Share

Putus Atau Dijadikan Babu?

6.

"Huft, untunglah aku nggak jadi dipecat," ucap Asha pada dirinya sendiri ketika sudah keluar dari ruangan Zion.

Dia memandang pintu besar di belakangnya dengan ngeri dan cepat-cepat berjalan ke lift untuk segera pergi dari lantai ruang kerja Zion.

"Aku harus segera kabur sebelum dia berubah pikiran!"

Entah apa yang akan terjadi jika dia dipecat dari sini, kekasihnya, Zico, pasti akan sangat marah besar.

Kepala Asha sedang sangat pening, dia tak mau menambah kepeningan kepalanya dengan membuat masalah pada Zico.

Dia sampai ruangannya dan duduk di kursi kerjanya, pura-pura kembali sibuk bekerja padahal karena tak ingin ditanya-tanya oleh rekan kerjanya kenapa sampai dipanggil ke ruangan Zion.

Akhirnya, setelah siksaan yang panjang di mana dia harus pura-pura serius bekerja di tengah tatapan curiga dan penasaran rekan kerjanya, jam pulang pun datang.

Asha seketika bernapas lega dan buru-buru mengemas barang-barang agar bisa segera pulang.

Tanpa mengindahkan tatapan penasaran Liliana, teman kerja yang paling dekat dengannya, Asha pun berjalan tergesa-gesa meninggalkan ruangan.

Dia kini berdiri di depan lift yang akan membawanya turun ke parkiran dengan tak sabar, dalam kepala Asha saat ini hanya ingin sampai rumah dengan cepat, berendam air hangat dan tidur.

Kejadian hari ini benar-benar luar biasa, dia ingin menenangkan diri.

Pintu lift terbuka, Asha terperangah ketika melihat siapa yang tengah berada di dalam sana.

Zion dan sekretaris kepercayaannya, Axel.

Sepertinya mereka baru saja dari lantai atas tempat ruang bekerja Zion berada.

Asha seketika mundur satu langkah dan menunduk sopan, memberi jalan kepada bosnya untuk lewat.

Namun anehnya, yang keluar dari lif dan berjalan melewati dirinya hanya Axel.

Sebelum Asha mampu mencerna apa yang sedang terjadi, sebuah suara menegurnya.

"Masuk."

Suara berat Zion tersebut membuat Asha seketika merinding, dia mengangkat wajah dan mendapati Zion yang tengah menatap dingin padanya.

"B-baik!"

Dengan sedikit tersandung kakinya sendiri, Asha buru-buru masuk ke dalam lift, berdua dengan Zion di sana.

"Mati aku," gumamnya dengan pasrah.

Kenapa juga dia bertemu bosnya lagi di sini?

Ini sangat aneh, biasanya dia bahkan tidak pernah bertemu sang bos semudah ini, tapi setelah terjebak masalah dengannya...

Haaa. Ini benar-benar tidak nyaman.

Di dalam lift yang sudah tertutup, Asha sengaja berdiri agak jauh dari tempat Zion berada, hanya berani mengamati bosnya tersebut dari kaca lift yang ada di depannya dengan sembunyi-sembunyi.

Tidak dipungkiri, Zion sangatlah tampan.

Asha ingat, di hari pertamanya masuk kerja, ketampanan Zion yang paripurna membuat seluruh kantor seperti meledak.

Banyak gadis di kantor yang seketika jatuh cinta padanya, tapi karena sikapnya yang dingin dan kejam, hanya butuh waktu sebulan saja, pegawai tidak ada yang berani padanya, bahkan sekadar tebar pesona.

Tubuhnya terawat sempurna, dengan postur proporsional, melihat Zion, Asha teringat kekasihnya, Zico, yang merupakan seorang penyanyi terkenal dengan penggemar puluhan juta.

Asha yakin sekali, di balik kemeja Zion, pasti ada perut kotak-kotak seperti milik Zico.

Asha tiba-tiba merasa bersalah kepada Zico saat ingat kejadian tadi malam. Seharusnya dia tak kehilangan kendali dan bercinta dengan pria lain....

"Mendekat," perintah Zion dengan suara dingin sedingin es, membuyarkan lamunan Asha.

"E-eh?"

Asha menoleh dengan gugup sementara Zion masih tak menatap dirinya.

Pandangannya lurus ke depan dengan dagu sedikit terangkat, kesan angkuh dan kejam tercetak jelas di wajahnya.

Tahu jika bosnya tersebut paling anti mengulangi perkataan, meski takut setengah mati jika harus berdiri dekat-dekat Zion, agar tidak dipecat Asha pun memberanikan diri mendekat. Sesuai perintahnya.

Kini keduanya berdiri berdampingan. Hanya berjarak beberapa centimeter saja, maka lengannya dan Zion akan bersentuhan.

Lift terus berjalan.

"Lebih dekat lagi."

Namun, Zion menyuruh Asha lebih mendekat.

"Hah?"

Asha membulatkan mulutnya, tak percaya.

Melihat itu, Zion segera menarik tubuh Asha dengan tak sabar sampai punggung gadis itu membentur dadanya dan tanpa aba-aba Zion langsung memeluknya dari belakang.

"T-Tuan Muda.... "

Asha ingin melayangkan protes, meski dia pada akhirnya tak mengucapkan apa pun.

Zion tampak tak peduli dengan keberatan dari Asha, masih memeluk tubuh gadis itu dari belakang.

Napas hangat Zion menerpa kepala bagian atas Asha.

Parfum Zion yang memabukkan, memenuhi indra penciuman Asha.

"Tolong lepaskan saya. Ini... ini tidak nyaman," pinta Asha yang takut kehilangan kendali jika mereka berpelukan seperti ini.

Asha berusaha melepaskan diri, tapi lengan Zion melingkari perutnya begitu erat sehingga dia tak bisa berbuat apa pun selain pasrah.

"Apakah kau merasa tidak nyaman kuperlakukan seperti ini, Asha?"

Zion tiba-tiba bertanya, dengan suara tenang.

"I-iya. Ini sangat tidak nyaman, Tuan Muda!" jawab Asha, meski bingung kenapa Zion bertanya seperti itu.

Zion bukannya langsung melepaskan pelukan, tapi malah mengarahkan tangannya ke atas.

Tangan Zion meraba buah dada Asha, membuat gadis itu seketika memekik kecil, menahan tangan Zion yang kini meremas salah satu buah dadanya,agar pria itu berhenti.

"T-Tuan Muda, apa yang Anda lak—"

"Kau bilang akan melakukan apa pun supaya tidak dipecat. Baru kuperlakukan seperti ini kau sudah protes, hm?"

Zion malah membalas perkataan Asha dengan tenang.

"T-tapi.... "

Asha memejamkan mata, dia ingin menyingkirkan tangan Zion dari dadanya tapi tak mempunyai keberanian untuk melakukan hal itu.

"Kau tahu tidak apa itu devinisi babu, Asha?"

Zion bertanya di belakang telinga Asha, dengan tangan yang masih melingkari perut gadis itu.

"Tentu saja. Tugas saya adalah.... "

"Lakukan segalanya, apa pun yang ku mau dan perintahkan. Itulah devinisi babu," potong Zion dengan tegas.

"Segalanya. Se. Ga. La. Nya," ulang Zion. Kembali meremas dua buah dada Asha. Seakan memberi tahu bahwa maksud segalanya itu juga termasuk apa yang dia lakukan sekarang.

"T-tapi, Tuan muda.... "

"Kenapa? Apakah kamu keberatan ku perlakukan seperti ini, Asha?"

Zion bertanya dengan suara yang sangat tenang.

"Kalau kau masih bertahan di sini, besok-besok aku bahkan akan lebih kejam daripada ini," lanjutnya.

Tubuh Asha seketika gemetar.

"Tubuhmu milikku, kamu bahkan tidak boleh protes sedikit pun dengan semua perlakuanku. Aku juga akan berbuat seenaknya padamu, bukankah itu akan sangat mengerikan, Asha?"

Seakan menegaskan kekejamannya, Zion meremas kuat salah satu buah dada Asha, membuat gadis itu meringis kesakitan.

Zion berkata, jika dia tetap bertahan di sini, pria itu akan membuat kehidupan kantor Asha menjadi sangat mengerikan.

Mata Asha berkaca-kaca mendengar ancaman itu, dia sangat takut, tapi juga tidak mau dipecat!

Melihat ketakutan di wajah Asha, Zion tersenyum sinis.

"Aku masih memberi kesempatan padamu untuk berubah pikiran, kalau kamu tidak nyaman, kamu bisa pergi dari perusahaan ini hari ini juga."

Zion mengatakan itu seraya melepaskan pelukan, tepat ketika lift berhenti dan pintuny akan terbuka.

"Aku akan sangat senang jika kamu tidak ada di sini lagi, Asha. Aku sangat serius saat mengatakan hal itu," tutup Zion dengan dingin.

Begitu pintu lift terbuka, sang bos muda berjalan acuh tak acuh keluar dari lift, meninggalkan Asha yang jatuh terduduk dengan tubuh gemetaran.

"Masih ada kesempatan untuk pergi, Asha. Tapi kalau kamu datang ke kantor ini besok, maka itu artinya kamu sudah menyerahkan dirimu sepenuhnya padaku, demi mempertahankan pekerjaanmu."

Kata-kata terakhir Zion membuat Asha berjalan keluar dari lift dengan langkah terhuyung-huyung.

Apa yang harus dia pilih?

Keluar dari pekerjaan ini tapi terancam diputus Zico, pria yang sangat dia cintai...

Atau bertahan, tapi diperlakukan dengan kejam oleh Zion?

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
tanti mida
bodo sekali asha ,spt tidak ada laki2 sja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status