“Gak ketemu, Pak?” tanya Tuan Fandi ke Pak Jonas.
Sudah hampir semalaman mereka mencari Nyonya Emilia, tapi belum juga menemukan hasil. Pak Jonas hanya menggeleng sambil menunjukkan wajah melas.
“Apa mungkin Mama kembali pulang ke rumah?”
“Saya rasa itu tidak mungkin, Tuan. Asisten rumah tangga Nyonya telah memberitahu saya jika mereka semua dirumahkan oleh Nona Deasy.”
Mata Tuan Fandi terperangah kaget mendengar jawaban Pak Jonas.
“Gila, sebenarnya apa yang diinginkan Deasy. Jangan-jangan dia mau menjual rumah itu.”
Tuan Fandi terlihat geram. Wajahnya merah padam dengan mata menyalang. Terlihat sangat kalau dia sedang menahan amarah.
“Aku khawatir terjadi sesuatu pada Mama, Pak.”
Tuan Fandi terlihat lesu dan sudah menunduk dengan wajah kuyu. Pak Jonas yang berdiri di depannya hanya diam.
“Bagaimana jika kita ke rumah Nona Deasy, Tuan. Saya yakin Nyonya ad
“Benar, Nyonya,” jawab Tommy.Sontak ekspresi terkejut kembali terlihat di wajah wanita yang sudah tidak muda lagi itu.“Bagaimana bisa kamu simpulkan seperti itu, Tom? Bukannya bencana tanah longsor itu akibat ulah perusahaan miliknya.”“Kris yang bertanggung jawab dan aku yakin dia sengaja melakukan itu untuk mengalahkan Surya.”Tommy tampak menghela napas panjang sambil menatap Nyonya Danira dengan saksama.“Sebenarnya gampang jawabannya, Nyonya.”Nyonya Danira terdiam, matanya melebar menatap Tommy dengan bingung. “Apa?”“Bukankah selama ini kita tidak pernah menemukan mayat Tuan Surya dan Nyonya Titania di bawah sana. Apa itu tidak menjelaskan kalau mereka tidak berada di sana saat kejadian?”Nyonya Danira tidak menjawab, tapi matanya menunjukkan kecurigaan.“Maksudmu apa, Tom? Bahkan semua orang tahu jika putraku dan istrinya ada di lokas
“Memangnya menurut Ayah, aku menyembunyikan apa?” kata Ghalib balik tanya.Tuan Fandi mengendikkan bahu sambil menatap Ghalib.“Entahlah, Ayah tidak tahu. Tentang rencana semalam saja baru dadakan kamu beritahu. Jadi usai mendengar ucapanmu tadi, Ayah berasumsi kamu sudah menyiapkan rencanamu sendiri.”Ghalib mengulum senyum sambil menatap Lea yang duduk di sampingnya. Perlahan tangan Ghalib terulur dan meraih tangan Lea kemudian menggenggamnya erat.“Enggak, Yah. Aku tidak punya rencana apa-apa.”Tuan Fandi terdiam, kemudian beliau ingat dengan ibunya.“Lalu bagaimana dengan Mama? Apa seharusnya Papa jemput ke tempat Kenan?”Ghalib menarik napas dan menghembuskannya perlahan.“Usai dijemput akan dibawa Ayah kemana? Ke rumah ini? Apa Nenek mau? Asal Ayah tahu ini rumah Lea. Kita sudah tidak punya apa-apa sekarang.”Tuan Fandi tidak menjawab, tapi sudah menganggu
Kenan tersenyum sambil menggelengkan kepala. Tidak ia duga Nyonya Emilia akan memintanya melakukan hal tersebut. Padahal baru saja ia mengancam Ghalib agar menukar neneknya dengan Lea.Kini wanita ini malah mengajaknya kerja sama untuk memisahkan mereka. Sepertinya Nyonya Emilia memang tidak menyukai Lea.“Lalu … imbalan apa yang saya dapatkan jika bisa melakukan hal tersebut, Nyonya? Bukankah Anda sudah tidak punya apa-apa.”Nyonya Emilia tersenyum lebar sambil mengangguk.“Aku memang tidak punya apa-apa, tapi kamu menginginkan Lea, bukan?”Kenan terdiam. Bibirnya terkatup dengan mata yang menatap tajam Nyonya Emilia. Ternyata wanita ini tahu apa yang sedang ia inginkan.“Begitu Ghalib berpisah dengan Lea. Kamu bisa menikahi Lea lagi dan membawanya menjauh dari Ghalib. Aku tidak mau mendengar keberadaannya lagi di sekitar Ghalib.”“Bagaimana? Kamu setuju?”Tidak ada jawaba
“Jadi itu tujuanmu meneleponku, Kenan?” ujar Ghalib.Kenan hanya mengulum senyum sambil menganggukkan kepala. Sebenarnya ini ide dadakan yang tiba-tiba tercetus di benaknya saat melihat Nyonya Emilia.Kenan tidak percaya seratus persen jika Deasy akan mewujudkan impiannya untuk bersama Lea lagi. Itu sebabnya ia mengambil langkah sendiri.“Lalu, kamu pikir aku akan bersedia melakukannya?” Ghalib kembali bersuara dengan nada tegas dan entah mengapa kalimat yang dilontarkan Ghalib sanggup membuat Kenan gelisah.“Asal kau tahu, Kenan. Aku tahu kesepakatan yang dilakukan nenekku dan Deasy jika aku menolak pertunangan semalam.”“Aku juga tahu apa konsekuensi atas tindakan dan keputusanku, tapi aku sama sekali tidak berniat untuk mengubahnya.”Jakun Kenan naik turun menelan saliva. Entah mengapa jantungnya berdetak semakin cepat dari biasanya.“Rasanya kamu salah jika mengancamku seperti
“Gak ketemu, Pak?” tanya Tuan Fandi ke Pak Jonas.Sudah hampir semalaman mereka mencari Nyonya Emilia, tapi belum juga menemukan hasil. Pak Jonas hanya menggeleng sambil menunjukkan wajah melas.“Apa mungkin Mama kembali pulang ke rumah?”“Saya rasa itu tidak mungkin, Tuan. Asisten rumah tangga Nyonya telah memberitahu saya jika mereka semua dirumahkan oleh Nona Deasy.”Mata Tuan Fandi terperangah kaget mendengar jawaban Pak Jonas.“Gila, sebenarnya apa yang diinginkan Deasy. Jangan-jangan dia mau menjual rumah itu.”Tuan Fandi terlihat geram. Wajahnya merah padam dengan mata menyalang. Terlihat sangat kalau dia sedang menahan amarah.“Aku khawatir terjadi sesuatu pada Mama, Pak.”Tuan Fandi terlihat lesu dan sudah menunduk dengan wajah kuyu. Pak Jonas yang berdiri di depannya hanya diam.“Bagaimana jika kita ke rumah Nona Deasy, Tuan. Saya yakin Nyonya ad
“KENAN??” gumam Nyonya Emilia.Pria berwajah manis yang tak lain Kenan itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia dalam perjalanan pulang menuju apartemennya saat melihat Nyonya Emilia di jalan tadi.“Anda masih mengingat saya.”Nyonya Emilia tidak menjawab, hanya diam sambil menatap Kenan dengan sudut matanya. Ia sudah tahu perihal ulah Kenan yang berbuat licik telah mencuri surat kepemilikan saham, tapi Nyonya Emilia tidak mengetahui mengenai keterlibatan Deasy dan Anthony.“Iya, mana mungkin aku melupakan pria selicik kamu.”Kenan langsung tersenyum usai mendengar ucapan Nyonya Emilia.“Aku tahu apa yang telah kamu lakukan ke Ghalib, Kenan. Jangan pikir, aku akan menerima bantuanmu sekarang.”Kenan mengangguk sambil menatap Nyonya Emilia dengan datar.“Baik, itu terserah Anda. Saya hanya menawarkan diri. Bagaimanapun kita pernah berhubungan baik di masa lalu.”