Home / Romansa / Siasat Cinta Big Bos / Jantung Pak Sudarmaji Harus Pasang Ring

Share

Jantung Pak Sudarmaji Harus Pasang Ring

last update Last Updated: 2025-05-14 10:43:55

Dokter Bahtiar menyuruh Pak Sudarmaji berbaring. Ia kemudian mulai memeriksa tensi Pak Sudarmaji.

"Kita lakukan pemeriksaan jantung, Bapak." Dokter Bahtiar meminta perawat memasang alat periksa jantung.

Jayadi duduk memperhatikan pemeriksaan papanya. Dokter Bahtiar mulai mengoperasikan alat periksa jantung. Sejenak suasana hening di ruangan praktek itu. Perawat bertubuh mungil itu sibuk membantu Dokter Bahtiar.

"Sudah selesai." Dokter Bahtiar kembali duduk di kursi. Dia menghela nafas sejenak, kemudian tersenyum.

"Gimana Dok?" Pak Sudarmaji bertanya penasaran. Perawat kembali melepas alat periksa jantung dari tubuh Pak Sudarmaji. Pak Sudarmaji duduk bersandar pada bantal yang ada di atas dipan.

"Bapak, harus pasang ring." Dokter Bahtiar memberi penjelasan pada Pak Sudarmaji dan Jayadi. Jayadi dan Pak Sudarmaji hanya bisa tersenyum kecut.

"Terimakasih Dok." Pak Sudarmaji turun dari dipan dan merapikan pakaiannya kembali. Dadanya masih terasa nyeri. Pak Sudarmaji sudah setahun ini merasakan ada yang ganjil dengan bagian dada kirinya. Usai pemeriksaan Pak Sudarmaji dan Jayadi kembali pulang. Kini Pak Sudarmaji harus menerima kenyataan bahwa jantungnya sudah tidak baik-baik lagi.

"Gimana hasil pemeriksaan, Bapak?" tanya Pak Kosim di mobil. Pak Kosim ikut penasaran dengan kesehatan Pak Sudarmaji. Ia ikut prihatin dengan kondisi kesehatan Pak Sudarmaji akhir-akhir ini. Ia sudah hampir tiga puluh tahun bekerja di rumah keluarga Sudarmaji.

"Kata Dokter Bahtiar harus pasang ring," jawab Pak Sudarmaji sambil tersenyum pada Pak Kosim. Pak Kosim hanya memandang majikannya itu dengan penuh empati. Pak Kosim memarkir mobil setelah menurunkan Pak Sudarmaji dan Jayadi di depan beranda rumah. Bik Suminah buru-buru menghampiri Jayadi. "Den, Natasya katanya pamit pulang." Wajah Bik.Sumimah sedikit tegang. Dia sudah membayangkan reaksi Jayadi mendengar Natasya pergi tanpa sepengetahuan dan pamit padanya.

"Loh, kok pergi? Kenapa Bik Suminah biarkan saja!" Suara Jayadi bergetar karena menahan marah. Jayadi sadar dia harus menahan emosinya di saat kondisi papanya begini. Ia akhirnya memendam amarah. Wajah Jayadi meregang dan memerah menahan ledakan emosinya. Ia tahu penyebab Natasya pergi adalah mamanya.

Bu Sudarmaji buru-buru keluar rumah memegangi lengan suaminya. Kepala pak Sudarmaji masih terasa pusing. "Gimana hasilnya, Pa?" tanya Bu Sudarmaji pada suaminya.

"Kata Dokter Bahtiar harus pasang ring, Ma." Jayadi dan Bu Sudarmaji membantu Pak Sudarmaji masuk kamar. Setelah Pak Sudarmaji berbaring di tempat tidur, Jayadi ke luar kamar.

"Aku pergi bentar, Pa." Jayadi berbicara pada Pak Sudarmaji "Loh, kemana?" tanya Pak Sudarmaji pada putranya itu. Dalam hati Pak Sudarmaji sudah paham situasi yang terjadi di rumahnya saat ini. Ia tak ingin emosi dan mencoba untuk tenang. Pak Sudarmaji setuju dengan istrinya, Natasya bukanlah pasangan yang serasi dan sepadan dengan Jayadi.

"Sebentar Pa, ada perlu." Jayadi menjawab sambil melangkah ke luar kamar. Ia tak berbicara pada Bu Sudarmaji. Bu Sudarmaji juga paham kenapa putranya bertingkah demikian. Ia juga tak ingin marah-marah di depan suaminya yang saat ini butuh ketenangan.

Jayadi buru-buru melangkah ke luar rumah. Ia menuju garasi mobil. "Pak Kosim tolong ambilkan tas kecil saya yang berisi handphone dan dompet di mobil Papa!" Jayadi melihat Pak Kosim sedang melap kaca mobil Pak Sudarmaji.

"Baik, Den." Pak Kosim mengambil tas kecil milik Jayadi dan buru-buru menghampiri Jayadi yang sedang membuka pintu mobilnya di garasi. "Ini Den." Pak Kosim menyerahkan tas kecil itu pada Jayadi.

"Tolong bukakan gerbang, Pak!" Jayadi berkata sambil menghidupkan mesin mobil.

"Baik, Den." Pak Kosim buru-buru membuka gerbang.

Jayadi mengendarai mobil dengan perasaan campur aduk. Ia marah dan kesal pada Bu Sudarmaji. Teganya memperlakukan Natasya seperti itu. Kasihan sekali gadis itu. Natasya pasti terluka dan marah. Jayadi sampai di mulut gang yang menuju rumah kontrakan Bu Masna. Ia tak bisa membawa mobil masuk ke dalam gang karena juga tak ada tempat parkir di halaman rumah Bu Masna. Semua orang yang tinggal di gang itu tak punya mobil. Mereka hanya para pedagang kecil, buruh dan pemulung. Di antara penghuni gang itu paling memiliki kendaraan sepeda motor usang atau sepeda. Selain itu mereka ada yang punya becak atau gerobak untuk keperluan membawa dagangan mereka.

Jayadi numpang parkiran di halaman mini market. Ia masuk ke dalam mini market dan membeli roti dan minum untuk keluarga Bu Masna.

"Saya numpang parkir mobilnya ya, Mbak," kata Jayadi kepada cewek yang jadi kasir di mini market itu.

"Iya, Mas," jawab si cewek sambil menghitung harga belanjaan Jayadi. Cewek itu paham setiap orang yang bawa mobil dan ingin bertamu pada warga di gang itu terpaksa parkir di mini marker ini. Bahkan mereka yang tak belanja sekalipun. Jayadi melangkah ke luar dari mini market di mulut gang ke rumah Bu Masna. Panas terik membuat keringat menetes dari wajah dan lehernya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Siasat Cinta Big Bos    Desa Wisata Pantai (Bag 2)

    Jayadi hanya mendengar pembicaraan Lisa, Meri, Kepala Desa dan Pak Asep. Ia malah teringat Natasya. Jayadi sedang melamun saat bersama dengan Natasya di sebuah kamar hotel. Hampir saja waktu itu dia dan Natasya kehilangan kendali. Gairah Jayadi betul-betul hampir tak tertahankan. Untung saja Natasya punya benteng pertahanan yang kuat. Ya, hampir kebobolan, itulah situasinya. Natasya dengan lembut menenangkan gejolak seksual Jayadi. Dia mengelus-elus rambut Jayadi seperti anak kecil. Natasya mengajak Jayadi pergi jalan-jalan. Akhirnya Jayadi tidak jadi ikut menginap di hotel itu. Bayangkan kalau kebobolan dan Natasya hamil. Bisa heboh Mamanya dan keluarga besar Sudarmaji. Sejagat raya pun bisa heboh. "Hai, bengong saja, kita pergi ke cottage dan istirahat." Lisa menyadarkan Jayadi dari lamunannya. Lisa memegang tangan Jayadi seakan membimbing anaknya kembali ke mobil."Iya deh, Pak. Sampai jumpa besok pagi." Meri mengakhiri pertemuan awal mereka dengan kepala desa jelang senja itu. I

  • Siasat Cinta Big Bos    Desa Wisata Pantai (Bag 1)

    "Nah kita sudah hampir sampai, Mbak. Paling sekitar beberapa menit lagi sampai" Pak Asep menunjuk arah desa yang akan mereka tuju. Sebuah desa di pinggir pantai. Mereka telah melewati beberapa desa nelayan dan kini mereka lebih banyak melihat pemandangan berupa pohon kelapa, semak belukar dan pohon-pohon bakau di pinggir pantai. Nampaknya desa yang mereka tuju agak terisolir letaknya. Lisa samar-samar mendengar suara Pak Asep karena mulai terbangun dari tidurnya. "Oh iya ya?" Lisa menanggapi Pak Asep. Meri dan Lisa memandangi pemandangan pantai yang masih banyak ditumbuhi pohon kelapa. "Kamu belum pernah ke seni Mer?" "Belum," jawab Meri sambil celingak-celinguk memperhatikan pemandangan sepanjang jalan."Ah, percuma saja kamu kuliah di Bandung. Anak pencinta alam lagi," kata Lisa dengan nada mengejek."Anak Mapala lebih banyak ke gunung tau!" Meri membalas ejekan Lisa dengan nada singit."Sekitar tiga kilo lagi kita sampai di desa itu," terang Pak Asep pada Lisa dan Meri."Pangeranm

  • Siasat Cinta Big Bos    Persengkokolan Lisa dan Bu Sudarmaji

    Jayadi merasa dijebak oleh mamanya sendiri. Ia harus menemani Lisa mencari data untuk penelitiannya di desa di daerah Jawa Barat. Masih terngiang di pikiran Jayadi, kemaren mamanya ngotot memaksa Jayadi yang menemani Lisa cari data untuk penelitian tugas akhirnya. Lisa sudah tahu tempat yang akan dikunjunginya, sebuah desa wisata pinggir pantai. Ia ingin mencari data tentang kehidupan sosial masyarakat di sana. "Mulai besok kan libur panjang tu. Hari Senin dan Selasa tanggal merah. Kamu temani Lisa cari data penelitiannya ke desa." "Tapi Ma, ada hal yang harus saya kerjakan walaupun tanggal merah." "Udah, hari Selasa malam kan udah sampai lagi di sini. Rabu saja dikerjakan." Dengan perasaan gondok, Jayadi terpaksa melaksanakan perintah Bu Sudarmaji. *** Lisa memandang Jayadi dengan senyum manis dalam kereta menuju Bandung. "Kenapa kita harus naik kereta sih? Kenapa nggak bawa mobil sendiri saja? Kitakan bisa bawa Pak Mardi atau Pak Kosim nyetir mobil. Atau aku bisa aj

  • Siasat Cinta Big Bos    Lisa Pilihan Mamaku

    "Hari ini, Lisa mau datang ke rumah, Pa." Bu Sudarmaji mengatakan itu pada Pak Sudarmaji yang sedang tiduran di kasur. Pak Sudarmaji membaca berita-berita di layar handphonennya. "Oh, iya Ma. Bagus deh. Dia belum balik ke Amerika?" "Belum, lagian dia akan lebih banyak di Indonesia. Dia kan lagi sedang penelitian untuk tugas akhir kuliahnya." Bu Sudarmaji memakai kosmetik di depan cermin besar di kamarnya. "Oo, gitu toh." "Iya, Pa. Nanti siang dia mau nemenin Mama ke tempat Mbak Aliya. Aku sama Lisa mau lihat cucu Mbak Aliya yang baru lahir kemarin. Itu tu Pa, anaknya Zaky putranya Mbak Aliya. Papa kan tahu Zaky kan?" "Tahu dong, kan udah sering ketemu. Oh, udah melahirkan istrinya Zaky ya." "Udah, Pa. Kemaren pagi melahirkannya kata Mbak Aliya. Saya dan Lisa di supermarket dulu beli kado." "Ya titip salam buat Mbak Aliya dan Mas Sartono." "Ya, nanti kusampaikan." Suara Lisa sudah terdengar masuk ke dalam rumah. "Bu, Non Lisanya sudah datang." Terdengar suara Bik S

  • Siasat Cinta Big Bos    Cleaning Service Baru

    Pagi-pagi Natasya sudah datang ke kantor. Ia telah berpakaian warna abu-abu seragam cleaning service di perusahaan milik Jayadi. Ia mulai menyapu dan mengepel di area lantai dua dan tiga gedung itu. Lena telah berpesan pada Bu Niar koordinator cleaning service agar menempatkan Natasya di lantai dua dan tiga. Lena dan Wika telah mengkaji itu, agar Natasya jarang bertemu dengan Jayadi. Biasanya Jayadi dari lobi langsung naik lift ke lantai sepuluh tempat ruangan kerjanya berada. "Hai!" Wika menyapa Natasya saat dia mau masuk ruangan kerjanya. Ruangan Wika bersama beberapa staf lainnya berada di lantai tiga. "Hai juga!" Natasya tersenyum pada Wika. "Terimakasih atas bantuannya." "Sama-sama," jawab Wika sambil tersenyum. Wika merasa lega telah membantu meringankan beban Natasya. Terlihat Natasya cukup pandai menempatkan diri. Dia lebih suka banyak bekerja dan menghindari ngobrol dengan orang-orang. Wika memang diperintahkan Bu Lena untuk mengawasi dan menjaga Natasya. "Ingat tak

  • Siasat Cinta Big Bos    Ujian Berat Jayadi

    Wika memutuskan bicara dengan Lena setelah bertemu Natasya. Ia minta bertemu Lena malam hari di sebuah kafe. Keduanya langsung berangkat dari kantor. Kebetulan tadi mereka juga lagi banyak kerjaan, jadi pulangnya sudah hampir magrib. Sebagian karyawan ada yang juga harus lembur untuk penyelesaian laporan sebuah proyek di daerah Kalimantan. "Kamu minum, apa?" "Saya minuman yang ini Bu." Wika menunjuk daftar menu yang ada. "Aku minum ini saja deh. Makanannya? Kalau aku, kwetiau, terus ini. Dan juga ini." Lena menulis beberapa daftar makanan di kertas pemesan. "Saya ini saja, dan ini, Bu." Giliran Wika mencatat pesanan makanan untuknya. Wika memberikan kertas daftar pesanan makanan mereka pada pelayanan restoran yang berdiri menunggu. "Apa yang ingin kamu sampaikan? " "Soal Natasya, Bu. Kemaren saya bertemu dengannya." "Ya, ada apa dengan dia?" "Saya kasihan melihatnya, Bu. Ia minta bantuan saya untuk carikan pekerjaan." "Terus gimana?" "Ya saya kan bingung Bu. Saya

  • Siasat Cinta Big Bos    Misi Rahasia Gunadi Bag 2

    "Nela kita harus cari pekerjaan lain untuk membantu ibu." Natasya berbicara dengan Nela saat mereka tinggal berdua di rumah. Bu Masna menemani Pak Dudid yang kini harus rawat inap di rumah sakit. Pak Dudid kemaren tiba-tiba pingsan setelah batuk-batuk tiada henti. "Kerja apa kak?" "Ya apa saja yang bisa kita kerjakan. Penting bisa menghasilkan uang. Keuangan ibu benar-benar menipis. Apalagi beberapa kali ibu harus mengeluarkan biaya untuk keperluan pengobatan Bapak. Belum lagi kebutuhan harian kita untuk makan." "Terus, kita mau kerja apa?" Nela yang masih muda menyikapi Natasya dengan polos. Seperti Natasya, Nela hanya mengerti membantu ibunya jualan mie ayam. Natasya terdiam mendengar perkataan adiknya. Tiba-tiba dia teringat Jayadi. Ia ingat janji Jayadi memberinya pekerjaan. Tapi kini situasi sudah berbeda. Ia telah terluka terlalu dalam. Ia tak mungkin lagi bertemu Jayadi. Bu Sudarmaji pasti akan lebih menghina dan merendahkannya. Ia telah bersumpah mengakhiri hubungan

  • Siasat Cinta Big Bos    Misi Rahasia Gunadi

    "Lena, bisa ke ruangan saya lagi!" Jayadi memanggil Lena lewat telepon. Baru sekitar sepuluh menit yang lalu Lena keluar dari ruangan Jayadi. "Baik, Pak." Lena bergegas menuju ruangan Jayadi kembali. Kira-kira soal apa ya, apa ada yang lupa dibahas dalam rapat tadi, pikir Lena. Lena duduk di hadapan Jayadi sambil menunggu apa yang akan disampaikan Jayadi. Sudah dua menit Lena duduk bengong di hadapan Jayadi, dia malah sibuk dengan handphonenya. "Eh, itu. Kok Bu Masna nggak buka warung hari ini ya?" Jayadi serupa orang berbisik dan menggosip pada Lena. "Oh itu, Pak." Lena tersenyum pada Jayadi. "Saya pikir ada yang lupa kita bahas dalam rapat tadi, hehe." Lena tertawa. "Ini juga penting loh, hehe." Giliran Jayadi yang tertawa. "Iya, Pak. Paham, hehe." Mereka saling tertawa. Lena sudah paham isi hati Jayadi. " Eh, Pak, waktu saya antar kue bikinan saya dan mertua ke rumah Bapak dua minggu yang lalu, Bu Sudarmaji nanyain saya, Pak." "Oh, nanya apaan, Mama saya?" Jayadi penasara

  • Siasat Cinta Big Bos    Warung Mie Ayam Bu Masna Kok Tutup

    Jayadi sampai di kantor dengan mata sedikit mengantuk. Lena telah menunggunya di depan pintu ruangan kerja Jayadi. "Pagi Pak." Lena menyapa dan langsung membukakan pintu ruangan Jayadi. "Pagi. Jadi kita meeting siang ini?" Jayadi memastikan lagi pada Lena rencana rapat nanti siang. "Jadi Pak. Semua sudah dikasih tahu." "Oke, persiapkan segala sesuatunya. Apa ada kendala dengan rekanan dan mitra kita?" Jayadi coba menggali sedikit informasi dari Lena. "Sejauh ini belum ada kendala berarti Pak. Paling ada beberapa kendala teknis yang masih bisa diatasi." "Oke nanti siang kita bahas semuanya." "Baik, Pak." Lena hendak melangkah ke luar ruangan kerja Jayadi. "Lena!" Lena memutar langkahnya kembali dan menghadap pada Jayadi. "Ya, Pak." "Suruh Dina buatkan saya kopi seperti biasa." Jayadi duduk di kursi eksekutif sambil menyandarkan tubuh dan kepalanya. "Baik, Pak." "Agak lebih kental kopinya ya." "Baik, Pak." Lena segera bergegas ke luar ruangan. Ia melihat Wika t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status