Share

Bab 2

Author: Fahira Khanza
last update Last Updated: 2022-09-20 10:02:21

Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!

Part 2

"Jika kau merasa aku boros, hidup foya-foya dengan uang sejutamu itu, silakan atur sendiri uangmu, Mas!"

Aku langsung berlalu pergi meninggalkan Mas Rudi yang berdiri di ruang tamu.

"Selalu seperti itu! Saat suami ngasih masukan, main nyelonong pergi begitu saja!" Masih terdengar dengan jelas suara Mas Rudi hingga aku sudah meninggalkan ruang tamu.

Saat aku melangkah menuju dapur, aku berpapasan dengan ibu mertua yang baru saja keluar dari kamar. Ibu menatapku dengan kening yang berkerut, sedangkan aku hanya melirik sekilas dan melanjutkan langkah.

"Kenapa suamimu malam-malam teriak-teriak?" Ucapan Ibu seketika membuat langkahku terhenti. Aku memutar, menatap Ibu yang memasang wajah bingung.

"Bukankah itu sudah menjadi kebiasaan Mas Rudi, Bu? Kenapa Ibu seperti terheran?" jawabku santai.

Terlihat perempuan paruh baya berdaster bunga-bunga dengan lengan panjang itu memainkan bibirnya. Pertanda tak suka.

"Sebagai istri yang baik itu, mbok ya bikin hati suami tenang. Jangan banyak tingkah biar suamimu nggak marah-marah terus."

Aku mend*sah pelan, tanpa menjawab ucapan Ibu aku kembali memutar tubuh lalu melangkah pergi menuju ke dapur.

Begitu aku sampai di meja makan, kubuka tudung saji dan hanya terlihat satu baskom nasi yang kumasak tadi pagi.

Kuhenyakkan tubuhku di kursi yang mengelilingi meja makan. Kusandarkan tubuhku sembari memikirkan makanan apa yang kuolah untuk makan malam kali ini.

Selang sepuluh menit kemudian, suara derap langkah mendekat ke arahku.

"Nika, kata Rudi, besok dia berangkat lebih pagi. Jangan lupa masak makanan untuk sarapan. Ingat! Istri yang baik harus memenuhi dan menyediakan semua kebutuhan suami."

Aku menghembuskan napas berat.

Begitulah ibu mertuaku, ia selalu menuntutku untuk menjadi sosok istri yang sempurna, tapi ia lupa mengingatkan kewajiban putranya dengan semestinya.

"Iya, Bu, iya. Kenapa ibu kalau ngomong itu selalu begitu sih? Nuntut Nika untuk jadi istri sempurna, tapi kenapa ibu nggak mau kasih tau putra ibu itu agar menjadi seorang suami yang semestinya?" ucapku.

Ibu yang semula berhenti di ambang pintu pembatas antara ruang keluarga dan dapur itu lantas melangkah mendekat ke arahku.

Perempuan paruh baya itu berhenti tepat di sampingku. Aku melirik malas ke arahnya lalu kembali membuang pandanganku ke arah depan.

Sempat tertangkap dengan ekor mataku jika saat ini ibu sedang menatapku tak suka dengan kedua bola mata yang melotot sembari kedua tangan berkacak pinggang.

"Apa maksud kamu bilang gitu?! Kurang apa Rudi denganmu?!" pekik Ibu.

"Sudahlah, Bu. Sudah malam, tidurlah. Jangan emosiii aja terus bisanya. Jika tensi ibu naik terus ibu kena stroke siapa yang mau rawat ibu? Nika?"

Ibu semakin memelototkan kedua bola matanya. Setelahnya terdengar ia menghembuskan napas berat lalu menurunkan kedua tangannya dan berlalu pergi begitu saja.

Aku bangkit dari tempat dudukku, berjalan menuju ke arah kulkas yang entah masih ada apa saja isinya.

Begitu aku buka, lagi-lagi aku hanya bisa menghembuskan napas berat.

Tak ada ikan atau lauk apapun. Hanya ada sayur sawi dan sebungkus sayur sop di dalam kulkas tersebut.

Bahkan, sebutir telur pun juga tak ada.

Lantas, apa yang kumasak untuk besok? Belum lagi beras yang hanya tinggal segelas. Apa cukup kalau untuk sarapan tiga orang?

"Nika!" Tubuhku tersentak kaget saat tiba-tiba mendengar suara Mas Rudi. Kuelus dadaku yang terasa berdebar-debar.

Aku menutup pintu kulkas, lalu menolehkan kepala ke arah lelaki yang bergelar sebagai suamiku itu.

"Kenapa, Mas? Ngajak ribut lagi?"

"Ck, suami datang baik-baik malah kayak gitu!" sungut Mas Rudi.

"Besok aku berangkat pagi, jangan lupa siapkan baju kerjaku."

"Iya, Mas. Tapi maaf sekali, Nika nggak bisa kasih sarapan. Beras habis, tinggal segelas saja. Stok lauk juga habis semuanya."

Pandangan Mas Rudi beralih pada meja makan. Ia menggeser tubuhnya, diraihnya tudung saji dan diangkatnya.

"Ini kan ada nasi, bisa dijadikan nasi goreng kan?! Kagak basi juga nasinya. Selagi bisa dimakan, ya olah lagi. Kalau masih sisa terus kamu buang, rugi bandar, Nika!" ucap Mas rudi sembari mengunyah sedikit nasi yang baru saja ia masukkan ke dalam mulutnya.

Seketika aku teringat bahan makanan apa saja yang masih tersedia di dapur ini.

"Mas mau nasi goreng seafood?" Wajah yang semula tertekuk itu kini berbinar.

"Kalau mau, besok kumasakin nasi goreng seafood. Soalnya telur juga habis."

"Nah, ituh! Masih punya stok seafood! Apa jangan-jangan selama ini kamu stok ikan, udang dan lainnya hanya untuk mengenyangkan perutmu sendiri?! Kamu berikan aku dan ibuku tiap hari tempe goreng, tahu goreng, mentok pakek bakwan jagung! Ingat, Nik! Yang nyari uang itu aku, apa pantas kalau kamu bersikap seperti itu?!"

Lagi-lagi aku menghempaskan napas berat. Tanpa menjawab ucapan Mas Rudi, aku melenggang pergi begitu saja.

Sudah kesal, semakin lah dibuat kesal.

Aku melangkah menuju kamar. Kuraih gagang pintu lalu aku menyelinap masuk. Begitu kulewati ambang pintu, kututup kembali daun pintu. Tak lupa aku menguncinya.

Peduli setan dengan Mas Rudi, biarlah dia tidur di sofa atau depan tv.

Aku melangkah menuju sudut kamar yang di sana berdiri sebuah lemari yang dilengkapi kaca besar.

Aku mematut diri di depan cermin. Cekungan di leherku semakin terlihat. Tubuh yang sebelum menikah sedikit berisi, kini terlihat begitu kurus. Bahkan lingkaran hitam mengelilingi kedua mataku.

Beberapa jerawat menghiasi wajahku, ditambah kulit yang begitu kusam. Berbanding terbalik dengan keadaanku sebelum menikah dengan Mas Rudi.

Bagaimana tidak, meskipun keluargaku bukan orang kaya, akan tetapi hasil kerjaku murni untuk mencukupi keperluan pribadiku. Hanya kusisihkan beberapa lembar uang seratus ribuan untuk kuberikan pada ibuku.

Aku meraba kulit wajahku yang terlihat begitu menyedihkan, seketika aku teringat ucapan demi ucapan Mas Rudi sebelum kuterima pinangannya.

"Impianku, setelah menikah kita bisa hidup berdua. Aku pengen kamu selalu menyambut kepulanganku dari tempat kerja. Aku tak ingin kamu capek-capek bekerja. Gajiku lumayan besar, setidaknya sebulan aku bisa bawa pulang tujuh juta, aku yakin uang segitu cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah dan untuk biaya perawatan kamu nantinya."

Brak!

Brak!

Brak!

"Nika! Buka pintunya!" Teriakan dan gedoran pintu seketika membuatku kembali dari ingatan masa laluku.

Aku menolehkan kepala, gagang pintu itu bergerak naik turun. Mas Rudi tengah berusaha membuka pintu yang terkunci itu.

"Nika! Buka pintunya!"

Lagi, teriakan suamiku diiringi oleh gedoran pintu kembali memekakkan gendang telinga.

Bergegas aku melangkah menuju ranjang lalu kuhempaskan tubuhku di pembaringan, dan setelahnya kututupi kedua telingaku dengan bantal hingga tak bisa lagi mendengarkan suara teriakan dan gedoran pintu itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Nika malangnya nasibmu
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 64. Ending

    "Ibu senang sekali melihat hubungan kalian kembali bersatu. Nika, ibu ucapkan terima kasih banyak atas kesempatan yang kamu sudah kamu berikan untuk Rudi," ucap Darmi setelah terjadi perbincangan di antara mereka. Ya, Nika telah menceritakan semuanya pada mertua dan juga iparnya. Rasa haru dan bahagia menyelimuti saat ini. "Rud, jangan pernah membuat kesalahan yang sama. Andai itu terjadi, maka Mbak sendiri yang akan mengantar Nika ke pengadilan agama untuk menggugat cerai kami." Ucapan Reni bernada ancaman. "Ish! Sebenarnya adik Mbak itu aku apa Nika sih? Kok dari dulu berpihak sama Nika dibanding Rudi. Lah itu malah mau bantu Nika gugat cerai aku." Rudi bersungut-sungut. "Mbak berpihak pada yang benar lah. Enak aja!" Ucapan Reni disambut lengkungan senyum oleh Nika. Perbincangan itu terasa begitu hangat, sudah selayaknya seperti sebuah keluarga yang bahagia. Hingga akhirnya Nika melayangkan satu pertanyaan pada sang Mertua. "Ibu, kita balik ke rumah Mas Rudi ya. Kita tinggal ba

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 63

    Kali ini lengkungan senyum tak bisa sirna dari bibir lelaki itu. Entahlah, dia sangatlah bahagia dengan kesempatan kedua yang diberikan oleh sang istri. "Terima kasih, Nik. Mas janji, tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang kamu berikan. Terima kasih, terima kasih banyak ...." Rudi berucap dengan air mata yang terus bergulir. Air mata yang mengisyaratkan suatu kebahagiaan yang luar biasa. Nika mengangguk, ada yang menghentak di dalam batinnya saat melihat respon sang suami yang seperti ini. Ya, ini adalah kali pertama Nika melihat Rudi yang bersimbah air mata. Nika mengulas senyum, setelahnya Rudi meraih tangan kanan Nika lalu dibawanya mendekat ke bibir. Rudi mengecup beberapa kali punggung tangan itu. "Sudah, Mas. Jangan begitu, malu dilihat orang ...."Rudi mengusap wajahnya dengan kasar. Setelahnya ia kembali tersenyum. "Kamu dan Kevin ikut Mas pulang, ya. Rumah terasa begitu tak nyaman dan hampa setelah kepergian kalian." Nika mengangguk."Tapi besok pagi saja ya, Mas. Ka

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 62

    "Tak perlu risau, Nduk ..., pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu. Bahkan, Bapak yang akan menjemputmu jika kamu menginginkannya ...." Ada yang bergetar di dalam sudut hatinya saat mendengar kalimat itu keluar dari bibir Sang Ayah. Ada suatu harapan yang tersorot dari kedua manik hitam itu. Ya, bagaimana pun juga Nika sadar jika setiap orangtua menginginkan kelanggengan dalam rumah tangga yang dibina oleh sang anak. "Kamu mau mendengarkan alasan dari Bapak Nduk kenapa Bapak memintamu memberikan kesempatan untuk Suamimu?" Nika mengangguk dengan patah-patah. Satu patah kata pun tak keluar dari bibir itu. Entahlah, lidah Nika terasa begitu kelu. Hingga tak mampu untuk berucap sedikit pun. "Bapak tau, kamu tidak akan seperti ini jika suamimu tidak keterlaluan. Bapak lihat, dia begitu menyesali sikapnya selama ini, Nduk. Bapak yakin, suamimu pasti akan berubah ....""Tapi, Pak. Sebelumnya Nika sudah memberikannya pelajaran, Pak. Dengan tidak mau mengurus keperluannya. Nika piki

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 61

    "Bapak, Ibu, Rudi pamit dulu. Rudi nitip Nika dan Kevin di sini, ya, Bu, Pak. Maaf, jika Rudi masih saja merepotkan Bapak dan Ibu ...." Rudi mengucapkan kalimat itu dengan rasa sesak yang luar biasa. Tertangkap dengan jelas sebuah keseriusan pada sorot mata yang terpancar pada kedua netra Rudi. Bahkan, kedua kelopak mata lelaki itu terlihat berkaca-kaca. "Tenang saja. Tanpa kamu bilang pun Bapak dan Ibu akan menjaga Nika dan juga Kevin dengan baik.""Rudi janji, Pak. Rudi akan membawa kembali Nika dan juga Kevin. Rudi minta restu sama Bapak dan Ibu ...." Suara Rudi kali ini terdengar bergetar, seiring rasa gemuruh di dalam dada yang begitu ia rasa. "Boleh Bapak bertanya sesuatu?" Rudi mengangguk. "Duduklah ..., sebentar saja," titah Gunawan yang direspon gerakan anggukan kepala oleh Sang Menantu. Rudi pun lantas menuruti perintah sang bapak mertua. Hingga akhirnya Rudi dam Gunawan duduk bersebelahan. "Sebenarnya ada masalah apa di antara kalian? Sejauh ini, Nika belum mencerita

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 60

    [Kepergian kalian bukan hanya menjadi cobaan untukku. Melainkan suatu hukuman yang sangat lah menyiksaku. Tolong ... berikan aku kesempatan untuk menjadi suami dan ayah yang baik untuk kalian. Aku berjanji, setelah ini, akan kulakukan kewajibanku dengan sebagai mana mestinya. Aku sadar, aku salah. Oleh sebab itu, berikan aku kesempatan satu kali lagi. Sungguh ... aku benar-benar menyesal. Nik, tolong terima uang pemberianku ini sebagai bentuk nafkah untuk kalian. Meskipun aku tau, tanpa aku, kalian bisa hidup jauh lebih bahagia dan bisa mencukupi semuanya ....Tertanda, Rudi ]Nika membaca dengan seksama setiap coretan tangan yang ditulis oleh suaminya. Ada yang bergetar di dalam hatinya. Akan tetapi, seketika otaknya kembali bekerja. "Sampai kapanpun, orang pelit tidak akan pernah berubah." Nika membatin, kembali meyakinkan dirinya sendiri. Setelah secarik surat itu ia baca, bergegas ia melipat kembali kertas tersebut. Setelahnya, ia memasukkan kembali ke dalam amplop itu bers

  • Silakan Atur Sendiri Uangmu, Mas!   Bab 59

    "Bapak? Bapak kok ada di sini?" Bergegas Rudi meraih tangan kanan lelaki yang wajahnya telah dipenuhi oleh keriput itu. Lalu, diciumnya punggung tangan sang mertua dengan takdzim."Iya, baru saja tiba. Mau jemput Nika ...."Deg!Seketika jantung Rudi seperti terpacu lebih kuat lagi. "Jemput Nika?" Rudi berucap hanya dengan gerakan bibir, tanpa suara. "Ma–maksud Bapak jemput mau dibawa kemana, Pak? Rudi ke sini mau jemput Nika dan Anak Rudi juga ...." Gunawan menghela napas berat. "Bicaralah dulu dengan Nika, kalau ada masalah, bicarakan dulu dengan baik-baik dan kepala dingin ...," titah sang bapak mertua yang dibalas anggukan oleh Rudi. Gunawan menggeser tubuhnya, memberikan ruang bagi Rudi untuk melangkah masuk ke dalam rumah. "Namanya rumah tangga pasti ada permasalahannya. Semoga anak kita menemukan solusi yang terbaik ....""Aamiin ...," sahut Darmi dan Reni secara serempak. Kali ini Darmi bernapas lega, sebab memiliki besan yang memiliki pemikiran yang bijak. Reni dan D

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status