Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 37 : Janji"Kenapa?" Bang Egi menatap kecewa gadis berusia 16 tahun itu."Diyya belum siap menikah, Diyya mau tetap sekolah. Bu Endang, Diyya mau lanjut ke Sekolah Paket C, Diyya mau kuliah dan bisa jadi guru matematika kayak Bu Endang," ucap Diyya mantap sambil menatapku."Oh, kalau begitu, Om yang akan menangung semua biaya pendidikan itu. Kamu mau, kan? Juga biaya hidup kamu sekeluarga, Om yang tanggung. Setiap bulan Om akan kasih uang, itung-itung sebagai nafkah buat anak Om, Nandio."Sandiyya menatapku sambil menggigit bibir bawahnya. Ia bingung akan keputusan besar ini. Aku menyuruhnya mengangguk atas tawaran Bang Egi."Ayo, kita duduk dan bicarakan semua ini baik-baik!" Aku menatap Sandiyya dan menggandeng tangannya untuk menghampiri Bang Egi yang kini sudah duduk kembali di kursi ruang tamu yang terbuat dari bahan serba kayu itu.Aku duduk di samping Sandiyya yang kini memangku Nandio, di hadapan kami ada Bang Egi."Diyya, kamu mau 'kan memaa
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 38 : Dua NyawaKepalaku masih terasa sakit, perut juga terasa mual. Sepertinya ini efek dari kebanyakan naik mobil dan melupakan motor matic bututku. Mungkin saja ini kutukan darinya karena sudah terlalu lama tak mengendarainya ke mana-mana. Aku membuka mata perlahan, dan mengedarkan pandangan di ruangan serba putih ini. Aku di mana?Mas Bilal menggengam tanganku dan terlihat senang kala aku membuka mata. Dasar brewok aneh, istri sakit dia malah senang. Aku ngedumel kesal dalam hati."Endang ada di mana, Mas?" lirihku sambil memegangi kepala."Sayang, sebentar lagi kita akan punya anak," ucap Mas Bilal sambil mencium dahiku."Maksud kamu apa, Mas?" Jantungku mulai dag-dig-dug-ser."Kamu sudah hamil tiga bulan, Sayang." Mas Bilal mencium tanganku.Ya Tuhan, hamil tiga bulan? Dokter gak salah periksa, 'kan? Soalnya bulan lalu aku masih datang bulan walau cum dikit dan dua hari doang."Tunggu dulu, Mas! Coba disuruh periksa ulang deh tuh dokter! Endang
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 39 : BahagiaMasalah pembantu rumah tangga sih, dulu kami memang sepakat untuk mengerjakannya semuanya berdua, tanpa pembantu sebab aku juga waspada, takut Mas Bilal selingkuh sama pembantu seperti kisah sinetron. Maklum, lama menikah dan tak kunjung punya anak membuatku selalu berprasangka dan menghindari segala pemicu sebab dan akibat.“Mulai sekarang kamu berhenti saja mengajar, Mas tak izinkan kamu kerja lagi sebab Mas tak mau terjadi apa pun sama kamu juga calon anak kita,” ujarnya.Aku terdiam, dengan menggigit bibir bawah. Berhenti mengajar? Aku tak pernah memikirkan hal ini sebelumnya, walau akhir-akhir ini aku sudah beberapa kali mendapatkan surat peringatan dari Kepala Sekolah karena sering izin ketika harus mengurusi Sandiyya dan Nandio.“Kamu jangan sering membantahkan lagi, Dek, Mas rasa pengabdianmu sebagai seorang pendidik sudah cukup sampai di sini. Kini saatnya kamu fokus pada keluarga, calon anak kita yang sedang tumbuh dirahimmu, S
Siap yang Menghamili Muridku?Bab 40 : POV Sandiyya (5)Om Egi mengantar kami pulang setelah dari menjenguk Bu Endang di rumahnya. Dia terlihat begitu akrab dengan Nandio, apalagi wajah mereka memang sangat mirip. Aku tak pernah menyangka kalau Om berwajah seram yang telah menukar keperawananku dengan ponsel itu akan datang dan bertanggung jawab atas benih yang ia tanam dahulu. Akan tetapi, kini tak ada keseraman lagi di wajahnya, yang ada hanya wajah kebapakan yang terlihat begitu menyayangi putra kami. Dia pria dewasa dan mapan, abangnya Bu Endang, guruku yang banyak menolongku hingga bisa tamat dari Sekolah Paket B.Perjalananku memang masih sangat panjang, besok baru hari pertamaku di Sekolah Paket C, setara tingkatan SMA kalau di Sekolah Formal. Aku juga tak menyangka, kalau akan masih bisa bersekolah setelah kesalahan fatal itu, di mana semua orang memvonisku bersalah dan mencaci kebodohanku kala itu, tapi Bu Endang berbeda. Dia menolongku dari keterpurukan, menunjukkan jalan ag
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 41 : POV Sandiyya (6)“Waalaikumsalam, masuk, Om!” ujarku pada pria dengan setelan kemeja biru laut yang ia gulung sampai ke siku itu.“Buruan siap-siap, bilangin Ibuk juga, saya mau ngajakin kalian ke suatu tempat!” ujarnya dengan sambil menggendong Nandio, yang kini sudah berusia dua tahun. Dia semakin lincah saja dan sudah pandai bicara walau belum terlalu lancar. Setiap hari yang ditanyain hanya Papanya saja.“Emang mau ke mana?” tanyaku.“Nanti juga bakalan tahu kok, buruan siap-siap!” perintahnya lagi dengan senyumnya yang selalu mengembang itu.“Ya deh,” jawabku sambil masuk dan mencari Ibuk di dapur.“Buk, buruan siap-siap, Om Egi mau ngajakin kita pergi ke suatu tempat katanya,” ujarku pada Ibuk yang ternyata sedang memasak nasi di dapur.“Mau ke mana?” tanya Ibuk dengan dahinya yang berkerut.“Nggak tahu, Buk. Ayo deh kita siap-siap!” Aku melangkah menuju kamar dan segera berganti pakaian.Setengah jam kemudian, kami sudah berada di dalam m
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 42 : Bertemu Mantang Geng“Diyya, Ibuk merasa semua ini bagai mimpi .... “ Ibuk kembali mengusap mata yang kembali berembun.“Iya, Buk, Diyya juga nggak pernah menyangka kalau kita bisa tinggal di rumah sebagus ini. Om Egi memang baik banget, sama kayak Bu Endang,” jawabku sambil tersenyum.“Ibuk sangat bahagia, Diyya, semoga tak ada kesedihan lagi setelah ini. Kamu jangan kecewakan Bu Endang dan Pak Egi, belajar yang benar supaya cita-citamu cepat tercapai. Ibuk akan selalu doakan yang terbaik untuk kalian semua,” ujar Ibuk dengan sambil menggenggam tanganku.Aku tersenyum dengan sambil menganggukkan kepala. Malam ini kami akan tidur di rumah baru, rumah impian, yang untuk bisa memilikinya kami tak berani bermimpi.“Ayo, kita tidur, Nak!” Ibu bangkit dari sofa ruang tengah lalu menggendengku menuju kamar.Malam ini kami akan tidur berempat di satu kamar, besok baru misah. Ibu tidur dengan Nandio seperti biasanya, sedangkan aku dengan Sindy.Hari ter
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 43 : Trauma“Hmm ... bukan pelakor, kelles, gue istri siri yang mendapatkan segala fasilitas melebihi istri sah. Enaklah loh, apa pun yang gue mau ... dikasih, dan gue nggak akan melewatkan segala kesempatan untuk menumpuk seluruh harta demi kenyamanan di masa datang.” Febiola menjawab dengan senyum angkuh dan gaya khasnya.Aku kembali menghela napas mendengar penuturan Febiola, dia semakin menjadi saja dan aku takkan berani berkomentar apa pun. Ini sudah jalan yang ia pilih dan aku takkan ikut campur.“Feb, cabut yuk ah, Om Niko udah chat ini, dia ngajakin kita nyantai di apartementnya,” ujar Xenna yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya.“Oke deh. Diy, lo nggak mau ikut? Siapa tahu aja ... Om Niko mau jadiin elo istri sirinya, soalnya ‘kan elo janda sekarang .... “ Febiola beranjak dari sofa ruang tamu.“Nggak deh, aku mau fokus sama sekolah dan anak-anak. Kalian hati-hati saja dan semoga ... kalian tak menemui kepahitan seperti yang sudah kualami,
Siapa yang Menghamili Muridku?Bab 44 : Masuk UniversitasTaklama setelah itu, Om Egi langsung pamit pergi dan izin mengajak Nandio jalan-jalan. Semoga saja dia tak tersinggung atas kata-kataku tadi. Aku sedikit was-was dan tak enak hati. Aku hanya bisa berdoa yang terbaik untuknya.Hari terus berlalu, aku sudah lulus dari ujian Paket C dengan nilai terbaik dari semua Sekolah Paket C di kotaku. Nilaiku juga lebih tinggi siswa di sekolah formal, begitu kata ketua PKBM tempatku bersekolah.“Bu Endang sudah daftarkan kamu ke Universitas xxx dengan Prodi Matematika. Kamu dapat faslitas tanpa tes dan langsung diterima karena nilai ijazahmu yang bagus Diyya.” Bu Endang memelukku.Aku sangat terharu mendengarnya, akhirnya aku bisa kuliah juga walau di Kampus Swasta sebab dengan keadaanku yang memang sudah beranak dua. Kuliahnya juga hanya setiap hari sabtu dan minggu saja, jadi tak terlalu pada seperti mahasiswa umum lainnya.“Terima kasih, ya, Bu Endang. Diyya nggak nyangka, akhirnya bisa k