Share

Rana Syadila

last update Last Updated: 2024-04-19 22:45:28

Ini sudah hari keempat, demam Aisyah tak kunjung menurun. Bahkan kali ini tubuhnya lebih lemas dari kemarin. Ilyas yang merasa khawatir melihat istrinya tak berdaya, langsung membopongnya ke dalam mobil. Ia membawa Aisyah menuju rumah sakit terdekat untuk diperiksa kondisinya. 

Sesampainya di RS, Ilyas menunggu antrian untuk pemeriksaan. Ia menggenggam tangan Aisyah dengan erat. Perempuan cantik itu tidak sampai hilang kesadaran, tubuhnya hanya terasa begitu lemas dan tak bertenaga. Setelah tiba giliran Aisyah diperiksa, dokter menanyakan gejala aa saja yang Aisyah rasakan.

"Hm, mohon maaf, Ibu, Bapak, bagaimana jika ibu dicek lab dulu? Untuk memastikan sakit beliau dengan gejala yang sudah disebutkan tadi.."

Aisyah dan Ilyas saling berpandangan, "Gimana, Ais?"

"Ais takut mas..."

"Hanya cek darah saja kok, Bu. InsyaAllah tidak akan sakit ataupun menakutkan," Ujar sang dokter ramah. 

"Sayang... Nanti mas temani ya? Kita ikuti instruksi dokter, oke?"

Aisyah akhirnya luluh dengan sikap Ilyas yang mampu menenangkan dirinya. Dokter pun meminta perawat untuk mengantar Aisyah dan suaminya ke ruang laboratorium. 

"Mas gimana kalau nanti ternyata aku sakit aneh-aneh?" Geming Aisyah khawatir. 

"Ssst..  Ndak boleh suudzon sama takdir Allah. Kita harus selalu khusnudzon ya, sayang. Kan ada mas yang bakal terus nemenin Aisyah... " 

Aisyah mengangguk pelan, "Nanti temenin ya pas diambil darahnya... "

Ilyas tersenyum sembari mengelus kepala istrinya lembut. 

Sesampainya di ruang laboratorium, perawat yang mengantar Ilyas membukakan pintu. Mereka masuk bersamaan dan menemui tiga orang analis yang bersiaga di sana. 

"Saya membawa pasien untuk cek darah lengkap. Tolong dibantu ya, mbak," Ujar perawat pada salah satu analis. 

"Siap, pasiennya yang mana, sus?"

"Istri saya, mbak.." Jawab Ilyas sembari menunjuk istrinya. 

"Baik, silakan ibu duduk di sini... "

Aisyah lalu duduk di kursi sofa sembari menggulung lengan bajunya. Sementara perawat yang tadi bertugas mengantar Aisyah langsung pamit untuk mengerjakan pekerjaan yang lain. Ilyas masih setia menemani Aisyah sembari mengucapkan kata-kata yang mampu menenangkan istrinya. 

Tak lama dalam mempersiapkan alat suntik, analis itu kemudian melakukan beberapa prosedur seperti menggunakan tourniqoet sebagai pengikat lengan bagian atas. Kemudian membersihkan bagian bawah lengan yang akan disuntik. 

Kegiatan itu berlangsung cukup cepat. Aisyah sesekali meringis ketika ia merasakan jarum suntik memasuki pembuluh darahnya. 

"Sudah selesai. Hasil labnya bisa ditunggu di luar ya, Pak, Bu. Sekitarima belas menit akan segera keluar hasilnya," ujar sang analis ramah. 

Aisyah dan Ilyas akhirnya menunggu di depan lab, hati Aisyah sedikit porak poranda karena ini kali pertamanya untuk cek darah. Namun kekhawatiran itu juga dirasakan Ilyas, Ia hanya bisa terus menenangkan sang istri bahwa semuanya akan baik-baik saja. 

Sekitar lima belas menit berlalu, salah satu analis dari ruang laboratorium tadi menyerahkan hasil dengan sikap ramah. Ia mengatakan agar hasil ini diberikan pada dokter yang menanganinya. 

Ilyas dan Aisyah berterimakasih atas kebaikan sang petugas medis dan langsung bergegas hendak menemui dokter yang memeriksa mereka sebelumnya. Namun sebelum masuk ke ruang dokter, seorang perempuan muda dengan busana dokter menyapa Ilyas. 

"Ilyas??" Perempuan itu memberikan senyum sumringah pada lelaki yang ia kenal sejak SMA dulu. 

"Hei. Rana?"

"Hai! Ternyata kita ketemu lagi di sini ya? Kamu ngapain di sini?"

"Hehehe, i... Ini, Ran... Aku.. "

"Mas Ilyas sedang mengantar istrinya periksa, Mbak. Kenalkan, saya Aisyah, istrinya Mas Ilyas.." jawab Aisyah sembari mengulurkan tangannya yang masih terasa ngilu usai disuntik tadi. 

"Oh, maaf mbak.. Saya Rana Syadila, teman SMAnya Mas Ilyas." Jawab canggung perempuan dengan rambut yang menjuntai indah itu. 

Aisyah hanya mengangguk, "kami permisi dulu, Mbak. Ayo, Mas!" Aisyah langsung menarik tangan Ilyas. Ia merasa perempuan di hadapannya itu terlalu berlagak manis dengan statusnya yang hanya teman SMA. Ilyas juga tidak menolak ajakan Aisyah, ia hanya melambaikan tangan pada Rana dan mengantar Aisyah ke dalam. 

Setelah dokter memeriksa hasil lab Aisyah, dokter mengatakan bahwa hasil tes darah Aisyah semuanya bagus, "Bu Aisyah, apakah kegiatan ibu sebelum sakit begitu sibuk?"

"Iya, Dok. Kebetulan di perusahaan saya sedang banyak event untuk diselesaikan," ujar Aisyah lembut. 

"Hem, waktu tidur Ibu apakah tercukupi?"

"Dua minggu terakhir ini saya tidur hanya sekitar dua jam sehari, Dok," jawab Aisyah lagi. Ilyas yang biasanya membantu Aisyah menjawab pertanyaan dokter, sekarang ia diam seribu bahasa, sejak masuk ke ruang dokter ini, ia membawa pikirannya melayang pada hal lain. 

"Nah, berarti kondisi Ibu saat ini bisa disebabkan karena kelelahan yang berlebih, Bu. Dari hasil tes lab Ibu, tidak ada masalah. Semuanya bagus dan normal. Ini berarti daya tahan tubuh Bu Aisyah sedang menurun karena terlalu memforsir tubuh. Ibu minum air sehari biasanya berapa banyak bu?"

"Saya lupa, Dok, hehe. Dari saking sibuknya, paling saya minum hanya sebotol air mineral sedang sehari.. "

"Hmm.. Sebenarya tidak masalah jika banyak kegiatan dalam pekerjaan kita, Bu. Selama kita bisa mengatur amunisi makanan bergizi dan istrahat yang cukup untuk tubuh kita.. InsyaAllah daya tahan tubuh kita akan lebih baik. Sesekali juga ibu perlu mengonsumsi vitamin.."

"Begitu ya, dok..."

"Saya kan berikan resep beberapa obat. Silakan resep ini ditebus di apotek depan dan dikonsumsi sesuai instruksi yang tertulis. Jika selama tiga hari belum ada perubahan, ibu bisa kembali lagi ke sini untuk pemeriksaan lanjutan... "

"Baik, dok... "

Sang dokter pun menuliskan beberapa nama obat di sebuah kertas dengan kop nama Rumah Sakit. Aisyah melihat ke arah Ilyas, sedari tadi suaminya itu bengong terus. Ia kemudian menyikut lengan sang suami. 

"Kamu kenapa sih?" Tanya Aisyah heran, ia memerankan suaranya agar tak begitu mengganggu dokter yang sedang menulis resep. 

"Ga... Gak papa, Ais. Mas mau ke kamar mandi dulu ya?" Jawab Ilyas tak kalah pelan. 

"Loh, mas. Ini udah tinggal nunggu dokternya nulis resep loh.. Tahan bentar nanti kita keluar ruangan bareng," Pinta Aisyah pelan. 

"Nanti kamu tunggu mas di apotek depan saja. Mas udah ga tahan ini. Tunggu di sana ya..." Ujar Ilyas lalu berbalik pergi. 

"Kok suaminya pergi duluan, Bu?" Tanya sang dokter sembari menyerahkan resep obat pada Aisyah. 

"Hehehe, mau ke kamar mandi katanya, Dok. Kalau begitu resepnya saya terima ya, Dok. Terimakasih banyak."  Aisyah tersenyum manis ada dokter perempuan yang sudah paruh baya itu. Ia berjalanan perlahan dengan tubuhnya yang lemas. Jika Ilyas tidak keburu pergi, Aisyah tidak perlu khawatir sebab suaminya itu akan menuntun Aisyah berjalan perlahan sebab kondisi tubuhnya masih lemas. 

Lima belas menit Aisyah berjalan perlahan, akhirnya ia sampai juga di apotek yang jaraknya sebenarnya bisa dijangkau dalam jarak tujuh menit berjalan normal. Aisyah belum melihat tanda-tanda kehadiran Ilyas. 

"Dia ke kamar mandi ngapain sih? Masak selama ini?" Ujar Aisyah cukup kesal. Ia kemudian memberikan resep obat pada resepsionis apotek. Sembari menunggu, Aisyah memilih duduk di kursi yang disediakan di sana. Ia mengambil handphonenya dan memanggil nomor Ilyas, tapi nihil, tak ada respon sama sekali. 

Sampai obat Aisyah selesai diambil dan dibayar, Ilyas belum juga muncul. Aisyah tetap duduk di bangku apotek sebab Ilyas memintanya menunggu di sana. Kepalanya mulai terasa pusing, ia belum makan apapun sejak datang ke RS ini. 

Aisyah mencoba menelpon Ilyas lagi, tapi tak jua diangkat. Waktu sudah berlalu tiga puluh menit sejak Aisyah duduk di apotek. Kepalanya makin pusing. Ia melihat sekeliling, lalu samar-samar matanya menangkap pemandangan yang entah bagaimana cukup mengiris hatinya. 

Tidak jauh dari apotek, suaminya sedang tertawa begitu akrab dengan seorang perempuan berjas putih. Itu perempuan yang ia temui tadi, teman SMA Ilyas. Mereka menikmati makan bakso berdua. Aisyah merasa hatinya dihujam ribuan bebatuan. Tanpa pikir panjang, ia memesan taksi online lalu pulang dengan kemarahan yang tak terkira. 

"Bunda.. Aku mampir ke rumah ya, kangen masakan bunda.. " Tulis Aisyah di kolom chat pada Ibu kandungnya. Aisyah mengirim pesan itu dengan hati yang cukup remuk. 

"Tega ya mas? Istrimu lagi sakit, belum ada sesuap makanan yang masuk dalam perutku, tapi kamu malah dengan santainya makan berdua dengan perempuan lain.. Apa apa sebenarnya denganmu, Mas? Siapa perempuan itu?" 

Kalimat itu bergaung di pikiran Aisyah dengan air mata yang mengalir perlahan. Tiba-tiba bayang-bayang ketakutan atas kehilangan Ilyas bergema di hatinya. Ia makin tersedu. Rasa cinta yang ia bina dua tahun ini, rasanya tak akan mampu jika ia harus kehilangan lelaki yang telah menjadi rumah untuk segala ceritanya itu. 

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Silakan Ceraikan Aku, Tapi Bayar Dulu Utangmu   Takut

    Ilyas datang ke rumah Rana tepat ketika senja mulai tenggelam. Di tangannya kini penuh dengan barang-barang bermerk yang sengaja ia beli untuk membuat Rana senang.Ilyas memarkir sepeda motornya di garasi samping rumah Rana. Selain memberi barang, Ilyas juga membelikan beberapa makanan kesukaan Rana.Bi Rumi dengan sigap membantu Ilyas membawa barang-barang itu. Melihat kedatangan Ilyas dengan seluruh bawaannya membuat hati Rana senang."Kamu gak naik mobil, Yas?" tanya Rana penasaran."Dibawa Aisyah, Ran. Ck, dia masih marah sama aku gegara masalah kemarin.. " ujar Ilyas lalu mendekati Rana, ia duduk di depan perempuan cantik itu.Rana mengangguk, "Ini kamu bawa apa aja sih kok banyak banget?" ia mengalihkan pembicaraan."Kemarin kan aku janji mau beliin baju-baju buat kamu. Coba kamu lihat dulu deh, suka gak?"Rana pun membuka satu per satu bingkisan yang Ilyas bawa. Dia suka semua barang-barang itu. Ilyas memang selalu bisa memahami kesukaan Rana.Keriangan Rana membuat Ilyas begit

  • Silakan Ceraikan Aku, Tapi Bayar Dulu Utangmu   Retak

    Usai mendapat telepon dari Rana, pagi Ilyas dipenuhi rasa semangat. Berbeda dengan Aisyah yang memulai pagi masih dengan rasa pilu.Meski begitu, Aisyah tetap melakukan kewajibannya. Dia menyiapkan sarapan untuk Ilyas sebelum berangkat sekolah. Bedanya, ia tidak sedikit pun memulai pembicaraan.Ilyas yang melihat Aisyah menyiapkan makanan, senyumnya mengembang begitu sumringah. Ia mendekati sang istri laiknya tak terjadi apapun."Hai cantik.. masak apa nih?" ujarnya sembari mendekati Aisyah.Perempuan bermata cokelat itu merasa tak nyaman, risih dengan perilaku Ilyas. Bukankah harusnya dia berkata "Sayang? maafin aku... " begitu?Aisyah tak menjawab ucapan Ilyas, ia tak berminat untuk berbicara pada lelaki yang membuat perasaannya gundah itu.Menyadari sikap Aisyah yang berbeda, Ilyas langsung menghembuskan napas berat. Ia tidak ingin memperpanjang persoalan, terlebih ketika hatinya sedang bahagia pagi itu.Maka Ilyas hanya mengecup pipi Aisyah, lalu bergegas ke meja makan tanpa menga

  • Silakan Ceraikan Aku, Tapi Bayar Dulu Utangmu   Tidak Mau Diduakan

    Ilyas mendengus kesal, segala ucapannya tak ada yang mendapat respon dari sang istri. Ia bingung harus melakukan apa lagi untuk membuat sang istri mempercayainya kembali?"Kalau kamu diam gini, aku bingung harus apa, Ais.." ujar Ilyas penuh penekanan.Aisyah hanya menangis, ia makin terisak. Sakit hati yang ditorehkan Ilyas begitu memilukan. Ilyas tak tahan lagi, dia akhirnya melontarkan satu kata yang membuat istrinya makin pilu."Yaudah, Ais. Terserah kamu aja," tukas Ilyas sembari meninggalkan kamar.Ilyas yang biasanya tidak akan pernah menyerah untuk membujuk Aisyah saat marah, kini telah berbeda sebab ada pembanding yang ia anggap lebih baik.Aisyah meringkuk dalam tangis dan kesalnya. Kali ini, ia akan membiarkan dirinya sendiri. Tenggelam dalam tiap air mata yang mengalir deras. Membiarkan seluruh kejadian malam ini berjalan laiknya air mengalir."Aku akan membiarkan kamu untuk kali ini, Mas. Biasanya, kamu akan terus memelukku sampai aku selesai menangis dan mau menceritakan

  • Silakan Ceraikan Aku, Tapi Bayar Dulu Utangmu   Cinta Buta

    Aisyah menghela napas berat, "Kalau begitu, pulang sekarang, dan jangan pernah lagi datang ke tempat ini!" tegas Aisyah dengan hati yang masih membara.Ilyas langsung mematung, ia tidak menyangka istrinya akan meminta hal seperti itu. Bukankah biasanya istrinya berhati begitu lembut? Bagaimana pun dia membiarkan dirinya tidak lagi datang ke sini sedangkan Rana masih dalam kondisi tidak baik?Melihat suaminya yang hanya diam merenung, Aisyah menekankan kembali perkataannya, "Kamu kan yang minta aku membuat permintaan? Kamu bilang akan mengabulkan semuanya, tapi kenapa diam aja, Mas? Gak bisa menerima?!"Ilyas langsung tersedar dengan ucapan Aisyah, "Eng-enggak gitu, Ais. Aku cuma memikirkan.. kalau aku gak boleh ke sini lagi, bagaimana aku bisa menebus kesalahanku pada Rana?" tanya Ilyas memelas.Aisyah mengernyitkan dahinya, "Itu urusanmu, Mas. Kenapa kamu bertanya hal itu padaku? Kamu harus tahu, Mas. Aku gak peduli, mau kamu bisa balas budi atau enggak. Lagi pula menurut aku apa yan

  • Silakan Ceraikan Aku, Tapi Bayar Dulu Utangmu   Kebodohan Ilyas

    Hampir seharian penuh, di hari libur itu, Ilyas mendedikasikan waktunya untuk Rana. Dia menghibur perempuannya yang sedang pilu. Semua orang di rumah besar itu tahu akan kehadiran Ilyas, termasuk Yusuf dan Arka.Anak kecil itu sempat mendatangi Rana, ia memeluk ibunya dengan kesedihan mendalam. Ilyas hanya diam, dia tidak suka Arka. Jika bukan karena menjaga hati Rana, ia pasti akan mengusir anak dari lelaki yang telah merebut kekasihnya itu.Arka lagi-lagi tertidur usai menangis di pangkuan Rana. Perempuan itu meminta bantuan Yusuf untuk menidurkan putranya di kamarnya sendiri."Maaf, Nyonya. Ini hari pertama Tuan Eza meninggalkan Anda. Saya rasa bukan hal yang sopan jika ada lelaki lain yang terus mendampingi Anda di sini," ujar Yusuf berani, dia geram melihat perilaku Rana yang membiarkan Ilyas di sisinya di hari duka suaminya.Rana berdecak kesal, "Jangan ikut campur, Suf. Urusan saja urusanmu sendiri!"Yusuf menatap Rana tajam, "Tuan Eza sangat mencintai Anda, Nyonya. Bukankah An

  • Silakan Ceraikan Aku, Tapi Bayar Dulu Utangmu   Keputusan Salah

    Prosesi pemakaman Eza berjalan lancar. Banyak orang yang datang untuk mengucap duka. Aisyah terus menemani Rana yang kini tak banyak bicara. Perempuan itu tak bisa menutupi kekacauan dirinya. Arka yang sejak tadi digendong Yusuf juga tak kalah murung. Anak kecil itu pintar, dia sudah tahu makna kata meninggal. Pergi selamanya, dan tak lagi bisa bertemu. Ia sama sekali tak mendekati Rana, sebab Yusuf memeluknya erat. Kondisi Rana saat ini juga tidak stabil, Yusuf khawatir, Arka hanya akan jadi pelampiasan emosi Rana. "Kamu pulang aja, Ais," lirih Rana sembari menatap perempuan berjilbab yang menemani Rana sejak tadi. Tatapannya kosong, kilatan harapan yang biasanya merona tak lagi ada di sana. "Aku masih ingin nemenin kamu, Rana... " ungkap Ais yang juga menatap wajah pucat Rana. "Aku ingin sendiri," Rana memalingkan wajah, ia tidak bisa mengekspresikan diri dengan bebas ketika ada Ais. Ia malu untuk menampakkan sisi buruknya di depan perempuan yang begitu sempurna di mata Rana.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status