"Sabar, Tuan. Ibunya Tuan itu sudah tua, jadi jangan diajak bertengkar," ungkap Arini. Dirinya memang penasaran sekali mengenai suaminya itu, tetapi tidak mungkin ia langsung menanyakannya kepada Elsyam
Elsyam pun memang ingin segera pergi, saat Arini mengajaknya ke kamar dirinya segera melangkah. Kini dirinya akan bersikap tegas kepada semua orang. Sudah cukup, ia selalu mengalah dan menuruti permintaan semuanya. Ia juga tidak akan membiarkan orang lain bertindak semena-mena kepada dirinya, sudah cukup perlakuan semua orang yang tidak adil kepadanya. Pembelajaran satu tahun belakangan ini membuatnya sadar jika apa yang sudah ia lakukan semuanya akan sia-sia.
"Aku mandi duluan," ujar Elsyam. Tubuhnya sudah sangat bau keringat, ia juga sudah sangat lelah dan ingin segera menyegarkan diri. Sudah cukup waktu refreshingnya hari ini saatnya ia kembali memikirkan apa yang sudah terjadi dan dirinya kembali membangun semuanya dari awal. "Anggap saja apa yang kau dengar sebelum
Rido datang ke kamar Elsyam karena tadi lelaki itu memintanya untuk membawakan gurame bakar dan juga martabak ketan ketan hitam, cokelat dan keju."Tolong bantu aku angkat meja ini," ujar Elsyam.Lelaki itu dengan cepat menyulap balkon menjadi sebuah tempat tongkrongan yang begitu asik. Ia sengaja menaruh karpet berbulu dengan meja bundar yang berada di tengah. Meminta bantuan Rido untuk membawa piring dan pesanannya kemeja bundar itu. Dirinya bukan ingin makan malam romantis karena kumat tetapi hanya ingin mencari suasana baru saja apalagi setelah pertengkarannya dengan sang ibu membuat dirinya menjadi sangat suntuk."Tuan mau makan diluar?" tanya Rido. Setelah mengamati ruangan sekitar, dirinya memiliki sebuah opini jika sekarang tuannya ingin membuat suasana baru untuk makan malam.Elsyam langsung mengangguk, balkon yang ada di kamarnya memang dapat dikatakan cukup luas. Di sebelah itu ada meja dan tempat duduk juga. "Aku sudah mengajukan gugatan perce
"Ah, kau ini," jawab Elsyam. Ia segera menyenggol bahu dari tangan kanannya itu. Memang sejak dulu dirinya sudah menganggap Rido itu seperti temannya sendiri dan bukan seperti atasan dan juga bawahan. Elsyam memanggil sang istri, untuk ikut makan malam bersamanya di balkon. "Arini, cepat ke sini." Arini hanya mengenakan piyama panjang dan dirinya memakai sebuah bando berwarna biru. "Tunggu sebentar." Lalu ia melangkah mendekati sang suami dan duduk di sebelah Elsyam. Mata wanita itu langsung tertuju pada ikan bakar, ternyata walaupun terlihat tidak mendengarkannya dan tidak memedulikannya tetapi lelaki itu sangat perhatian buktinya saja sekarang tadi dirinya ingin ikan bakar dan Elsyam sekarang memberikannya. "Ayo, Rido makan bersama," ujar Elsyam. Rido menolak, jadinya juga baru saja makan bersama keluarganya. Perutnya tidak akan cukup jika dirinya harus ikut makan bersama lagi. Ia memilih untuk duduk di kursi kembali menikmati minuman
Elsyam menyentuh dadanya yang terasa begitu linu, dirinya teringat Rido. Lantas segera membuka pintu kamar. "Bisa-bisa aku terkena serangan jantung jika seperti ini terus." Elsyam memegang dadanya sembari melangkah ke arah pintu."Aku hanya ingin menyerahkan ini. Maaf tadi aku tidak melihatnya sama sekali," ujar Rido dengan canggung padahal sudah jelas-jelas dirinya melihat adegan tersebut.Elsyam pun sama malunya, tetapi tidak mungkin jika dirinya harus menjelaskan perihal hubungan suami istrinya dengan Rido Karena itu adalah privasi antara ia dan juga Arini. "Sudahlah jangan dibahas, yang tadi itu bukan apa-apa hanya saja Arini senang mendapatkan ponsel baru itu," ujar Elsyam. Dirinya juga tidak berbohong memang tadi tidak melakukan apa-apa dengan Arini.Rido berdehem, mau mereka berdua melakukan apa pun itu tidak masalah karena sudah sah sebagai suami istri."Oh, aku kira sedang proses untuk—""Rid, sudahlah kenapa cara bicaramu sekarang s
"Nah, seperti itu. Aku sudah memasukkan nomor whatsapp jika ada hal penting kamu langsung hubungi saja," ujar Elsyam. Tadi dirinya sudah bertanya nomor siapa saja yang akan dimasukkan, tetapi Arini tidak memerlukan lagi nomor-nomor lama yang ada di ponselnya maka dari itu hanya nomor dirinya saja. "Paham?" Elsyam bertanya kembali untuk memastikan jika Arini benar-benar mengerti.Arini menggangguk paham, lelaki itu mengajarinya dengan sabar perlahan-lahan untuk menggunakan ponsel tersebut. Memang tak jauh berbeda cara penggunaan ponsel mahal dan juga ponselnya yang dulu."Ayo kita sarapan," ujar Elsyam.Elsyam dan Arini melangkah beriringan, hari ini lelaki itu berangkat lebih awal karena dirinya akan mengadakan pertemuan-pertemuan penting dengan beberapa klien. Satu tahun dirinya vakum dari perusahaan membuat ia kehilangan banyak investor maka dari itu dirinya harus mengulang kembali untuk mengundang para investor berinvestasi lagi ke dalam perusahaannya.
Sudah tiga bulan berlalu, proses perceraian Elsyam dan Haruni sudah selesai. Sidang perceraian Mereka pun berjalan dengan lancar tanpa adanya hambatan apapun, karena Haruni tidak bisa berkutik lagi."Sesuai janjimu jika perceraian kamu dan juga Haruni sudah selesai maka Hendri boleh kembali ke rumah ini," ujar Bu Sekar. Dirinya langsung menodongkan sebuah pertanyaan kepada Elsyam yang baru saja tiba di rumah.Elsyam mengangguk, ia tidak berkata sepatah kata pun. Dirinya hari ini cukup sangat lelah. Lalu ia segera melangkah menuju paviliun memberikan beberapa buah dan bingkisan. Dirinya juga sangat malas berdebat dengan ibunya tersebut.Arini yang menatap dari tangga pun heran suaminya itu sangat sering ke paviliun terkadang pulang bekerja berangkat bekerja ataupun malam hari. Dirinya penasaran tentang siapakah orang yang berada di paviliun itu. Ia juga tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk melihat siapakah orang yang berada di sana dan begitu sangat diperhat
Elsyam menghela napas panjang. "Katakan apa yang membuatmu kesal? Jangan membuatku marah Arini," ujar Elsyam lagi.Akhirnya setelah berkali-kali ditanya oleh sang lelaki dan juga mendapatkan ancaman Arini mengatakan jika dirinya kesal karena Elsyam terus-terusan pergi ke paviliun."Kamu selingkuh jangan-jangan," ujar Arini tiba-tiba.Elsyam tertawa. Dirinya menoyor kepala sang istri. Bisa-bisanya wanitanya berpikiran seperti itu jika dirinya berselingkuh bahkan menyembunyikan selingkuhannya di dalam paviliun. "Ayo." Elsyam segera menggandeng tangan sang wanita, keduanya melangkah menuruni tangga lalu ke arah paviliun yang ada di belakang. Jaraknya tidak terlalu dekat membutuhkan waktu beberapa menit untuk sampai di sana. Paviliun belakang sama seperti rumah sederhana yang memiliki halaman dan lainnya juga.Lelaki itu segera mengetuk pintu, lalu ia melihat seorang bapak-bapak membukakan pintu dan menyuruh keduanya untuk masuk.Arini heran saat melih
"Aku dan Haruni akan segera menikah, karena Haruni tengah mengandung darah dagingku. Untuk itu dia sekarang ikut tinggal di sini," papar Hendri.Elsyam tidak terkejut mendengar hal tersebut karena memang, ia sudah mengetahui perihal kehamilan Haruni. Dirinya juga sudah bisa menebak jika hal ini akan terjadi. Jika waktu itu mereka terang-terangan tidak mengakuinya sekarang justru mengakui sendiri. Jika berhadapan dengan keluarga serta yang lainnya wajah Elsyam berubah sangat drastis bahkan cara bicaranya pun sangat berbeda.Bu Sekar gembira mendengar jika Haruni tengah mengandung anak dari Hendri, karena dirinya sudah tidak sabar ingin segera menimang cucu. Wanita itu melangkah mendekati ke arah Haruni, lalu ia mengelus-ngelus perut dari Haruni.Elsyam pun kembali melanjutkan sarapannya, dirinya melirik ke arah Arini yang masih terheran-heran dengan apa yang terjadi di tengah-tengah keluarganya.'Aneh, aib kok disyukurin.'Lelaki itu baru sada
"Ya, boleh tapi kamu harus hati-hati. Jika mereka mengatakan hal-hal yang membuatmu sakit hati anggap saja ucapannya itu hanya sebuah tong sampah yang dipukul tidak perlu dihiraukan." Sebelum berangkat bekerja Elsyam memberikan beberapa pesan kepada istrinya itu. Ia tidak ingin jika Arini nantinya justru akan tertekan berada di rumah ini. "Dan jika ada apa-apa atau mereka berbuat sesuatu kamu segera menelponku ya," ujar Elsyam. Arini mengangkat jempolnya pertanda jika dirinya sudah paham dan setuju dengan apa yang diucapkan oleh suaminya itu. Elsyam mengelus puncak kepala Arini, lalu segera pergi. Memang benar terkadang dirinya dibuat gemas oleh tingkah Arini dan juga terkadang tingkah wanita itu yang membuatnya sakit kepala. Apalagi saat Arini berbicara omong kosong hal itulah yang paling sangat menyebalkan untuknya. *** Arini sudah tiga jam berada di dalam kamar. Memang segala macam kebutuhannya juga sudah dipenuhi oleh para pelayan. Namun, dirinya