"Bagaimana keadaannya?"Arini bertanya kepada seorang dokter yang baru saja keluar dari ruangan kakaknya itu. Tadi memang suaminya ditelepon oleh pihak rumah sakit jika Abraham mengalami sebuah insiden kecelakaan. Mereka berdua langsung saja menuju ke rumah sakit, karena memang hanya mereka berdualah pihak keluarga dari Abraham.Dokter mencoba menenangkan Arini yang terlihat begitu panik, memang saat suaminya menjelaskan jika pihak rumah sakit menelpon dirinya karena Abraham kecelakaan. Wanita itu langsung saja menjadi begitu sangat khawatir kepada kakaknya tersebut."Pasien sudah boleh dijenguk, mungkin untuk beberapa hari ini dia hanya perlu waktu untuk istirahat saja."Arini menggangguk begitu juga dengan Elsyam mereka langsung saja memilih untuk masuk ke ruangan di mana Abraham dirawat.Wajah panik dari Arini berubah seketika menjadi masam lagi, saat melihat seorang wanita yang tengah berdiri di samping kakaknya itu.Abraham pun langsung saja menoleh ia melihat Arini dan juga suam
Elea, gadis berpipi gembil itu tampil dengan cukup menawan. Balutan gaun putih, lalu rambut yang diikat dua benar-benar membuatnya nampak begitu seperti boneka hidup. Orang-orang yang melihat putri dari Arini itu pun mereka terlihat sangat gemas. Apalagi Elea anak itu selalu tersenyum ramah kepada siapapun orang yang menyapanya."Anaknya Pak Elsyam benar-benar sangat cantik."Arini dan juga suaminya memang tengah menghadiri sebuah acara besar tahunan. Di mana, di sana banyak sekali rekan-rekan bisnis dari Elsyam. "Sini biar aku yang gendong." Elsyam merentangkan tangannya, ia langsung saja mengambil putrinya ke dalam gendongan. Tak mungkin dirinya melepaskan Elea, di tengah-tengah keramaian seperti ini.Elea memang sering diajak untuk menghadiri acara-acara penting perusahaan dari ayahnya. Karena si kembar sudah sering menolak, mereka memiliki kegiatan lain dan lebih senang bersama dengan kakek neneknya karena selalu mau menuruti keinginan mereka berdua. Sedangkan, Elea lebih memilih
Arini yang baru saja meninggalkan kursi, ia langsung berpapasan dengan kakaknya Abraham yang tengah menggendong sang putri."Kenapa maksain harus menggendong, sedangkan tangan Kakak saja masih sakit seperti ini." Arini langsung saja merebut Elea dari gendongan kakaknya, ia takut jika sakit di tangan kakaknya semakin parah dan juga dirinya takut juga sang anak terjatuh.Abraham, hanya menyengir saja walaupun tangannya memang masih sakit. Namun, dirinya sudah sangat merindukan sang keponakan. Ia benar-benar sudah tidak tahan lagi menahan rasa rindunya maka dirinya tadi langsung saja menggendong Elea walaupun tangannya memang masih sangat sakit. "Aku hanya merindukannya, aku ya jamin dia tidak akan jatuh kok Arini."Elsyam dan juga Ridho, tiba-tiba muncul dari belakang. Mereka berdua tengah asyik mengobrol satu sama lain. Keduanya juga langsung berhenti tepat di sisi Arini dan juga Abraham."Ada apa Sayang, kenapa marah-marah seperti itu?" tanya Elsyam.Arini langsung saja menatap ke ara
"Selamat, ya," ujar Arini. Wanita itu merentangkan tangan kepada sang kakak dan juga Santira.Abraham benar-benar merasa heran dengan reaksi yang diberikan oleh adiknya itu. Walaupun demikian, dirinya tetap saja membalas ucapan selamat dari adiknya tersebut.Arini juga langsung saja memberikan pelukan kepada Santira.Bu Widuri yang sejak tadi terheran-heran dengan kehadiran wanita yang dahulu hampir saja bertunangan dengan anaknya itupun, tidak tahan lagi dan akhirnya bertanya sebenarnya ada apa semua ini.Abraham langsung saja menjelaskan semuanya, perihal peristiwa dahulu tentang penculikan Elsyam dan tentang penangkapan Yordan yang semua itu dibantu oleh Santira. Dirinya memang ingin membersihkan cap buruk tentang calon istrinya itu di mata orang-orang. Mereka hanya mampu melihat Santira yang dulu saja, padahal Santira yang sekarang sudah sangat jauh berbeda."Mungkin semua orang memiliki masa lalu buruk, tetapi semua orang juga bisa berubah. Kita hanya manusia biasa, bukan Tuhan y
"Pembunuh!" Arini berdiri sembari memegangi kendaraan matiknya. Ia menggeleng dengan cepat tanda membantah tuduhan itu. "Kau, pembunuh!" Lagi Dan lagi kata itu terus berulang keluar dari mulut seorang laki-laki. Lelaki itu menatap Muchi yang telah berlumuran darah dan tergeletak di aspal. Bola mata yang tak lagi berada di tempat serta organ-organ tubuh lain yang telah bercecer. "Pak, eh, Mas aduh Om ... saya minta maaf." Ia segera turun dari sepeda motornya. Menatap ke kiri dan kanan. Jalanan sepi, bisa saja dirinya langsung melarikan diri. "Tapi sungguh, bukan saya yang menabraknya." Bibirnya telah pucat, tubuh dengan tinggi di bawah rata-ratanya pun bergetar. Peluh juga sudah membasahi pelipis. "Jika semua penjahat jujur, mungkin penjara akan penuh." Setelah mengatakan itu, dirinya segera merengkuh tubuh Muchi, lalu melangkah memasuki gerbang. Arini menepikan motor. Ia melepas helm, lalu mengikuti langkah lelaki yang tengah dirundung duka. Kenapa harus dibawa ke rumah? Menga
Tawaran Elsyam membuatnya bingung. Ia seorang perawan, tetapi tidak bodoh membedakan antara siri dan simpanan sah. Lelaki itu telah mengirimkan perias dan perlengkapan lain. Butuh waktu tiga hari untuk merealisasikan semuanya."Bunuh diri karena terdesak boleh nggak, sih?" tanya Arini pada sang perias.Ya, hanya karena Muchi seekor kucing korban tabrak lari, dirinya harus menjadi seorang simpanan? Bagaimana bisa dirinya tergadai karena kucing? Elsyam benar-benar lelaki gila yang pernah ia temui selama 21 tahun hidup. Lelaki beristri yang berusaha menggait hati wanita muda."Cantik."Arini menoleh, wajahnya ia tekuk. Tak ada raut kebahagiaan sedikit pun. Acara ijab kabul berlangsung cukup singkat. Pernikahan hanya berpayungkan agama dan tak berlindungkan hukum. "Sabtu dan Minggu, aku akan datang menemuimu," tutur Elsyam. Arini mengangguk. Datang atau tidaknya Elsyam takkan berpengaruh untuknya.Selepas acara ia segera mengganti seluruh pakaian. Tak seperti kisah novel, wanita yang m
Elsyam yang baru saja memejamkan mata, ia harus kembali terbangun saat mendengar pintu berderit. Langkah kaki pun semakin terdengar, jika di rumah ini dirinya seperti seorang bangkai hidup yang hanya mampu berbaring seharian di tempat tidur tanpa melakukan apapun.Haruni seperti biasa selalu pulang larut malam, wanita itu hanya melirik sekilas ke arah ranjang di mana Elsyam tengah terbaring.Ketukan pintu, membuat haruni yang tengah menghapus make up segera bangkit untuk membukakan pintu."Eh, Sayang. Bagaimana jika ada yang lihat akan bahaya untuk kita."Seorang laki-laki baru saja masuk, lelaki itu segera menutup pintu kamar Elsyam."Aku baru saja pulang dari perjalanan bisnis, apa kau tidak merindukan aku?"Lelaki itu terus membelai wajah Haruni dan memberikan beberapa kecupan di dahi sang wanita. Mereka berdua tidak memedulikan Elsyam yang tengah menatapnya.Melakukan adegan gila di hadapan suaminya sendiri. Dokter bahkan sudah memvonis Elsyam akan menjadi manusia lumpuh seumur hi
“Tumben, dia belum dateng.”Sabtu ini Elsyam tidakdatang ke kontrakannya. Mungkinkah saat ini lelaki itu sudah membuangnya? Arinisudah bersiap untuk berangkat bekerja. Sekarang kendaraan beroda duanya itusudah terasa begitu nyaman, karena minggu kemarin lelaki itu sudah membawa motornyauntuk diservis."Apa aku teleponsaja, ya?"Arini sudah mencari nomor lelaki itu, tetapi dirinya segera mengundurkanniat. Mengapa sekarang dirinya terkesan yang mencari-cari dan mengharapkanlelaki itu untuk datang. Padahal jika tidak ada lelaki itu hidupnya terasanyaman dan jika bersama dengan Elsyam dirinya merasa seperti terjajah.Ada atau tidaknya lelaki itu di dalam kehidupannya akan tetap sama dantidak akan merubah apapun. Arini kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas.Tak butuh waktu lama hanya sekitar 10 menit dirinya sudah sampai diwarung makan. Baru saja masuk, dirinya sudah dipanggil oleh bude Lasmi sangpemilik warung."Arini, ini gajimu untuk bulan ini," ujar Bude Lasmi.Arini bin