Share

04. Belenggu

|Arga|

Suka cita masyarakat menyambut kami di kerajaan, selepas pulang. Raja Ganendra menggelar pesta sebagai hadiah kemenangan, merayakannya dengan meriah. Semua merasa senang, dan terlihat menikmati perjamuan yang diberikan, Terkecuali aku yang masih berkubang karena kepergiannya. 

Kupegang lembut kalung yang tersemat di leherku, berbandul putih berkilauan di bawah cahaya. Ya, itu adalah inti kehidupan Nehan. Sebagai majikan aku akan mendapatkan inti itu ketika hewan peliharaan sudah tiada. Inti kehidupan itu berguna agar aku bisa berubah menjadi sosok Nehan, ke wujud harimau putih.

Nehan ku makamkan di sekitaran riak sungai, agar ia bisa bermain dengan bebas di seluas hamparan. dengan keindahan alam yang masih terjaga.

◇❖❖◇ 

Tengah malam datang dan pergi, seiring menit demi menit yang berlalu, aku semakin bergerak-gerak gelisah. Tidurku tidak nyeyak, padahal aku Kecapean. Di luar masih gelap ketika aku terjaga, dibangunkan oleh suara gemeresik di ruangan. Aku menegang secara instingtif, siap bertarung. 

Aku memicingkan mata ke kegelapan.  sebuah sosok seolah mewujud dari tengah-tengah Ruangan, menetes-neteskan kegelapan dan cahaya. Aku mengenali siluet itu sebelum tubuhku sempat bereaksi. Nawang Barawa. Si tinggi ramping tampa ragu-ragu ketika melihatku, sedetik saja, tetapi aku langsung paham.

Nawang menghampiriku, derap langkahnya senyaring guntur di telingaku. Aku mendengar gesekan perak sementara dia mencabut pisau. Pisau berkilat-kilat di tengah kegelapan malam, berpendar merah karena memantulkan cahaya api. 

Dia menyeringai kepadaku, wajahnya pucat pasi, sementara dia meraih leherku untuk menarik kepalaku ke belakang. Aku ingin melawannya. Aku seharusnya meraih belati yang masih tersarung di panggulku. Namun, lengan dan kakiku tidak mau bergerak. Detak jantungku bahkan serasa melambat. Aku bahkan tidak bisa menjerit.

Keheningan nan meremukkan berpadu dengan rasa takut sehingga melumpuhkanku. Aku hanya bisa menonton. Bilah pisau menggores kulitku, hampir-hampir membakarku saking dinginnya. Dia memandangiku, rambut coklatnya kelihatan lepek di balik syal yang membebat dahinya. Kalung inti kehidupan Nehan, ia rebut dari leherku. 

Hawa dingin merambatiku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Perlahan aku ditutupi bulu-bulu harimau, gigiku bertaring, tangan dan kaki ku ditumbuhi kuku-kuku panjang,  kini aku berubah wujud menjadi Harimau putih.

"Ternyata mitos itu benar, jika inti kehidupan hewan peliharaan tidak bersama pemilik aslinya, maka pemilik asli akan berubah wujud sama persis dalam tubuh hewan pemilik inti." Nawang mencomooh, sambil matanya memandangi inti kehidupan Nehan yang berkedip-kedip di terangi cahaya bulan seiring kelap-kelip bintang. 

Mendapatkan inti kehidupan dari hewan peliharaan, bagaikan pisau bermata dua bagi para majikan, yakni anugerah dan kutukan. Anugerah, karena bisa mewarisi kekuatan dan wujud si hewan peliharaan, atau kutukan tidak bisa kembali ke wujud manusia kami jika kami kehilangan inti kehidupan itu. 

"Groaar." Aku menderu, tubuh harimauku lekas menerjangnya. Aku tidak menyangka, bawahan yang sangat ku percayai sebelumnya, berani menghianatiku. 

Nawang dengan santai menghindar, "Sekarang, kau bukan lagi pemimpin pasukan," Senyum mengerikannya merekah. 

"Apakah kau tau?!, selama ini aku sudah banyak menderita!." Dia mengusap wajah, menutup mata barang sebentar. Dia menyugar rambut pendeknya yang cepak, kelihatan jengah. Selain itu, dia gusar. Amarah mendidih dalam dirinya, menjadikan mata hijaunya menyala-nyala. 

"kau tidak mengerti bagaimana rasanya jabatan yang sangat kuinginkan selama 25 tahun hidupku, Tiba-tiba direbut oleh anak berumur 18 tahun." dia maju selangkah dengan gagah, untuk mendekatiku. Lalu menunduk, Mensejajarkan wajahnya dengan tinggiku "Jika kau ingin menyalahkan seseorang, maka salahkan dirimu yang sangat mudah terjebak dalam perangkap kami." 

Aku memelototi pria itu, air mukaku garang. "Pengawal!." panggilnya cepat. Sementara aku memperhatikannya, Nawang bergidik dari ujung jari sampai ke sekujur tubuhnya. Ketakutannya mencekam. Kemudian, dia memaksa diri untuk kembali memandangku. Dia berpijak kuat-kuat sambil berkacak pinggang. 

Pengawal datang membawa kandang, seolah sudah dipersiapkan. Mereka merantaiku, Aku merasakan borgol, yang membelenggu leherku, memenjarakanku di balik kandang terkunci. 

Aku tidak bisa bernapas.

Aku tidak bisa berpikir.

Aku tidak bisa melawan. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status