“HEH!! Apa maksudmu, Ghalib?”
Tuan Fandi terkejut dengan permintaan Ghalib dan langsung bersuara dengan keras. Sementara Ghalib terlihat lebih tenang.
Ia duduk sambil menyandarkan punggungnya ke sofa dengan mata yang melirik Tuan Fandi.
“Kemarin aku juga bilang ke Nenek. Agar mencarikan Ayah jodoh, jangan aku. Aku rasa kita lakukan saja seperti itu.”
Tuan Fandi membisu dengan bibir yang terkatup rapat. Ia memang sudah beberapa kali menikah dan berganti pasangan. Itu pun karena kesalahannya yang tidak bisa menahan hawa napsu.
Kini dia sudah tidak berkeinginan untuk berumah tangga apalagi mempunyai pasangan. Tuan Fandi hanya ingin memperbaiki hubungannya dengan Ghalib dan hidup tenang di masa tuanya. Namun, mengapa Ghalib malah memintanya seperti ini.
“Ayah masih tampan meskipun sudah tidak muda lagi. Penampilan dan postur tubuh Ayah masih menggoda.”
“Bukankah kini banyak wanita muda yang tergil
Seketika mata Nyonya Emilia melebar dengan mulut setengah terbuka dan ekspresi terkejut. Ia tidak menduga cucu kesayangannya akan benar-benar menentangnya kali ini.“Selamat malam.”Ghalib berpamitan dan langsung keluar dari ruangan itu. Semua penghuni di dalam ruangan semakin kebingungan dibuatnya dan tak berani bereaksi sedikit pun.Tuan Fandi melihat Nyonya Emilia dengan tajam. Sementara wanita itu hanya diam dan terlihat linglung. Tubuh wanita itu tiba-tiba limbung dan dalam hitungan detik sudah tak sadarkan diri.“MAMA!!!”Untung saja Tuan Fandi dengan sigap menangkapnya sehingga tubuh Nyonya Emilia tidak langsung jatuh ke lantai.Sementara itu Lea hanya terdiam sambil sesekali melirik Ghalib yang fokus mengemudi di sampingnya. Lea tidak menduga jika Ghalib berani menentang Nyonya Emilia dan menerima ancamannya.Lea menghela napas perlahan sambil menyandarkan punggungnya ke kursi. Sedikit banyak ia merasa
“Maaf, kami terjebak macet tadi,” ucap Ghalib dengan ramah.Ia tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala memberi salam kepada semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut. Hal yang sama juga dilakukan Lea.Namun, tentu saja ulah mereka berdua membuat Nyonya Emilia marah. Wanita itu terus menatap Ghalib dengan mata menyalang dan wajah tegang. Seolah bersiap meletuskan amarah yang sudah ia pendam.Berbanding terbalik dengan Tuan Fandi yang langsung tersenyum melihat kehadiran putra dan calon menantunya. Bahkan Tuan Fandi meminta pelayan untuk membawakan kursi lagi untuk Lea.“Ayo, duduk, Ghalib, Lea!!”Tuan Fandi memberi perintah. Tak ayal mereka berdua sudah duduk berdampingan, Tuan Fandi memilih menggeser duduknya hingga kini posisinya berhadapan dengan Deasy.Sementara Deasy berserta kedua orang tuanya terlihat bingung dengan kehadiran mereka. Tuan Henry dan Nyonya Ana tampak beberapa kali saling berpandangan den
Sontak Lea terdiam. Matanya mengunci Ghalib dan beberapa kali mengerjap untuk memastikan yang ia dengar ini bukan mimpi.Ghalib tersenyum, meraih tangan Lea dan menggenggamnya erat.“Aku serius, Lea. Aku tidak suka pacaran terlalu lama. Selain itu, aku juga ingin selalu di sampingmu. 24 jam, 7 hari, selamanya.”Belum ada jawaban dari Lea. Wanita cantik itu hanya bergeming di posisinya tanpa sedikit pun menjeda pandangannya.“Aku tahu kamu masih ragu mengenai keluargaku, tapi aku gak peduli. Yang menikah aku, yang menjalani hidup aku. Jadi untuk apa aku harus pedulikan mereka.”Lea mengulum senyum sambil menggelengkan kepala.“Namun, mereka yang bisa membuatmu seperti sekarang, Ghalib. Apa kamu lupa?”Ghalib tersenyum dan menggeleng. “Aku tidak lupa. Hanya saja, aku tidak akan melakukan apa yang tidak sesuai dengan keinginanku, Lea. Meski itu atas permintaan mereka.”Lea menghela n
“Kenapa kamu bisa berpikiran seperti itu, Lea?” sergah Ghalib.Ghalib selalu kesal jika Lea membahas Kenan. Kenan masa lalunya dan tidak seharusnya terus menghantui Lea.“Apa kamu merasa bersalah dengan semua yang terjadi pada Kenan? Kamu menyesal melakukan itu semua?”Lea menatap Ghalib dengan mata membola dan langsung menggelengkan kepala.“Aku tidak menyesal dengan semua yang kulakukan padanya. Dia yang lebih dulu menyakitiku. Dia yang menghancurkan semua hal yang kita bangun bersama. Aku sama sekali tidak menyesal, Ghalib.”Ghalib langsung terdiam. Helaan napas keluar masuk dengan memburu dari bibir pria tampan berdagu belah itu.Lea tersenyum, mengelus lembut lengan Ghalib sambil menatapnya dengan sendu.“Aku hanya merasa … harusnya Mas Kenan tidak secepat itu menyerah. Bisa jadi dia sengaja pura-pura mati dan merahasiakan hal ini. Kemudian menunggu waktu yang tepat untuk membalas
“Maaf, Nona. Kami tidak bisa menmberikan nama pelanggan kami begitu saja kepada Anda,” ujar seorang wanita paruh baya.Usai keluar dari kantor, Lea bersama Ghalib langsung menuju toko bunga yang dimaksud. Saat ini mereka sudah bertemu dengan pemiliknya dan Lea sedang berusaha untuk mencari tahu siapa pengirim bunga untuknya.Namun, sepertinya sang Pemilik Toko tidak bisa diajak bekerja sama dan menentang keinginan Lea.Lea mendengkus, menyugar rambut panjangnya sambil menatap wanita paruh baya di depannya itu dengan datar.“Saya tahu yang Anda lakukan demi kenyamanan pelanggan Anda. Saya sama sekali tidak menyalahkan Anda. Hanya saja orang yang saya cari ini sedang melakukan pelanggaran hukum.”Wanita paruh baya pemilik toko bunga itu tampak terkejut mendengar penjelasan Lea. Lea tersenyum manis, mencondongkan tubuh dan memberi perhatian penuh pada wanita paruh baya itu.Sesekali tatapan matanya menyapu dengan lembut
“Tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin itu Kenan,” gumam Deasy.Ia masih shock usai melihat sosok yang disinyalir Kenan. Bahkan gara-gara itu, mobil yang di belakang Deasy terus membunyikan klakson. Mau tak mau Deasy harus melajukan mobilnya.Kini ia menjalankan mobil sambil memperhatikan keluar jendela untuk mencari sosok yang mirip Kenan tadi.“Aku pasti salah lihat. Kenan sudah mati. Mana mungkin dia bisa jalan-jalan di sini.”Deasy bermonolog sendiri dan terlihat seperti orang bingung. Berulang kali Deasy menggelengkan kepala dengan kening yang berkerut. Terlihat sekali jika ia masih belum bisa mencerna kejadian yang baru saja ia alami.“Bisa jadi ia hanya mirip dan itu tadi bukan Kenan.”Akhirnya Deasy memutuskan bersuara seperti itu untuk menyakinkan hatinya. Kalau mau jujur, sampai sekarang ia masih mencintai Kenan. Hanya saja pria itu tidak pernah mau menoleh padanya.Bahkan Kenan hanya mengan