Mata Nyonya Danira melebar saat mendengar ucapan Tuan Kris. Ia tahu siapa yang dimaksud dengan putranya dalam hal ini. Tak lain dan bukan adalah Surya Lesmana, ayah dari Lea.
Hanya saja selama ini, Nyonya Danira menduga jika Tuan Kris adalah dalang di balik kematian putranya. Ia tahu betul bagaimana ambisi pria itu untuk menguasai bisnis di bidang yang sama. Namun, setelah ucapannya kali ini benar-benar membuat Nyonya Danira terkejut.
“Anda pasti terkejut, bukan?”
Tuan Kris kembali berkata dengan tawa sengau menghiasi suaranya.
“Anda pasti berpikir saya pelakunya. Saya dalangnya, tapi bukan, Nyonya.”
Bahu Nyonya Danira naik turun mengolah udara, tatapan matanya menghitam menyapu pria di depannya.
“Itu adalah musibah dan saya sama sekali tidak berpikir ke sana.”
Tuan Kris terkekeh sambil mengibaskan tangan ke udara.
“Saya tidak percaya, Nyonya. Pasti Anda penasaran mengapa tanah yang tad
“Memangnya ini undangan apa, Nek?”Nyonya Danira tersenyum samar sambil menatap ponselnya.“Sebuah pesta selebrasi yang diadakan Deasy. Nanti malam, dia akan mengenalkan dirinya secara resmi sebagai pemilik semua kekayaan Prasetya.”Lea tercengang kaget. Ia tidak menyangka Deasy akan melakukan hal ini begitu cepat. Padahal, awalnya Lea menduga jika Deasy benar-benar mencintai Ghalib, tapi dugaannya salah. Semua dilakukan Deasy untuk harta dan status semata.“Ia mengundang semua kalangan elit negeri ini, termasuk Nenek. Sayangnya, Nenek ada janji nanti malam, jadi kamu bisa mewakilinya.”Tidak ada jawaban dari bibir Lea. Ia hanya diam sambil menatap Nyonya Danira.Nyonya Danira tersenyum melihat reaksinya. Perlahan ia elus lengan Lea.“Sudah saatnya kamu yang menggantikan Nenek, Lea. Ini adalah yang diinginkan ayahmu sejak dulu. Kamu menjadi pewaris keluarga kita.”Lea terdiam. Ia
Mata wanita yang usianya tidak muda lagi itu melebar menatap Tuan Kris dengan tajam. Kemudian tak lama sebuah senyum aneh terukir di wajah Nyonya Emilia.“Kamu sedang memperingatkan aku tentang sesuatu yang sudah berlalu, Kris?”Tuan Kris hanya diam. Pria paruh baya itu menatap tajam Nyonya Emilia sambil beberapa kali menelan saliva.“Jangan main-main denganku, Kris. Semua yang telah terjadi tidak akan ada yang tahu.”“Kamu pikir setelah diriku jatuh miskin, kamu bisa dengan muda menindasku, begitu?”Tuan Kris mendengkus pelan sambil menggelengkan kepala.“Jangan samakan saya dengan Anda, Nyonya. Kalau saja Anda bukan mertua Marisa dan wanita yang sangat dia hormati. Dari dulu, saya sudah memenjarakan Anda dan membersihkan nama baik saya.”Nyonya Emilia tertawa. Suaranya sengau dan keras membuat sakit telinga yang mendengar.“Sudah kuduga, kamu memang pencundang dan selamany
“Benar, Nyonya,” jawab Tommy.Sontak ekspresi terkejut kembali terlihat di wajah wanita yang sudah tidak muda lagi itu.“Bagaimana bisa kamu simpulkan seperti itu, Tom? Bukannya bencana tanah longsor itu akibat ulah perusahaan miliknya.”“Kris yang bertanggung jawab dan aku yakin dia sengaja melakukan itu untuk mengalahkan Surya.”Tommy tampak menghela napas panjang sambil menatap Nyonya Danira dengan saksama.“Sebenarnya gampang jawabannya, Nyonya.”Nyonya Danira terdiam, matanya melebar menatap Tommy dengan bingung. “Apa?”“Bukankah selama ini kita tidak pernah menemukan mayat Tuan Surya dan Nyonya Titania di bawah sana. Apa itu tidak menjelaskan kalau mereka tidak berada di sana saat kejadian?”Nyonya Danira tidak menjawab, tapi matanya menunjukkan kecurigaan.“Maksudmu apa, Tom? Bahkan semua orang tahu jika putraku dan istrinya ada di lokas
“Memangnya menurut Ayah, aku menyembunyikan apa?” kata Ghalib balik tanya.Tuan Fandi mengendikkan bahu sambil menatap Ghalib.“Entahlah, Ayah tidak tahu. Tentang rencana semalam saja baru dadakan kamu beritahu. Jadi usai mendengar ucapanmu tadi, Ayah berasumsi kamu sudah menyiapkan rencanamu sendiri.”Ghalib mengulum senyum sambil menatap Lea yang duduk di sampingnya. Perlahan tangan Ghalib terulur dan meraih tangan Lea kemudian menggenggamnya erat.“Enggak, Yah. Aku tidak punya rencana apa-apa.”Tuan Fandi terdiam, kemudian beliau ingat dengan ibunya.“Lalu bagaimana dengan Mama? Apa seharusnya Papa jemput ke tempat Kenan?”Ghalib menarik napas dan menghembuskannya perlahan.“Usai dijemput akan dibawa Ayah kemana? Ke rumah ini? Apa Nenek mau? Asal Ayah tahu ini rumah Lea. Kita sudah tidak punya apa-apa sekarang.”Tuan Fandi tidak menjawab, tapi sudah menganggu
Kenan tersenyum sambil menggelengkan kepala. Tidak ia duga Nyonya Emilia akan memintanya melakukan hal tersebut. Padahal baru saja ia mengancam Ghalib agar menukar neneknya dengan Lea.Kini wanita ini malah mengajaknya kerja sama untuk memisahkan mereka. Sepertinya Nyonya Emilia memang tidak menyukai Lea.“Lalu … imbalan apa yang saya dapatkan jika bisa melakukan hal tersebut, Nyonya? Bukankah Anda sudah tidak punya apa-apa.”Nyonya Emilia tersenyum lebar sambil mengangguk.“Aku memang tidak punya apa-apa, tapi kamu menginginkan Lea, bukan?”Kenan terdiam. Bibirnya terkatup dengan mata yang menatap tajam Nyonya Emilia. Ternyata wanita ini tahu apa yang sedang ia inginkan.“Begitu Ghalib berpisah dengan Lea. Kamu bisa menikahi Lea lagi dan membawanya menjauh dari Ghalib. Aku tidak mau mendengar keberadaannya lagi di sekitar Ghalib.”“Bagaimana? Kamu setuju?”Tidak ada jawaba
“Jadi itu tujuanmu meneleponku, Kenan?” ujar Ghalib.Kenan hanya mengulum senyum sambil menganggukkan kepala. Sebenarnya ini ide dadakan yang tiba-tiba tercetus di benaknya saat melihat Nyonya Emilia.Kenan tidak percaya seratus persen jika Deasy akan mewujudkan impiannya untuk bersama Lea lagi. Itu sebabnya ia mengambil langkah sendiri.“Lalu, kamu pikir aku akan bersedia melakukannya?” Ghalib kembali bersuara dengan nada tegas dan entah mengapa kalimat yang dilontarkan Ghalib sanggup membuat Kenan gelisah.“Asal kau tahu, Kenan. Aku tahu kesepakatan yang dilakukan nenekku dan Deasy jika aku menolak pertunangan semalam.”“Aku juga tahu apa konsekuensi atas tindakan dan keputusanku, tapi aku sama sekali tidak berniat untuk mengubahnya.”Jakun Kenan naik turun menelan saliva. Entah mengapa jantungnya berdetak semakin cepat dari biasanya.“Rasanya kamu salah jika mengancamku seperti