamu siapanya Evelyn, Kamu tidak berhak menegur saya. Dasar bocah tidak tahu sopan santun!” bentaknya
Evelyn terperanjat memandang Gio, lamunannya terputus secara tiba – tiba. Dia tertangkap basah sedang memperhatikan Gio. Mulutnya yang mangap karena secara tidak sadar langsung tertutup kembali. Rona merah menjalar di pipinya yang mulus. Evelyn langsung membuang arah pandangannya keluar perasaan malu kini mulai dia rasakan. Wah, aku tertangkap basah memperhatikannya, bisa – bisa dia besar kepala. Gio yang memperhatikan wajah Evelyn mulai menyadari tampilan Evelyn sepertinya menutupi sesuatu, tetapi Gio masih belum paham dan belum bisa menebak apa sebenarnya yang ditutupi Evelyn. Wajahnya seperti sedang memikirkan sesuatu karena matanya menyipit menatap tajam kearah Evelyn. Evelyn yang membuang pandangan matanya sadar kini dia telah menarik minat Gio karena Gio tidak lagi menatap tabletnya, tetapi Gio kini sedang menatapnya dengan pandangan menyelidik. Pandangan seperti itu
Evelyn segera meninggalkan cafe itu sebelum air matanya keluar karena tekanan yang dia terima. Evelyn menghentikan taksi yang lewat di depan cafe untuk segera berlalu dari tempat ini, untunglah cafe ini berada di jalan yang cukup ramai jadi tidak perlu menunggu lama, karena kalau memakai taksi online dia harus menunggu dan dia tidak tahan lagi jika berjumpa kembali dengan Gio Taner. Didalam taksi Evelyn terisak sedih karena himpitan didadanya tidak sanggup lagi dia tahan, Evelyn terus saja terisak sampai supir taksi itu keheranan. “Nona, mau diantar kemana?” Supir itu kini menatap Evelyn dengan rasa penasaran. “Antar Saya ke taman di pusat kota saja pak,” katanya lagi. Evelyn mengusap air matanya dengan kasar, karena bagaimanapun dia tidak mungkin pulang ke rumah dengan kondisi seperti ini bukan? “Putus cinta ya Non, nga
Evelin menatap Gio kembali dengan rasa penasaran, setidaknya dia ingin mendengar penjelasan Gio, mengapa sikapnya bisa berubah. “Kamu masih penasaran?” Gio sengaja ingin melihat sebatas mana rasa ingin tahu Evelyn, tetapi Evelyn pura – pura tidak mengetahuinya. “Untuk apa Aku harus marah Kepada kamu lagi?” senyum Gio kembali. “Kamu sudah di genggamanku bukan? ingat surat perjanjian Kita?” tanya lagi. Suara Gio terdengar sangat licik. Evelyn melengos tidak senang, setidaknya Gio telah membuat dia terusik kembali. “Mengapa Kamu tidak senang?” Evelyn hanya membuang mukanya dan diam membisu, karena kalau dia menanggapinya sudah pasti bakalan muncul masalah baru dan yang pasti perdebatan baru. Evelyn mendengar perkataan Gio merasa sepertinya dia telah masuk dalam perangkap Gio, Evelyn sadar itu.