Home / Romansa / Siasat Cinta Big Bos / Service Big Bos

Share

Service Big Bos

last update Last Updated: 2025-05-02 09:28:44

Natasya tak menyangka saat ini dia berada di sebuah kamar hotel mewah. Beberapa kali dia mengitari ruang kamar dan memandangi seluruh isi kamar hotel. Ia berdiri di dekat jendela kaca yang lebar dan memandang gedung-gedung tinggi. Gerimis turun dari atas langit kota sore itu. Natasya melihat jejak gerimis itu menyentuh jendela kaca. Rasa kagum dan kegembiraan yang tak pernah terbayangkan kini memenuhi jiwanya. Bel berbunyi, Natasya mengintip dari lubang di pintu. Dadanya berdebar kencang. Jayadi masuk setelah pintu dibukakan Natasya. Wangi parfum Jayadi seperti biasa menggoyangkan saraf Natasya.

"Kamu sudah mandi?" Jayadi bertanya sambil menghempaskan pantatnya di sofa panjang yang ada dekat jendela.

"Belum, sebentar lagi." Natasya menjawab dan kemudian tersenyum. Ia tak berani terlalu lama menatap Jayadi. Perasaan Natasya masih tak menentu bila berada dekat Jayadi. Apalagi saat ini mereka hanya berdua di sebuah kamar hotel.

"Kamu nggak mau mandi sekarang?" Jayadi berkata sambil melangkah ke mini bar dan mengambil satu minum kaleng.

"Emm, emm, iya." Natasya menjawab dengan ragu-ragu dan perasaan tak menentu.

"Nggak usah takut. Aku tak akan ikut mandi kok," kata Jayadi sambil tertawa. Ia kembali ke sofa dan meminum minuman kaleng bersoda yang baru diambilnya.

"Hehe, nggak takut kok." Natasya sedikit kaget dengan jawabannya sendiri. Lalu dia tersenyum pada Jayadi.

Jayadi membalas senyuman Natasya. "Ya udah sana mandi biar segar."

"Iya." Sedikit ragu-ragu Natasya masuk ke kamar mandi yang cukup luas itu. Kamar mandinya memiliki bathup. Wah bisa berendam nih, pikir Natasya. Baru kali ini dia masuk kamar mandi di hotel mewah seperti ini. Jangankan hotel mewah, kamar hotel murah dan sederhanapun hampir tidak pernah dia lihat.

Gadis itu kemudian melepas bajunya satu persatu. Ia menggantung pakaian yang habis dicopotnya pada gantungan baju. Tubuhnya terlihat sintal dengan kulit yang relatif putih. Tinggi seratus enam puluh tujuh dan tubuh berukuran sedang tapi padat. Ukuran tubuh perempuan muda yang cukup ideal dan mempesona. Rambutnya hitam lebat dan di bagian kening ada bulu-bulu halus rambut.

Ia berdiri di depan cermin melihat tubuhnya sendiri. Natasya melepaskan BH dan celana dalam. Ia menyaksikan tubuhnya secara utuh di dalam cermin besar itu. Natasya tersenyum sendiri dan merasa bahagia dengan seluruh bagian tubuhnya. Ia pegang payudaranya sendiri yang bulat seperti mangga. Ia elus pipinya dan juga mengusap rambutnya dengan jari-jari. Saat ia melihat bagian di antar pahanya terlihat bulu-bulu mengitari vaginanya. Natasya kembali tersenyum dan hanyut dalam perasaan mencintai tubuhnya sendiri.

Natasya kini mencoba menghidupkan air shower dan duduk dalam bathtub. Ia belum terbiasa dengan peralatan kamar mandi mewah. Ragu-ragu ia menyetel air panas dan menggenangkan air di bathup. Lalu Natasya memasukan cairan sabun pada genangan air. Perlahan ia merendam tubuh moleknya ke dalam genangan air. Natasya senyum sendiri sambil menikmati sensasi air hangat.

***

Jayadi memandangi gerimis yang menyentuh jendela kamar hotel. Sesaat kemudian dia sibuk memainkan handphonenya. Mendengar beberapa lagu barat romantis. Tiba-tiba Jayadi merasakan ada yang ganjil. Sudah hampir satu jam Natasya mandi tapi belum selesai juga. Tak sabar dan sedikit cemas, Jayadi menghampiri pintu kamar mandi.

"Natasya! Natasya!" Jayadi coba memanggil tapi Natasya tak menyahut. Suara air keran terdengar samar-samar. Jayadi kembali memanggil dengan suara yang lebih keras. "Natasya! Natasya!" Tak juga ada jawaban. "Natasya! Natasya!" Kali ini Jayadi memanggil disertai dengan ketukan keras di pintu kamar mandi.

"Ii, iyaa, bentar." Natasya menyahut. Gadis itu ketiduran sambil berendam. Buru-buru Natasya ke luar dari bathup dan melilitkan handuk di tubuhnya. Ia membuka pintu kamar mandi. Jayadi melihat dengan sedikit cemas.

"Eemm, maaf. Aku ketiduran, hehe," kata Natasya.

"Uh, bikin cemas saja." Jayadi menggerutu tapi matanya tak lepas dari memandangi wajah dan tubuh Natasya yang hanya ditutupi handuk. Sekilas payudara Natasya yang putih padat menyembul di batas handuk. Darah Jayadi berdesir kencang. Jakunnya naik turun karena ingin memeluk tubuh molek itu.

"Maaf, maaf." Natasya meminta maaf sambil tetap senyum.

"Iya, udah. Memang sudah selesai mandinya?"

"Sudah." Natasya melewati Jayadi yang masih melongo di depan pintu kamar mandi. Bau harum tubuh dan rambut Natasya seusai mandi menggelitik saraf Jayadi.

"Kamu bisa pakai pakaian yang kita beli dibutik tadi.

"Iya, eem, iya tapi kamu mau kan keluar dulu?" Natasya berkata sambil menggeser posisi berdirinya ke arah sudut kamar yang agak gelap.

Mendengar perkataan Natasya, timbul pikiran iseng Jayadi. "Nggak, aku mau di sini saja. Kan aku nggak melakukan apa-apa dan tak mengganggumu." Jayadi senyum-senyum sambil menaikkan kakinya ke atas sofa. Ia meneguk minum kaleng bersoda lagi.

"Eem, berarti aku nggak berpakaian dong." Natasya mulai sebel dengan ulah Jayadi.

"Ya udah, aku tengkurap di sofa ini saja, membelakangimu." Jayadi merasa geli dengan ide nakalnya mempermainkan Natasya.

"Iya deh, eem, tapi janji ya nggak ngintip." Natasya mulai merasa sedikit nyaman berada di dekat laki-laki yang mulai dikaguminya ini.

"Iya janji." Jayadi berkata sambil mengacungkan dua jarinya sebagai tanda akan menepati janjinya. Jayadi kemudian mengambil bantal yang ada di sofa kecil dan kemudian membenamkan wajahnya pada bantal sambil telungkup. Ia merasa geli sendiri. Ingin rasanya dia mengintip tubuh molek kesayangannya itu.

Dengan sigap Natasya memakai pakaian dalam dan kemudian memasang gaun yang tadi dibelinya di butik bersama Jayadi. Hampir setengah hari Jayadi mengajak Natasya sophing di mall dan makan di restoran mewah. Gadis itu betul-betul merasa jadi ratu seharian ini. Ini hari Sabtu yang sungguh sangat indah dan membahagiakan bagi Natasya. Tidak hanya pakaian namun sepatu juga dibelikan Jayadi. Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang mereka lakukan pada hari ini.

***

Dua hari yang lalu saat Natasya mengantar mie ayam ke ruangan Jayadi mereka janji bepergian berdua. Tiba-tiba timbul pikiran Jayadi untuk menghibur gadis itu yang kian murung karena sakit bapaknya yang tambah parah.

"Kamu mau ikut denganku hari Sabtu?" tanya Jayadi sambil mengamati wajah Natasya yang muram.

"Kemana, Pak?" tanya Natasya dengan perasaan sungkan.

"Pokoknya ikut saya kemana saja. Tapi jangan bilang siapa-siapa. Bilang sama ibumu, mau ketemu teman saja."

"Emm, baik Pak." Natasya menjawab dengan sedikit malu-malu.

"Nanti kamu saya jemput di jalan depan gang menuju rumah kontrakan kalian. Kan di pinggir jalan itu ada mini market?"

"Iya Pak. Kok bapak sudah tau tempat tinggal kami." Natasya merasa heran, Jayadi bahkan sudah tahu rumah kontrakan keluarga Natasya.

"Iya dong. Aku kan memang pintar. Haha." Jayadi merasa senang dengan perkataannya pada Natasya.

Sesuai janji dua hari yang lalu mereka bertemu dan Natasya tak menyangka Jayadi akan melakukan hal ini padanya. Seumur hidup belum pernah dia belanja pakaian-pakaian bagus dan mahal seperti ini. Begitu juga sepatu bermerek yang mungkin hanya jadi hayalan saja bagi Natasya. Sebelum pergi ke hotel Jayadi juga telah mengajak Natasya makan di restoran mahal yang sebagian besar makanannya belum pernah dicicipi Natasya.

Jayadi masih saja membenamkan kepalanya sampai dia mendengar suara Natasya.

"Aku sudah selesai berpakaian, kamu boleh buka mata." Natasya sudah tidak lagi memanggil dengan sebutan pak atau bapak pada Jayadi. Hal itu atas permintaan Jayadi tadi. Jayadi meminta pada Natasya, kalau mereka hanya berduaan, Natasya tidak diperbolehkan memanggil Pak atau Bapak. Kecuali sedang berada di kantor perusahaan Jayadi. Natasya hanya boleh memanggil Jayadi dengan sebutan Mas atau kamu saja.

"Duh cantiknya!" Jayadi berkata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan melototkan matanya pada Natasya. Natasya duduk di depan kaca sambil menyisir rambutnya yang hitam tebal dan sedikit bergelombang. Natasya hanya tersenyum mendengar sanjungan Jayadi.

"Duh aku lupa mencopot merek baju ini!" kata Natasya sambil meraba-raba merek baju yang masih terpasang di leher bagian belakang.

"Mau dibantu nggak lepaskan mereknya?" Jayadi dengan penuh semangat sambil merayu.

Natasya hanya mengangguk mendengar pertanyaan Jayadi.

Jayadi berdiri dan melangkah ke belakang Natasya. Debar jantungnya mulai meningkat saat mendekati Natasya. Apalagi saat berada persis di belakang Natasya. Harum tubuh dan rambut gadis itu mulai menyihir kesadaran Jayadi. Ia melihat wajah gadis itu dan wajahnya sendiri dalam posisi berdekatan di dalam cermin. Ia mulai memegang merek baju itu tapi matanya tak lepas dari memandangi tengkuk Natasya yang putih menggoda. Ada hasrat yang sangat sulit dibendung Jayadi. Ia ingin memeluk dan menciumi rambut Natasya. Natasya pura-pura tak memandang wajah Jayadi di depan cermin. Perasaan Natasya juga sudah tidak menentu. Namun insting perempuan Natasya membuatnya terlihat lebih tenang dan bisa mengendalikan perasaan dan hasrat seksual yang juga mulai merasuki.

Saat berusaha mencopot merek gaun yang dipakai Natasya, jari-jari tangan Jayadi menyentuh kulit leher dan rambut Natasya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Siasat Cinta Big Bos    Desa Wisata Pantai (Bag 2)

    Jayadi hanya mendengar pembicaraan Lisa, Meri, Kepala Desa dan Pak Asep. Ia malah teringat Natasya. Jayadi sedang melamun saat bersama dengan Natasya di sebuah kamar hotel. Hampir saja waktu itu dia dan Natasya kehilangan kendali. Gairah Jayadi betul-betul hampir tak tertahankan. Untung saja Natasya punya benteng pertahanan yang kuat. Ya, hampir kebobolan, itulah situasinya. Natasya dengan lembut menenangkan gejolak seksual Jayadi. Dia mengelus-elus rambut Jayadi seperti anak kecil. Natasya mengajak Jayadi pergi jalan-jalan. Akhirnya Jayadi tidak jadi ikut menginap di hotel itu. Bayangkan kalau kebobolan dan Natasya hamil. Bisa heboh Mamanya dan keluarga besar Sudarmaji. Sejagat raya pun bisa heboh. "Hai, bengong saja, kita pergi ke cottage dan istirahat." Lisa menyadarkan Jayadi dari lamunannya. Lisa memegang tangan Jayadi seakan membimbing anaknya kembali ke mobil."Iya deh, Pak. Sampai jumpa besok pagi." Meri mengakhiri pertemuan awal mereka dengan kepala desa jelang senja itu. I

  • Siasat Cinta Big Bos    Desa Wisata Pantai (Bag 1)

    "Nah kita sudah hampir sampai, Mbak. Paling sekitar beberapa menit lagi sampai" Pak Asep menunjuk arah desa yang akan mereka tuju. Sebuah desa di pinggir pantai. Mereka telah melewati beberapa desa nelayan dan kini mereka lebih banyak melihat pemandangan berupa pohon kelapa, semak belukar dan pohon-pohon bakau di pinggir pantai. Nampaknya desa yang mereka tuju agak terisolir letaknya. Lisa samar-samar mendengar suara Pak Asep karena mulai terbangun dari tidurnya. "Oh iya ya?" Lisa menanggapi Pak Asep. Meri dan Lisa memandangi pemandangan pantai yang masih banyak ditumbuhi pohon kelapa. "Kamu belum pernah ke seni Mer?" "Belum," jawab Meri sambil celingak-celinguk memperhatikan pemandangan sepanjang jalan."Ah, percuma saja kamu kuliah di Bandung. Anak pencinta alam lagi," kata Lisa dengan nada mengejek."Anak Mapala lebih banyak ke gunung tau!" Meri membalas ejekan Lisa dengan nada singit."Sekitar tiga kilo lagi kita sampai di desa itu," terang Pak Asep pada Lisa dan Meri."Pangeranm

  • Siasat Cinta Big Bos    Persengkokolan Lisa dan Bu Sudarmaji

    Jayadi merasa dijebak oleh mamanya sendiri. Ia harus menemani Lisa mencari data untuk penelitiannya di desa di daerah Jawa Barat. Masih terngiang di pikiran Jayadi, kemaren mamanya ngotot memaksa Jayadi yang menemani Lisa cari data untuk penelitian tugas akhirnya. Lisa sudah tahu tempat yang akan dikunjunginya, sebuah desa wisata pinggir pantai. Ia ingin mencari data tentang kehidupan sosial masyarakat di sana. "Mulai besok kan libur panjang tu. Hari Senin dan Selasa tanggal merah. Kamu temani Lisa cari data penelitiannya ke desa." "Tapi Ma, ada hal yang harus saya kerjakan walaupun tanggal merah." "Udah, hari Selasa malam kan udah sampai lagi di sini. Rabu saja dikerjakan." Dengan perasaan gondok, Jayadi terpaksa melaksanakan perintah Bu Sudarmaji. *** Lisa memandang Jayadi dengan senyum manis dalam kereta menuju Bandung. "Kenapa kita harus naik kereta sih? Kenapa nggak bawa mobil sendiri saja? Kitakan bisa bawa Pak Mardi atau Pak Kosim nyetir mobil. Atau aku bisa aj

  • Siasat Cinta Big Bos    Lisa Pilihan Mamaku

    "Hari ini, Lisa mau datang ke rumah, Pa." Bu Sudarmaji mengatakan itu pada Pak Sudarmaji yang sedang tiduran di kasur. Pak Sudarmaji membaca berita-berita di layar handphonennya. "Oh, iya Ma. Bagus deh. Dia belum balik ke Amerika?" "Belum, lagian dia akan lebih banyak di Indonesia. Dia kan lagi sedang penelitian untuk tugas akhir kuliahnya." Bu Sudarmaji memakai kosmetik di depan cermin besar di kamarnya. "Oo, gitu toh." "Iya, Pa. Nanti siang dia mau nemenin Mama ke tempat Mbak Aliya. Aku sama Lisa mau lihat cucu Mbak Aliya yang baru lahir kemarin. Itu tu Pa, anaknya Zaky putranya Mbak Aliya. Papa kan tahu Zaky kan?" "Tahu dong, kan udah sering ketemu. Oh, udah melahirkan istrinya Zaky ya." "Udah, Pa. Kemaren pagi melahirkannya kata Mbak Aliya. Saya dan Lisa di supermarket dulu beli kado." "Ya titip salam buat Mbak Aliya dan Mas Sartono." "Ya, nanti kusampaikan." Suara Lisa sudah terdengar masuk ke dalam rumah. "Bu, Non Lisanya sudah datang." Terdengar suara Bik S

  • Siasat Cinta Big Bos    Cleaning Service Baru

    Pagi-pagi Natasya sudah datang ke kantor. Ia telah berpakaian warna abu-abu seragam cleaning service di perusahaan milik Jayadi. Ia mulai menyapu dan mengepel di area lantai dua dan tiga gedung itu. Lena telah berpesan pada Bu Niar koordinator cleaning service agar menempatkan Natasya di lantai dua dan tiga. Lena dan Wika telah mengkaji itu, agar Natasya jarang bertemu dengan Jayadi. Biasanya Jayadi dari lobi langsung naik lift ke lantai sepuluh tempat ruangan kerjanya berada. "Hai!" Wika menyapa Natasya saat dia mau masuk ruangan kerjanya. Ruangan Wika bersama beberapa staf lainnya berada di lantai tiga. "Hai juga!" Natasya tersenyum pada Wika. "Terimakasih atas bantuannya." "Sama-sama," jawab Wika sambil tersenyum. Wika merasa lega telah membantu meringankan beban Natasya. Terlihat Natasya cukup pandai menempatkan diri. Dia lebih suka banyak bekerja dan menghindari ngobrol dengan orang-orang. Wika memang diperintahkan Bu Lena untuk mengawasi dan menjaga Natasya. "Ingat tak

  • Siasat Cinta Big Bos    Ujian Berat Jayadi

    Wika memutuskan bicara dengan Lena setelah bertemu Natasya. Ia minta bertemu Lena malam hari di sebuah kafe. Keduanya langsung berangkat dari kantor. Kebetulan tadi mereka juga lagi banyak kerjaan, jadi pulangnya sudah hampir magrib. Sebagian karyawan ada yang juga harus lembur untuk penyelesaian laporan sebuah proyek di daerah Kalimantan. "Kamu minum, apa?" "Saya minuman yang ini Bu." Wika menunjuk daftar menu yang ada. "Aku minum ini saja deh. Makanannya? Kalau aku, kwetiau, terus ini. Dan juga ini." Lena menulis beberapa daftar makanan di kertas pemesan. "Saya ini saja, dan ini, Bu." Giliran Wika mencatat pesanan makanan untuknya. Wika memberikan kertas daftar pesanan makanan mereka pada pelayanan restoran yang berdiri menunggu. "Apa yang ingin kamu sampaikan? " "Soal Natasya, Bu. Kemaren saya bertemu dengannya." "Ya, ada apa dengan dia?" "Saya kasihan melihatnya, Bu. Ia minta bantuan saya untuk carikan pekerjaan." "Terus gimana?" "Ya saya kan bingung Bu. Saya

  • Siasat Cinta Big Bos    Misi Rahasia Gunadi Bag 2

    "Nela kita harus cari pekerjaan lain untuk membantu ibu." Natasya berbicara dengan Nela saat mereka tinggal berdua di rumah. Bu Masna menemani Pak Dudid yang kini harus rawat inap di rumah sakit. Pak Dudid kemaren tiba-tiba pingsan setelah batuk-batuk tiada henti. "Kerja apa kak?" "Ya apa saja yang bisa kita kerjakan. Penting bisa menghasilkan uang. Keuangan ibu benar-benar menipis. Apalagi beberapa kali ibu harus mengeluarkan biaya untuk keperluan pengobatan Bapak. Belum lagi kebutuhan harian kita untuk makan." "Terus, kita mau kerja apa?" Nela yang masih muda menyikapi Natasya dengan polos. Seperti Natasya, Nela hanya mengerti membantu ibunya jualan mie ayam. Natasya terdiam mendengar perkataan adiknya. Tiba-tiba dia teringat Jayadi. Ia ingat janji Jayadi memberinya pekerjaan. Tapi kini situasi sudah berbeda. Ia telah terluka terlalu dalam. Ia tak mungkin lagi bertemu Jayadi. Bu Sudarmaji pasti akan lebih menghina dan merendahkannya. Ia telah bersumpah mengakhiri hubungan

  • Siasat Cinta Big Bos    Misi Rahasia Gunadi

    "Lena, bisa ke ruangan saya lagi!" Jayadi memanggil Lena lewat telepon. Baru sekitar sepuluh menit yang lalu Lena keluar dari ruangan Jayadi. "Baik, Pak." Lena bergegas menuju ruangan Jayadi kembali. Kira-kira soal apa ya, apa ada yang lupa dibahas dalam rapat tadi, pikir Lena. Lena duduk di hadapan Jayadi sambil menunggu apa yang akan disampaikan Jayadi. Sudah dua menit Lena duduk bengong di hadapan Jayadi, dia malah sibuk dengan handphonenya. "Eh, itu. Kok Bu Masna nggak buka warung hari ini ya?" Jayadi serupa orang berbisik dan menggosip pada Lena. "Oh itu, Pak." Lena tersenyum pada Jayadi. "Saya pikir ada yang lupa kita bahas dalam rapat tadi, hehe." Lena tertawa. "Ini juga penting loh, hehe." Giliran Jayadi yang tertawa. "Iya, Pak. Paham, hehe." Mereka saling tertawa. Lena sudah paham isi hati Jayadi. " Eh, Pak, waktu saya antar kue bikinan saya dan mertua ke rumah Bapak dua minggu yang lalu, Bu Sudarmaji nanyain saya, Pak." "Oh, nanya apaan, Mama saya?" Jayadi penasara

  • Siasat Cinta Big Bos    Warung Mie Ayam Bu Masna Kok Tutup

    Jayadi sampai di kantor dengan mata sedikit mengantuk. Lena telah menunggunya di depan pintu ruangan kerja Jayadi. "Pagi Pak." Lena menyapa dan langsung membukakan pintu ruangan Jayadi. "Pagi. Jadi kita meeting siang ini?" Jayadi memastikan lagi pada Lena rencana rapat nanti siang. "Jadi Pak. Semua sudah dikasih tahu." "Oke, persiapkan segala sesuatunya. Apa ada kendala dengan rekanan dan mitra kita?" Jayadi coba menggali sedikit informasi dari Lena. "Sejauh ini belum ada kendala berarti Pak. Paling ada beberapa kendala teknis yang masih bisa diatasi." "Oke nanti siang kita bahas semuanya." "Baik, Pak." Lena hendak melangkah ke luar ruangan kerja Jayadi. "Lena!" Lena memutar langkahnya kembali dan menghadap pada Jayadi. "Ya, Pak." "Suruh Dina buatkan saya kopi seperti biasa." Jayadi duduk di kursi eksekutif sambil menyandarkan tubuh dan kepalanya. "Baik, Pak." "Agak lebih kental kopinya ya." "Baik, Pak." Lena segera bergegas ke luar ruangan. Ia melihat Wika t

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status