Share

Malam Yang Liar

2.

"Ash, segera masuk. Zion bukan orang yang bisa menahan kesabaran dalam waktu lama," tegur Axel, membuat Asha yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa mendesah dan dengan terpaksa membuka pintu besar itu, ekspresinya pasrah.

Tanpa bertanya, Asha sudah tahu apa yang akan menimpanya begitu masuk ke sini.

Dia pasti akan dipecat!

Ada peraturan tak tertulis di kantor ini di mana tidak ada yang boleh menyentuh Zion tanpa izin karena kabarnya dia memiliki sebuah phobia.

Siapa saja yang nekat melanggar peraturan itu akan dihukum dengan sangat berat.

Dan tadi malam, bukan hanya menyentuhnya, melihat bekas di tubuh Asha, kemungkinan besar dia bahkan sudah bercinta dengan Zion!

"Betapa bodohnya aku ini," tutuk Asha.

Dari begitu banyaknya pria dia kantor, kenapa... kenapa dia harus berakhir di ranjang Zion, sih???

Tamat sudah riwayatnya, Asha akan menjadi pengangguran sekarang.

Dia berjalan dengan lunglai melewati sekat sebuah dinding yang penuh dengan hiasan dan pajangan barang-barang antik di ruangan Zion, menuju tempat Zion kini duduk di kursi kebesarannya.

"S-saya datang, Tuan Muda."

Asha mengatakan hal itu sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam dan mengenggam erat kedua tangannya menahan gemetar.

"Kamu tahu apa kesalahanmu?"

Zion bertanya dengan dingin, bahkan tanpa memandang wajahnya yang sangat tampan itu, Asha tahu bahwa saat ini sang bos tengah menatap tajam ke arahnya.

"Jawab!"

Suara Zion sedikit meninggi, Asha refleks mendongak dan gemetar hebat ketika tatapannya bersirobok dengan mata tajam Zion.

"S-saya... saya tidak tahu, Tuan Muda."

Takut-takut, Asha menjawab.

Zion melemparkan sebuah id card karyawan milik Asha ke meja, membuat Asha melotot kaget dengan wajah pucat.

"Jelaskan padaku, kenapa id card itu bisa tertinggal di kamar rumahku?"

Wajah Asha yang putih semakin putih karena pucat, dia menggeleng dengan ngeri dan tenggorokan tercekat.

Kenapa id card miliknya tertinggal di kamar Zion? Kini hancur sudah! Zion tahu siapa perempuan yang bersamanya tadi malam!

Pantas saja tadi pagi Zion membantunya masuk ke dalam kantor, ternyata dia sudah mengenali dirinya. Ini benar-benar sial!

Asha yang tak mau kehilangan pekerjaan, segera berlutut di depan boss nya tersebut.

Hanya ini satu-satunya cara yang dia pikirkan begitu melihat id card miliknya berada di tangan Zion.

"Tolong... tolong jangan pecat saya, Tuan Muda!" pintanya dengan wajah menghiba.

"Saya mohon, tolong jangan pecat saya dari pekerjaan ini, Tuan!"

Asha menempelkan keningnya di lantai, memohon kepada Zion untuk tidak memecat dirinya.

"Saya tahu saya salah karena sudah menyentuh tubuh Anda tanpa izin! Maafkan saya, tapi tolong jangan pecat saya!"

Dia sudah memutuskan untuk memohon terlebih dahulu sebelum Zion mengatakan apa pun.

"Hey...."

Zion terkejut dengan tindakan Asha tersebut sehingga spontan berdiri dari duduknya.

"Tuan muda, tolong jangan pecat saya! Saya mengaku bersalah, tapi jangan pecat saya, saya mohon!"

Asha masih bersujud di depan meja Zion dan terus berteriak agar pria itu tak memecatnya, membuat Zion buru-buru mendatangi Asha dan memintanya berdiri.

"Hey, berdiri. Aku tidak memintamu melakukan hal ini, kubilang berdiri!"

Asha mengangkat wajahnya dan menggeleng dengan mata berkaca-kaca.

"Tapi Anda tidak akan memecat saya, bukan?"

Alis Zion menyatu mendengar pertanyaan Asha tersebut.

"Kau ingin dipecat?"

"T-tentu saja tidak, Tuan Muda!" jawab Asha buru-buru, dia tampak sangat panik.

"Lalu, kenapa kamu berpikir aku akan memecatmu?"

Asha tak bisa menjawab. Dia hanya menunduk dalam karena ketakutan.

Zion menarik kursi di dekatnya dan duduk di sana sementara Asha kini berdiri bertumpu lutut di depan Zion yang duduk sambil menyilangkan kedua kakinya.

"Kau tidak bisa menjawab pertanyaanku? Jawab, atau kamu kupecat."

Ucapan Zion tersebut membuat Asha mendongak ke arahnya dengan tatapan protes, lalu menunduk lagi.

"Itu karena... karena semalam.... "

Asha menelan ludah, tak sanggup melanjutkan.

Dia sangat mabuk tadi malam sehingga tak ingat apa pun, yang dia tahu, tadi pagi terbangun di kamar boss nya, itu saja.

"Semalam apa?" kejar Zion, mencondongkan tubuhnya ke arah Asha.

Aroma parfum Zion yang segar dan gentleman menyapa indra penciuman Asha, membuat dia tiba-tiba teringat bahwa tadi malam juga mencium aroma ini dari jarak yang sangat dekat.

Seketika mukanya merah padam karena malu, secara samar-samar wanita itu mulai ingat betapa gilanya dia tadi malam.

"Ah, itu... itu...."

Asha meremas tangannya sendiri, malu dan takut menjadi satu.

Ingatan tentang kejadian tadi malam di mana dia menyerang Zion di atas tempat tidur sampai pria itu kewalahan, membuat tenggorokan Asha tercekat.

Dia tak tahu kenapa semalam bisa seganas itu!

Apakah karena pengaruh alkohol atau kemarahannya kepada Zico yang lagi-lagi mengecewakannya? Asha benar-benar tak tahu.

"Lihat aku."

Perintah dingin dari Zion membuat Asha seketika mendongak dan menatap wajah bos nya yang tampan, meski tubuhnya sedikit gemetaran.

Zion tersenyum sinis ketika pandangan mereka bertemu, membuat tubuh Asha seketika kaku seperti tersiram air dingin dari atas kepala.

"Tadi malam.... "

Zion tak melanjutkan ucapan, malah menarik napas panjang seperti tampak begitu menyesal.

"Y-ya? Apakah ... apakah saya melakukan kesalahan besar, Tuan Muda?" tanya Asha dengan suara bergetar.

"Kesalahan?"

Zion balas bertanya, yang dijawab Asha dengan anggukan pasrah.

Pria itu tidak menjawab, justru menarik turun dasi yang dia pakai dan membuka satu kancing kemeja putihnya, seperti hendak menunjukkan sesuatu kepada Asha.

"Apakah maksudmu ini?" tanya Zion dengan sedikit memiringkan kepalanya ke samping, memperlihatkan kepada Asha sebuah bekas merah di leher samping dan tulang selangkanya yang putih.

"Y-ya Tuhan!"

Asha seketika memekik kaget, buru-buru menutup mulut dengan telapak tangan, ekspresinya shock bukan main.

"A-apakah... apakah itu perbuatan saya tadi malam, Tuan Muda?"

Zion masih tak menjawab, dia justru membuka kancing bajunya lagi, lalu membalikkan badan, menunjukkan kepada Asha goresan kuku seorang wanita di punggungnya, yang sampai saat ini menyisakan baret-baret merah.

Rasanya Asha ingin pingsan saat itu juga!

"T-tidak mungkin... apakah s-saya... saya tadi malam mencakar punggung Anda, Tuan Muda?"

Zion berbalik, memakai pakaiannya kembali dan menatap Asha dengan dingin.

"Jadi menurutmu, apa hukuman yang pantas untuk orang yang melukai tubuhku seperti itu, Ashalina?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status