“Nona Deasy, sebaiknya Anda menunggu di luar. Saya sedang ada tamu,” ujar Tuan Dayu.
Bukannya pergi keluar, Deasy malah berjalan mendekat dengan senyum lebar.
“Anda salah, Tuan. Seharusnya saya yang lebih dulu masuk. Lihat nomor urut saya!!”
Deasy segera mengeluarkan nomor urut yang ia pegang dan meletakkannya di atas meja. Lea terperangah kaget. Nomor yang dipegang Deasy adalah nomor sebelum nomornya. Itu artinya harusnya Deasy yang lebih dulu menemui Tuan Dayu, bukan dia.
Namun, bagaimana mungkin Deasy melakukannya? Bukankah dia baru saja datang?
“Kamu curang, Lea. Harusnya aku dulu yang masuk, kan?”
Kini Deasy kembali bersuara dan menuduhnya curang. Lea terperangah dan spontan menggeleng.
“Aku tidak melihatmu di luar tadi, jadi ---”
“Alah … alasan. Hanya aku tinggal ke toilet sebentar saja, kamu sudah menyerobot masuk. Apa kamu benar-benar ingin menang dalam proyek
“Nona Deasy, sebaiknya Anda menunggu di luar. Saya sedang ada tamu,” ujar Tuan Dayu.Bukannya pergi keluar, Deasy malah berjalan mendekat dengan senyum lebar.“Anda salah, Tuan. Seharusnya saya yang lebih dulu masuk. Lihat nomor urut saya!!”Deasy segera mengeluarkan nomor urut yang ia pegang dan meletakkannya di atas meja. Lea terperangah kaget. Nomor yang dipegang Deasy adalah nomor sebelum nomornya. Itu artinya harusnya Deasy yang lebih dulu menemui Tuan Dayu, bukan dia.Namun, bagaimana mungkin Deasy melakukannya? Bukankah dia baru saja datang?“Kamu curang, Lea. Harusnya aku dulu yang masuk, kan?”Kini Deasy kembali bersuara dan menuduhnya curang. Lea terperangah dan spontan menggeleng.“Aku tidak melihatmu di luar tadi, jadi ---”“Alah … alasan. Hanya aku tinggal ke toilet sebentar saja, kamu sudah menyerobot masuk. Apa kamu benar-benar ingin menang dalam proyek
Sementara itu Lea baru saja tiba di kantor Tuan Dayu. Ada Ghalib yang ikut menemaninya.“Mbak, saya sudah ada janji bertemu dengan Tuan Dayu,” ujar Lea ke salah satu gadis di bagian resepsionis.“Apa Nona salah satu kandidat yang akan melakukan lelang proyek hari ini?” tanya gadis resepsionis itu.Lea mengangguk sambil tersenyum. “Iya, benar sekali.”“Kalau begitu silakan langsung saja naik ke lantai 25, Nona. Di sana semua kandidat berkumpul.”Lea langsung menganguk lagi. Ia berpamitan dan sudah berjalan menuju lift bersama Ghalib. Namun, langkah Ghalib langsung berhenti. Lea terkejut melihatnya.“Ada apa?” tanya Lea.“Aku antar sampai sini saja, ya?”Lea tampak terkejut, alisnya mengernyit dengan mata menatap penuh tanya. Melihat reaksi Lea, Ghalib langsung tersenyum.“Bukannya apa, Babe. Aku mengenal betul Tuan Dayu. Ia tidak pernah mau jika
Tidak ada jawaban dari Nyonya Emilia. Wanita itu hanya diam sambil menatap Tuan Fandi dengan kesal. Sepertinya Nyonya Emilia memang sudah tahu letak kesalahannya dimana, hanya saja ia tidak mau mengakui.“Aku mohon … Mama pulang bersamaku. Aku janji akan mengembalikan semuanya menjadi lebih baik.”Nyonya Emilia berdecak sambil menggelengkan kepala.“Memangnya apa yang akan kau lakukan? Kita sudah kehilangan semua.”“Perusahaan, rumah, aset pribadi bahkan tabungan di bank habis tak bersisa.”“Asal kau tahu, aku sudah tidak punya apa-apa sekarang.”Tuan Fandi mengangguk sambil menatap Nyonya Emilia dengan sendu.“Iya, aku tahu, Ma. Namun, apa Mama lupa? Aku dan Ghalib masih bisa bekerja. Kami masih punya teman yang bisa membantu. Rasanya tidak sulit jika memulai kembali dari awal.”“Lalu … apa kamu bisa memberiku makanan enak dan rumah yang layak sepe
Kenan mengangguk beberapa kali sambil mulai memejamkan mata. Otaknya sudah merancang sebuah rencana, tinggal eksekusi yang baik saja harus ia lakukan.Pukul enam pagi, Lea sudah terbangun. Ia tampak sibuk menyiapkan sarapan di ruang makan. Ada Ghalib yang berada di sana juga menemani.“Kok kamu ikutan bangun?” tanya Lea.Ghalib hanya mengulum senyum sambil menatap Lea dengan sendu.“Aku gak bisa tidur kalau gak ada kamu.”Giliran Lea yang tersenyum mendengar gombalan Ghalib.“Ya sudah, buruan mandi. Kita berangkat jam tujuh. Aku gak mau terlambat.”Ghalib manggut-manggut. Ia sudah bersiap kembali ke kamar, tapi tiba-tiba menghentikan langkah.“Babe, apa kamu sudah menyiapkan proposalmu? Bagaimanapun, kita harus punya senjata untuk bertemu Tuan Dayu.”Lea tersenyum sambil mengangguk.“Sudah. Aku juga sudah menelepon Nenek. Rasanya Nenek tidak keberatan. Nenek ju
“Danira Kusuma?” ulang Nyonya Emilia.Kenan mengangguk di depannya sambil menatap penuh harap. Beberapa saat, Nyonya Emilia terdiam kemudian perlahan ia bersuara.“Aku pernah dengar namanya, tapi aku tidak pernah bertemu dengannya. Memangnya kenapa?”Kenan berdecak sambil mengibaskan tangan ke udara.“Ya sudah kalau tidak kenal. Aku tanya ke yang lainnya saja.”Kenan sudah membalikkan badan dan berjalan masuk menuju kamar. Sementara itu Nyonya Emilia hanya diam sambil mengangkat dagu menatap pintu kamar Kenan yang tertutup rapat.“Danira Kusuma. Tentu saja aku mengenalnya, Kenan. Dia adalah pewaris tunggal keluarga Kusuma yang putranya aku bunuh,” gumam Nyonya Emilia.Sebuah seringai aneh terlihat dengan jelas di wajah Nyonya Emilia. Kemudian tak lama sebuah tawa aneh keluar dari bibirnya.Nyonya Emilia hanya tahu nama Danira Kusuma, tapi dia tidak pernah tahu bagaimana rupa pemil
“Tuan, ada yang mengikuti kita,” ujar Pak Jonas dari bangku kemudi.Suaranya terdengar jelas melalui intercom yang berada di dalam mobil.Seketika Ghalib menoleh ke belakang sambil memperhatikan sebuah mobil yang sedang mengikutinya dari jauh. Lea ikut menoleh kemudian menatap Ghalib.“Apa menurutmu itu Kenan?” tanya Lea.Ghalib terdiam sesaat. “Bisa jadi. Bukankah katamu kalian baru saja terlibat bersitegang tadi.”Lea mengangguk sambil beberapa kali menghela napas.“Dia tidak jera juga mengejarku.”Ghalib hanya mengulum senyum mendengar ucapan Lea.“Dia masih penasaran denganmu. Apalagi dengan penampilan kita malam ini dan ulahmu di pesta tadi.”Lea manggut-manggut kemudian kembali melihat Ghalib.“Terus kita harus bagaimana?”Ghalib tersenyum. “Kita lakukan sesuai rencana semula.”Lea ikut tersenyum. Kemudian tak l