“Tuan ingin saya menyelidiki Nona Lea?” ulang Arifin.
Pria berkacamata itu hanya ingin memastikan perintah yang baru saja terlontar dari mulut Ghalib.
Ghalib terdiam sejenak dan mengangguk dengan mantap.
“Iya, benar. Kamu gak salah dengar.”
Jakun Arifin naik turun menelan saliva. Sesekali pria itu membetulkan letak kacamatanya. Bahkan duduknya terlihat gelisah.
“Maaf, Tuan. Jika tidak keberatan, ada masalah apa sebenarnya?”
Ghalib berdecak, mendongak ke atas dan terlihat melamun menatap langit-langit ruang tamunya.
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin tahu asal usulnya. Itu saja.”
Arifin mengangguk sambil mengatupkan rapat bibirnya. Padahal selama ini, Ghalib mati-matian membantu Lea. Arifin juga tahu bagaimana hubungan majikannya dengan Lea.
Tentu saja penyelidikan yang akan dilakukan Arifin ini pasti berhubungan dengan kepulangan Ghalib kemarin. Apa keluarga besarnya menol
“LEA!! Apa yang kamu katakan?” sergah Tuan Fandi.Pria paruh baya itu terkejut saat mendengar permintaan Lea. Sedangkan Lea hanya diam dan terlihat tenang sama seperti tadi.“Saya sudah menduga akan seperti ini, Om. Harusnya saya yang tahu diri dan mundur sebelum semuanya berkelanjutan, tapi saya malah menerima semua perasaan Ghalib.”“Saya yang salah.”Tuan Fandi tertegun dengan mata yang melihat Lea dengan saksama. Sementara Lea tampak semakin menunduk.“Harusnya saya tahu diri siapa saya, status saya. Maafkan saya, Om.”Lea tidak berani menatap Tuan Fandi. Air matanya sudah meluber dan dia tidak mampu menahannya lagi.Tuan Fandi membisu, jakunnya naik turun menelan saliva sambil mengamati wanita cantik di depannya.“Apa Ghalib tahu tentang keputusanmu ini?”Lea tidak menjawab, tapi sudah menggelengkan kepala. Sesekali ia menyeka air mata di sudut matanya.
“Aku menelepon Pak Jonas tadi dan tahu dari ceritanya,” imbuh Lea.Ghalib hanya diam dengan mata pekatnya yang menatap Lea. Lea tersenyum mengelus lengan Ghalib dengan lembut seolah sedang menenangkan amarah yang terpendam di sana.“Kamu masih marah pada nenekmu dan berniat mengabaikannya, kan?”Tidak ada jawaban dari Ghalib. Bibirnya terkatup dengan mata yang fokus menatap Lea.“Lalu bagaimana kalau pada akhirnya kamu menyesali ulahmu ini? Pastinya kamu berharap mengubah waktu dan tentu saja, aku yang paling merasa bersalah.”Lea menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan pelan.“Aku tidak mau menjadi orang yang semakin dibenci keluargamu, Ghalib.”Ghalib mendengkus, hidungnya kembang kempis mengolah udara. Sementara mata pekatnya kini melirik tajam Lea.“Lalu bagaimana jika itu hanya akal-akalan Nenek. Ia sudah pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya.”
Mata Ghalib sontak mengerjap dengan senyum indah terkembang di wajahnya usai mendengar jawaban Lea.Lea memperhatikan reaksinya dan langsung tersenyum.“Kenapa ekspresimu seperti itu? Apa kamu mengenal mereka?”Ghalib tersenyum cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.“Enggak. Hanya saja nama ibumu gak asing di telingaku. Sepertinya aku sudah terlalu sering mendengarnya.”“Sebenarnya nama ibuku Tatiana Kintara lalu saat menikah dengan Ayah berubah menjadi Tatiana Lesmana. Aku rasa kamu sudah pernah melihat namanya di nisan tempo hari.”Ghalib manggut-manggut sambil tersenyum ke arah Lea. Kini dia tahu kenapa nama kedua orang tua Lea tidak asing baginya. Ghalib memang sudah pernah membaca nama itu di batu nisan saat mereka bertemu di pemakaman tempo hari.Pantas saja, Ghalib merasa sudah mengenal nama itu saat Tuan Iwan menyebut kedua nama orang tua Lea tempo hari. Sayangnya Tuan Iwan
“Kenapa kalian gak bilang kalau mau ke sini?” tanya Tuan Iwan.Hari hampir pagi saat Ghalib dan Lea tiba di rumah Tuan Iwan. Mereka memang sengaja berhenti berulang kali di rest area untuk beristirahat, sehingga tiba saat hari menjelang pagi.“Iya, Paman. Kami tidak berencana ke sini tadinya, tapi karena sedang senggang dan tidak ada kesibukan. Jadi memutuskan untk menghabiskan akhir pekan di sini.”Kini Ghalib yang menjelaskan. Tuan Iwan hanya manggut-manggut kemudian menyilakan mereka untuk beristirahat. Lea langsung masuk kamarnya untuk beristirahat sedangkan Ghalib memilih berbincang bersama Tuan Iwan di ruang tamu.“Apa maksud kedatanganmu ke sini untuk melanjutkan rencanamu yang tempo hari, Ghalib?” tanya Tuan Iwan.Ghalib tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Iya, saya juga ingin mengenal keluarga Lea yang lain dengan lebih dekat.”Tuan Iwan tersenyum dengan kepala yang terus me
Seketika mata Nyonya Emilia melebar dengan mulut setengah terbuka dan ekspresi terkejut. Ia tidak menduga cucu kesayangannya akan benar-benar menentangnya kali ini.“Selamat malam.”Ghalib berpamitan dan langsung keluar dari ruangan itu. Semua penghuni di dalam ruangan semakin kebingungan dibuatnya dan tak berani bereaksi sedikit pun.Tuan Fandi melihat Nyonya Emilia dengan tajam. Sementara wanita itu hanya diam dan terlihat linglung. Tubuh wanita itu tiba-tiba limbung dan dalam hitungan detik sudah tak sadarkan diri.“MAMA!!!”Untung saja Tuan Fandi dengan sigap menangkapnya sehingga tubuh Nyonya Emilia tidak langsung jatuh ke lantai.Sementara itu Lea hanya terdiam sambil sesekali melirik Ghalib yang fokus mengemudi di sampingnya. Lea tidak menduga jika Ghalib berani menentang Nyonya Emilia dan menerima ancamannya.Lea menghela napas perlahan sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. Sedikit banyak ia merasa
“Maaf, kami terjebak macet tadi,” ucap Ghalib dengan ramah.Ia tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala memberi salam kepada semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut. Hal yang sama juga dilakukan Lea.Namun, tentu saja ulah mereka berdua membuat Nyonya Emilia marah. Wanita itu terus menatap Ghalib dengan mata menyalang dan wajah tegang. Seolah bersiap meletuskan amarah yang sudah ia pendam.Berbanding terbalik dengan Tuan Fandi yang langsung tersenyum melihat kehadiran putra dan calon menantunya. Bahkan Tuan Fandi meminta pelayan untuk membawakan kursi lagi untuk Lea.“Ayo, duduk, Ghalib, Lea!!”Tuan Fandi memberi perintah. Tak ayal mereka berdua sudah duduk berdampingan, Tuan Fandi memilih menggeser duduknya hingga kini posisinya berhadapan dengan Deasy.Sementara Deasy berserta kedua orang tuanya terlihat bingung dengan kehadiran mereka. Tuan Henry dan Nyonya Ana tampak beberapa kali saling berpandangan den