"Tolong lepaskan aku, Ais. Aku hanya mencintai Rana.. " "Bayar dulu hutang-hutangmu, Mas." "Jika sudah, kamu mau melepaskan aku kan?" "Ya, hanya saja.. jika itu terjadi, kamu sungguh berhutang surga padaku. Harusnya kau selalu menjadi tempat aku merindukan surga.. " "Maaf, Ais. Aku tidak bisa merakit kisah sejuk itu bersamamu. Sebab perasaan itu.. hanya bisa aku berikan untuk Rana.. Aku tidak ingin terus menderita Ais.." Air mata Aisyah menetes begitu pilu, "Dan aku harus menanggung sendiri atas derita yang kau torehkan, begitu kah?" Ilyas diam, ia menunduk begitu dalam, ucapan Ais berhasil membuatnya merasa jadi lelaki yang sempurna kebrengsekannnya. Tapi dia tidak peduli. Ia hanya ingin hidup bersama Rana dan akan melakukan apapun untuk itu.
Lihat lebih banyakHening begitu mencekam ruangan kecil itu, Aisyah dan Ilyas diam seribu bahasa. Penyesalan mendalam begitu mencengkram hingga tampak di wajah Ilyas. Lelaki itu akhirnya berani mengutarakan perasaannya yang terpendam selama ini.
"Maafkan aku, Ais... ""Cukup, mas!!" Aisyah yang sedari tadi menahan amarah akhirnya mengeluarkan suara. Hatinya terlampau sakit, selama dua tahun pernikahan suaminya selalu memperlakukan dia dengan baik. Meski Allah belum memberikan rezeki keturunan untuk mereka, tapi suaminya tak pernah mempermasalahkan itu. Mereka hidup harmonis, siapa sangka harus menemui masalah tragis begini."Jadi ini sebabnya setiap kita berhubungan kamu tidak pernah menatap mataku dengan penuh kasih? Sekali menatapku, kamu menyebut nama "Sweety"? Ternyata itu sebutanmu untuk perempuan jalang itu, hah?!" Aisyah marah besar, hatinya pilu. Lara yang ia dapat begitu memukul nurani."Jaga kata-katamu, Ais! Aku tau kamu kecewa, tapi mulutmu itu tidak pantas menyebut Rana seperti itu!" bela Ilyas dengan tatapan tajam. Lelaki itu memang brengsek, ia telah menyakiti hati Aisyah, dan kini masih berani menambah lukanya secara terang-terangan.Aisyah tertawa sinis dengan pembelaan suaminya, jelas sekali bahwa ia tidak sepenting perempuan yang kembali hadir di hidupnya itu."Kamu keterlaluan, Mas. Aku kurang apa sama kamu??? Selama di rumah pakaianku selalu rapi, aku merawat tubuhku untuk selalu wangi. Wajahku selalu ku rias sederhana, seperti apa yang kamu suka. Setiap kamu butuh bantuan, aku selalu ada. Sekarang apa ini? Ini balasanmu, Mas?" Air mata Aisyah berderai begitu deras, ia tak menyangka jika suaminya akan melakukan pengkhianatan."Ais... Kamu memang sempurna.. Tapi sungguh, rasa cinta itu tumbuh bukan karena semua itu... Aku merasa lebih nyaman dengan Rana. Dia cinta pertamaku...""Omong kosong!!!!" Aisyah berteriak hebat, ia benar-benar ingin meluapkan seluruh lukanya."Ais tolong.. Bantu aku sekali ini lagi... Setelah itu aku berjanji tidak akan mengganggumu... Tolong ikhlaskan aku... "Luka itu semakin menjerit dalam hati Aisyah. Dia sungguh tidak menyangka, orang yang ia cintai memperlakukannya sesakit ini. Apa suaminya itu tidak berpikir, meski ia pergi, lantas bagaimana Aisyah akan menanggung rasa sakit hatinya sendirian? "Aku tidak bisa meninggalkan dia lagi, Ais. Dia juga tidak mau jika aku menikahi dia sementara aku masih jadi suamimu...""Aku pun tidak sudi!!!""Maka dari itu.. Aku mohon.... ""DIAM!!!"Amarah dalam hati Aisyah semakin membara. Ia tidak bisa meneruskan pembicaraan ini lagi. Ditatapnya dengan nyalang mata Ilyas. Segala kesedihan yang ia pendam selama ini harus dilupakan."Jika kamu mau pergi, silakan kembalikan dulu semua uangku yang pernah aku berikan padamu dan keluargamu. Semua hutang keluargamu yang kau bayar menggunakan uangku, kembalikan semua itu. Baru aku ikhlas melepasmu!"Kalimat itu membuat Ilyas mematung. Ia tak bisa berkutik. Amarah dalam hatinya membuncah. Lelaki itu bahkan tidak sadar diri dengan segala bantuan finansial yang istrinya berikan. Ia malah dengan seenak jidat menyakiti hati perempuan yang mencintainya hanya untuk kembali menoleh ke belakang.Hati perempuan mana yang tidak akan sendu? Aisyah telah menahan segala kesedihannya tiap Ilyas meminta bantuan untuk keluarganya. Ia juga merelakan bagiannya untuk diberikan pada keluarga Ilyas.Tapi kini, perempuan yang hatinya telah disakiti itu tak lagi sudi menahan apapun. Ia tak sudi berbaik hati usai hatinya hancur lebur."Aku tidak akan membiarkan kamu pergi dengan mudah, Mas. Ingat.. kamu berhutang banyak bantuan padaku. Kau tidak lupa, kan?!"Aisyah, perempuan yang lembut itu, kini tak lagi mampu merasakan apapun. Sakit hatinya yang teramat dalam, membuat ia sepenuhnya berubah. Sedangkan Ilyas, lelaki itu hanya terus menahan amarah untuk istri yang telah ia sakiti dengan begitu ringan hati.********Ilyas datang ke rumah Rana tepat ketika senja mulai tenggelam. Di tangannya kini penuh dengan barang-barang bermerk yang sengaja ia beli untuk membuat Rana senang.Ilyas memarkir sepeda motornya di garasi samping rumah Rana. Selain memberi barang, Ilyas juga membelikan beberapa makanan kesukaan Rana.Bi Rumi dengan sigap membantu Ilyas membawa barang-barang itu. Melihat kedatangan Ilyas dengan seluruh bawaannya membuat hati Rana senang."Kamu gak naik mobil, Yas?" tanya Rana penasaran."Dibawa Aisyah, Ran. Ck, dia masih marah sama aku gegara masalah kemarin.. " ujar Ilyas lalu mendekati Rana, ia duduk di depan perempuan cantik itu.Rana mengangguk, "Ini kamu bawa apa aja sih kok banyak banget?" ia mengalihkan pembicaraan."Kemarin kan aku janji mau beliin baju-baju buat kamu. Coba kamu lihat dulu deh, suka gak?"Rana pun membuka satu per satu bingkisan yang Ilyas bawa. Dia suka semua barang-barang itu. Ilyas memang selalu bisa memahami kesukaan Rana.Keriangan Rana membuat Ilyas begit
Usai mendapat telepon dari Rana, pagi Ilyas dipenuhi rasa semangat. Berbeda dengan Aisyah yang memulai pagi masih dengan rasa pilu.Meski begitu, Aisyah tetap melakukan kewajibannya. Dia menyiapkan sarapan untuk Ilyas sebelum berangkat sekolah. Bedanya, ia tidak sedikit pun memulai pembicaraan.Ilyas yang melihat Aisyah menyiapkan makanan, senyumnya mengembang begitu sumringah. Ia mendekati sang istri laiknya tak terjadi apapun."Hai cantik.. masak apa nih?" ujarnya sembari mendekati Aisyah.Perempuan bermata cokelat itu merasa tak nyaman, risih dengan perilaku Ilyas. Bukankah harusnya dia berkata "Sayang? maafin aku... " begitu?Aisyah tak menjawab ucapan Ilyas, ia tak berminat untuk berbicara pada lelaki yang membuat perasaannya gundah itu.Menyadari sikap Aisyah yang berbeda, Ilyas langsung menghembuskan napas berat. Ia tidak ingin memperpanjang persoalan, terlebih ketika hatinya sedang bahagia pagi itu.Maka Ilyas hanya mengecup pipi Aisyah, lalu bergegas ke meja makan tanpa menga
Ilyas mendengus kesal, segala ucapannya tak ada yang mendapat respon dari sang istri. Ia bingung harus melakukan apa lagi untuk membuat sang istri mempercayainya kembali?"Kalau kamu diam gini, aku bingung harus apa, Ais.." ujar Ilyas penuh penekanan.Aisyah hanya menangis, ia makin terisak. Sakit hati yang ditorehkan Ilyas begitu memilukan. Ilyas tak tahan lagi, dia akhirnya melontarkan satu kata yang membuat istrinya makin pilu."Yaudah, Ais. Terserah kamu aja," tukas Ilyas sembari meninggalkan kamar.Ilyas yang biasanya tidak akan pernah menyerah untuk membujuk Aisyah saat marah, kini telah berbeda sebab ada pembanding yang ia anggap lebih baik.Aisyah meringkuk dalam tangis dan kesalnya. Kali ini, ia akan membiarkan dirinya sendiri. Tenggelam dalam tiap air mata yang mengalir deras. Membiarkan seluruh kejadian malam ini berjalan laiknya air mengalir."Aku akan membiarkan kamu untuk kali ini, Mas. Biasanya, kamu akan terus memelukku sampai aku selesai menangis dan mau menceritakan
Aisyah menghela napas berat, "Kalau begitu, pulang sekarang, dan jangan pernah lagi datang ke tempat ini!" tegas Aisyah dengan hati yang masih membara.Ilyas langsung mematung, ia tidak menyangka istrinya akan meminta hal seperti itu. Bukankah biasanya istrinya berhati begitu lembut? Bagaimana pun dia membiarkan dirinya tidak lagi datang ke sini sedangkan Rana masih dalam kondisi tidak baik?Melihat suaminya yang hanya diam merenung, Aisyah menekankan kembali perkataannya, "Kamu kan yang minta aku membuat permintaan? Kamu bilang akan mengabulkan semuanya, tapi kenapa diam aja, Mas? Gak bisa menerima?!"Ilyas langsung tersedar dengan ucapan Aisyah, "Eng-enggak gitu, Ais. Aku cuma memikirkan.. kalau aku gak boleh ke sini lagi, bagaimana aku bisa menebus kesalahanku pada Rana?" tanya Ilyas memelas.Aisyah mengernyitkan dahinya, "Itu urusanmu, Mas. Kenapa kamu bertanya hal itu padaku? Kamu harus tahu, Mas. Aku gak peduli, mau kamu bisa balas budi atau enggak. Lagi pula menurut aku apa yan
Hampir seharian penuh, di hari libur itu, Ilyas mendedikasikan waktunya untuk Rana. Dia menghibur perempuannya yang sedang pilu. Semua orang di rumah besar itu tahu akan kehadiran Ilyas, termasuk Yusuf dan Arka.Anak kecil itu sempat mendatangi Rana, ia memeluk ibunya dengan kesedihan mendalam. Ilyas hanya diam, dia tidak suka Arka. Jika bukan karena menjaga hati Rana, ia pasti akan mengusir anak dari lelaki yang telah merebut kekasihnya itu.Arka lagi-lagi tertidur usai menangis di pangkuan Rana. Perempuan itu meminta bantuan Yusuf untuk menidurkan putranya di kamarnya sendiri."Maaf, Nyonya. Ini hari pertama Tuan Eza meninggalkan Anda. Saya rasa bukan hal yang sopan jika ada lelaki lain yang terus mendampingi Anda di sini," ujar Yusuf berani, dia geram melihat perilaku Rana yang membiarkan Ilyas di sisinya di hari duka suaminya.Rana berdecak kesal, "Jangan ikut campur, Suf. Urusan saja urusanmu sendiri!"Yusuf menatap Rana tajam, "Tuan Eza sangat mencintai Anda, Nyonya. Bukankah An
Prosesi pemakaman Eza berjalan lancar. Banyak orang yang datang untuk mengucap duka. Aisyah terus menemani Rana yang kini tak banyak bicara. Perempuan itu tak bisa menutupi kekacauan dirinya. Arka yang sejak tadi digendong Yusuf juga tak kalah murung. Anak kecil itu pintar, dia sudah tahu makna kata meninggal. Pergi selamanya, dan tak lagi bisa bertemu. Ia sama sekali tak mendekati Rana, sebab Yusuf memeluknya erat. Kondisi Rana saat ini juga tidak stabil, Yusuf khawatir, Arka hanya akan jadi pelampiasan emosi Rana. "Kamu pulang aja, Ais," lirih Rana sembari menatap perempuan berjilbab yang menemani Rana sejak tadi. Tatapannya kosong, kilatan harapan yang biasanya merona tak lagi ada di sana. "Aku masih ingin nemenin kamu, Rana... " ungkap Ais yang juga menatap wajah pucat Rana. "Aku ingin sendiri," Rana memalingkan wajah, ia tidak bisa mengekspresikan diri dengan bebas ketika ada Ais. Ia malu untuk menampakkan sisi buruknya di depan perempuan yang begitu sempurna di mata Rana.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen