Share

BAB 5. Curiga Yang Menyakitkan

Evelyn hanya bisa pasrah menerima semua masukan Sarah untuk pernikahan. Mulai dari warna baju pengantin hingga Gedung yang akan disewakan. Evelyn terlalu asyik mendengarkan saran Sarah sehingga dia sendiri tidak menyadari kehadiran Gio Taner yang langsung duduk dihadapannya.

“Mama lagi diskusi apa sich? sampai Saya mengucapkan salam saja ngak didengar.”

 Kedua manik matanya yang hitam  kini menatap Evelyn dengan tajam. Evelyn heran mendengar perkataannya, pasalnya selama acara makan malam yang lalu dia sama sekali tidak pernah mendengar suara Gio berbicara sama sekali. Hanya matanya saja yang menatap penuh selidik kearah Evelyn dan bibirnya  yang memikat  tersenyum dengan sinis.

Memikat? Apa – apaan sich, jangan ngaco ya. Kok Aku ikut – ikutan edan juga, Evelyn memarahi dirinya sendiri yang rasanya mulai ikut -ikutan edan.

Evelyn menatap Gio tepat dikedua manik matanya. Tiba- tiba jantungnya berdenyut tidak karuan. Apa sebegitu ngerinya dia sampai jantungku pun ikut komplain?  Belum masuk keluarga ini saja Saya sudah pusing apalagi kalau sudah menikah, bagaimana ini? Pikirnya kembali dengan frustasi.

Benar -benar keluarga aneh  yang satu sombong dan arogan, yang lain dingin dan curiga, sementara Tante Sarah lembut dan sangat hangat, bagaimana dengan Om Hasan? atau Papa Hasan? Evelyn semakin pusing melihat keluarga Taner, seluruh penghuninya memilki tabiat yang berbeda.

Harusnya Mama Sarah memilih seorang psikiater untuk masuk ke keluarganya sebagai menantu bukan anak Sastra seperti dirinya.

“Ini mau diskusi tentang acara pernikahan Key dan Eve.”

Sarah menatap putra sulungnya sambil tersenyum.

“Diskusi? apa ngak salah Ma? mana Key? Seharusnya Dia juga berada disini bukan?” tanyanya lagi.

Evelyn semakin melongo menatap kearahnya Gio dan Sarah. Rupanya Aku salah perkiraan, kukira gagu. Pasalnya selama acara makan malam sedikitpun dia tidak mendengarkan Gio berbicara. Hari ini kesambet apa si Gunung Es? Dalam waktu lima menit saja dia sudah bicara lebih dari 10 kata, dan semuanya pertanyaan pula. Apa Aku ngak salah dengar?

“Mulutnya ditutup dong, masak mangap – mangap, apa ngak malu? Mama sediain cemilan, biar  calon mantu Mama mulutnya ngak seperti itu.”

Eve yang mendengar perkataannya segera menutup mulutnya, tanpa dia sadari dia telah membuka lebar mulutnya karena heran lihat si Gunung Es koq bisa bicara.

Sialan si Gunung es, bicaranya sama sadisnya dengan si Sombong, Eve membuang mukanya menahan malu.

Keluarga sombong, mulutnya koq semuanya tajam seperti pisau. Eve semakin jengkel melihat kakak beradik Taner, turunan dari mana? lihat cara bicara Mama Sarah sepertinya ngak seperti itu dech, apa Suami Mama sarah seperti itu ya cara bicaranya? Evelyn semakin penasaran.

“Hush, jangan godain Eve, kan Evenya jadi malu tukh. Kasihan kan Eve,” Kata Sarah sambil membela Evelyn.

Bukannya merasa bersalah malah si Gunung Es menjadi – jadi,

“Loh malu apaan, perasaan Calon Mantu Mama bukan pemalu dech, yang iyanya tukang debat tukh,” katanya sambil memandang Eve kembali.

Evelyn kini menatap Gio dengan marah, apa – apaan Makhluk es dihadapannya ini, bicara kok makin ngak benar. Awas Kamu ya Aku akan balas, pikir Eve.

“Loh Koq Kakak yang lebih tahu Aku  punya malu apa ngak? Maaf ya Ma. Sebaiknya Eve pulang saja dech. Eve masih banyak tugas.”

Evelyn takut amarahnya akan memuncak jika terus – terusan berada di kediaman keluarga Taner. Eve tidak mau nanti sikap dia berubah jadi tidak sopan.

“Lho Eve Mama kan belum selesai sayang, ini nih gara – gara Gio, Eve jadi kesal kan.”

Gio Taner hanya mengangkat bahunya tidak perduli.

“Maaf Ma, bukannya Eve tidak mau Ma tapi Eve masih banyak pekerjaan dan tugas kampus Eve sangat banyak. Ini juga Eve mau balik kekampus,” bohong Eve.

Maaf Mama Sarah, Eve terpaksa bohong karena kalau tidak mama akan terus nahan Eve disini, soalnya anak – anak Mama semuanya ngeselin.

“Ya sudah dech, Mama ngalah saja kalau Eve banyak pekerjaan ya.”

“Surti, segera panggil Key untuk mengantarkan Evelyn pulang.”

Maid keluarga Taner yang bernama Surti bergegas ke kamar Key untuk memanggil Key mengantarkan Evelyn pulang. Beberapa saat kemudian Surti kembali,

“Lho Mana Key nya?” Sarah bingung mengapa Surti datang menjumpainya kembali.

“Itu lho Nya, Tuan Muda Key tidur. Katanya jangan dibangunin, Non Evelyn disuruh pulang sendiri,” katanya serba salah.

“Lho orang tidur Kok bisa ngomong.”

Sarah tidak bisa menerima penolakan Key untuk mengantarkan Evelyn pulang kembali.

Gio yang mendengar penuturan Surti tersenyum mengejek kearah Evelyn.

“Tidak apa – apa Ma, Eve bisa pulang sendiri koq. Eve bisa pesan taksi online,” kata Eve sambil menatap Gio yang kini menatapnya dengan perasaan kasihan.

Jangan tatap Aku seperti itu, Aku tidak perlu dikasihani. Dasar keluarga aneh, koq Mama bisa menjodohkan Aku dengan keluarga seperti ini ya? Mama apa Mama tidak tahu aku selalu jadi korban kesinisan keluarga ini?  Eve merasa tidak nyaman berada di keluarga ini.

“Jangan dong Eve, kalau Eve hilang diculik gimana coba? Mama mau cari Mantu Mama kemana dong, iya kan Eve?” bujuk Mama Sarah.

“Hahahha, Hahahahah, hilang Ma? apa ngak salah? tidak ada yang minat Ma percaya dech dengan Gio, malah mungkin supir taksi onlinenya yang ngacir duluan,” tawa Gio menggema di ruang tamu yang besar.

Evelyn yang mendengarnya  benar – benar benci  melihat tawa Gio. Penghinaan ini ditujukan baginya. Apa penampilan seperti ini tidak pantas untuk disayangi?  benar – benar keluarga judes, turunan dari mana  semua  anak Mama Sarah ini ? gendoruwo kali, pikir Eve dengan jengkel.

“Kok Gio ngomongnya begitu, kasihan Eve dong,”

Sudah dua kali Mama Sarah mengucapkan Kata “ kasihan Eve” tapi si gendoruwo tidak mau pengertian. Tawanya semakin membahana.

“Cukup, jangan tertawa seperti itu lagi. Maaf Ma Eve harus pergi, Eve sudah tidak tahan lagi.”

Evelyn segera mengambil tasnya dan berjalan keluar rumah tanpa bisa dicegah lagi. Perasaannya sangat malu mendengar olok -olokan Gio terhadap dirinya. Rasa sakit hatinya menyeruak di dadanya menerima penghinaan kakak beradik itu.

Evelyn tidak minta dijodohkan malah dia juga korban sebenarnya. Apa salahku? apa karena penampilanku? Tidak ada yang salah bukan? bahkan pakaian yang kukenakan jauh lebih sopan dari anak -anak jaman sekarang. Kemeja dan celana jeans yang tertutup. Jadi apa yang salah? Apakah harus dengan berpakaian seksi baru dikatakan kekinian? rok pendek yang menampakkan paha? baju tanpa lengan dengan belahan dada rendah? Itu baru di katakan sesuai jaman?

Memang manusia aneh, melihat orang koq dari tampilan luarnya saja.

“Tunggu!” perintah suara Gio tiba – tiba, Evelyn segera berhenti melangkah dan menoleh kearah Gio.

“Ada apa lagi? belum puas mengolok- olokku didalam sana?”

“Memang benarkan yang Aku katakan? apa ada cewek seperti Kamu ini?” tanyanya dengan dingin.

“Apa maksudmu?” tantang Evelyn dengan marah. Panggilan Kakak tidak diucapkankan lagi, karena manusia di depannya ini tidak pantas dipanggil Kakak.

“Saya sengaja menyakiti Kamu didalam supaya Kita dapat berbicara berdua diluar,” katanya dengan sadis.

Mulut Evelyn segera menganga lebar, tanpa dia sadari tampilan wajahnya benar – benar menggemaskan saat itu.

“Kebiasaan jelek, mulut mangap saja tidak bisa dikontrol  seperti anak kecil.”

Gio segera menutup mulut Evelyn dengan tangannya. Evelyn segera menepis tangan Gio.

“Apa sentuh – sentuh, jangan pernah menyentuhku. Walaupun itu cuma wajahku,” katanya lagi dengan suara bergetar.

Setiap ada pria yang menyentuhnya walaupun tidak sengaja Evelyn selalu merasakan ketidaknyamanan dan kecemasan yang berlebihan, dahinya mulai berkeringat. Padahal Evelyn baru saja keluar dari ruang ber ac.

Gio yang menatapnya dengan penuh keheranan.

“Untuk apa Aku menyentuhmu? ngak penting tahu,” katanya dengan wajah yang datar.

Evelyn mundur beberapa langkah ke belakang. Dia ingin menjaga jarak dengan Gio Taner. Gio yang memperhatikannya semakin jengkel menatap kearah Evelyn.

“Apaan sich? Kamu kira Aku akan memperkosa Kamu? Sebegitunya. Saya tidak tertarik dengan Kamu secara fisik. Jadi jangan kegeeran,” tukasnya tanpa nada sama sekali.

“Apa memperkosa?”

Wajah Evelyn tampak memucat seketika, dia memeluk tas yang dia pegang dari tadi, jantungnya semakin kencang berdenyut memberikan rasa nyeri didadanya. Matanya tampak panik dan kakinya terasa kaku.

Gio yang memandang kearahnya semakin heran, dan mulai kasihan kepada Evelyn. Gio mendekat kearah evelyn untuk menenangkannya. Tetapi Evelyn seperti ketakutan dan Gio mengalah untuk tidak mendekat.

“Ka -lau tidak ada la-gi yang ingin Kamu katakan sebaiknya Aku pulang sa-ja,” katanya terbata – bata.

Evelyn tidak sanggup lagi berada di rumah ini lebih lama lagi. Dadanya terasa sesak, dan sulit bernafas.

“Aku belum siap bicara, karena ada hal yang ingin Kutanyakan kepadamu,” kata Gio kembali sambil memperhatikan wajah Evelyn yang kini basah oleh peluh keringat.

“Apa tidak bisa ditunda?” tanya lagi.

Evelyn semakin frustasi karena Gio tidak mengijinkannya pergi.

“Kamu kurang sehat, sebaiknya Aku mengantarkan Kamu pulang,”

“Ngak usah Saya bisa pulang sendiri,” lanjut Evelyn kembali.

“Saya memaksa dan Kamu tunggu disini,” katanya dengan dingin.

Evelyn tidak berani menolaknya, sebaiknya kuterima saja tawarannya. Aku tidak kuat untuk berdebat lagi. Evelyn kembali mengelus dadanya yang terasa perih.

Evelyn melihat Gio memberhentikan mobilnya tepat dihadapan Evelyn. Mobil itu tidak kalah mewahnya dengan mobil yang dipakai Key tadi siang.

“Masuk!” perintahnya kepada Evelyn.

Evelyn segera memasuki mobil itu dan duduk di samping Gio, Gio yang menatap Evelyn hanya diam duduk membisu. Matanya tidak menatap Gio sama sekali, kehadirannya benar – benar dia abaikan.

“Hmmm,” Gio sengaja berdehem memutuskan keterdiaman Evelyn.

Evelyn  tidak memperdulikannya sama sekali. Matanya tetap menatap lurus kedepan. Gio kembali berdehem tetapi tidak diperdulikannya sama sekali.

“Hey apa Kamu tidak mendengarkanKu sama sekali?” tanyanya kembali.

“Tolong Kak jangan seperti ini lagi, Aku tidak punya tenaga untuk melawan Kakak lagi. Kalau Kakak menolak perjodohanku dengan adik Kakak, langsung sampaikan saja keberatan Kakak pada Mama sarah.”

Dari wajahnya Evelyn terlihat sangat lelah.

“Mama? Kamu sudah memanggil Mamaku dengan Mama? Wah gercep sekali ya gerakan Kamu.  Untuk apa Kamu mendekati keluargaku? apa karena harta?” tanyanya lagi tanpa perasaan sama sekali.

patricia.alodie

🌷🌷🌷🌷🌷 Terima Kasih sudah membaca cerita ini, mohon dukungannya dengan meninggalkan tanda love , koment dan berlangganan ya

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status