Berbeda dengan Roy saat berangkat ke Jakarta dulu menumpang mobil truk Kang Umar sahabat Ayahnya, truk Kang Umar itu membawa buah-buahan dari desa itu ke Kota Jakarta. Pagi itu kedua orang tua Roy dan juga Adiknya berangkat ke Jakarta menaiki Bus dengan jarak lebih kurang 300 KM dari Desa Nelayan itu, setibanya di terminal mereka di sarankan Roy untuk naik GoCar menuju alamat rumah mewah milik Angel.Begitu tiba di depan rumah Angel, Pak Jaka dan Bu Ningsih serta Hesti sangat terkejut. Mereka seakan tidak percaya jika Roy memberi alamat yang tepat atau tinggal di rumah megah itu, Pak Rudi satpam penjaga rumah yang melihat mereka turun dari GoCar segera menghampiri ketika mereka menghampiri pagar.“Maaf, Bapak dan Ibu serta Mbak ini ingin mencari atau mau bertemu dengan siapa di sini?” sapa dan tanya Pak Rudi diiringi senyum ramahnya, Pak Jaka dan Bu Ningsih serta Hesti yang masih bengong langsung terkejut.“Kami diberikan alamat rumah ini oleh putra kami, tapi kami tiba-tiba saja ragu
“Tentu aja nggaklah, ada hal lain yang ingin aku sampaikan berkaitan dengan acara makan bareng tadi malam dengan Bang Bobby.” Jawab Viola diiringi senyum.“Oh iya, gimana dengan acara makan malam dengan Pak Bobby itu Bu?” Puspa penasaran.“Hal yang tadinya membuat aku ragu untuk memenuhi ajakan makan malamnya ternyata nggak seperti yang aku kira, Bang Bobby sosok yang asyik juga orangnya. Saking asyiknya ngobrol kami malah saling curhat,” tutur Viola kembali tersenyum.“Curhat? Curhat soal apa Bu?” Puspa makin penasaran.“Soal hubungan pribadi kami masing-masing, Bang Bobby juga ternyata senasib dengan aku yang saat ini bingung mencari tahu tentang orang yang dikasihi.” Ulas Viola.“Bang Bobby juga ditinggal kekasihnya dan saat ini tidak diketahui keberadaannya, begitu ya Bu?” tanya Viola.“Nggak gitu sih, dia tahu dengan keberadaan kekasihnya itu akan tetapi dalam beberapa bulan belakangan ini mereka tak pernah kontak. Setiap kali Bang Bobby hubungi kekasihnya itu nggak pernah mengan
“Yuk kita makan, mumpung masih hangat dan segar.” ajak Bobby, Viola menanggapinya dengan mengangguk diiringi senyum.“Nggak terasa udah 3 bulan lebih kita menjalin kerja sama, hotel ku sangat terbantu akan jasa dari perusahaan pariwisata mu itu. Dalam 3 bulan belakangan ini pengunjungnya meningkat,” kembali Bobby bicara di sela-sela makan malam mereka.“Hemmm, syukurlah kalau memang begitu Bang. Perusahaan kami juga diuntungkan dengan bertambahnya pelanggan dari hotel Bang Bobby itu,” ucap Viola kembali tersenyum.“Sebenarnya awal bulan yang lalu aku berencana untuk mengajakmu makan malam bareng, tapi karena kesibukan baru malam ini ada waktu dan kesempatan.” Ujar Bobby balas tersenyum.“Nggak apa-apa Bang, aku juga selalu sibuk kok bahkan tadi siang masih banyak berkas-berkas di kantor yang musti aku periksa dan tanda tangani.” Ulas Viola.“Wah, kenapa kamu nggak bilang? Kan kita bisa menundanya lain waktu acara makan malam bareng ini,” tanya Bobby.“Nggak apa-apa kok Bang, kerjaan y
Sabtu siang menjelang istirahat kerja, Viola datang ke ruangan Puspa. Hal itu tentu saja membuat Puspa terkejut karena memang tak biasanya begitu, setiap kali jika atasannya itu ada perlu selalu dia yang diminta datang ke ruangannya.“Bu Viola ternyata, saya kira tamu yang datang. Mari silahkan duduk Bu,” Puspa yang terkejut saat melihat atasannya yang membuka pintu ruangannya itu langsung berdiri menghampiri dan mempersilahkan duduk di kursi yang di sana tersedia pula sebuah meja yang biasa digunakan untuk melayani tamu.“Lagi sibuk dan masih banyak yang dikerjaan ya Bu Puspa?” tanya Viola.“Sudah tidak sesibuk tadi Bu hanya beberapa berkas saja yang belum selesai, ada yang perlu saya bantu sampai-sampai Bu Viola yang datang temui saya di ruangan ini?” jawab Puspa lalu balik bertanya.“Nggak terlalu penting sebenarnya dan sama sekali nggak ada kaitannya dengan pekerjaan kantor,” ulas Viola.“Lalu soal apa itu Bu?” Puspa penasaran.“Kemarin Bang Bobby nelpon ngajak aku makan malam bar
“Entahlah Mi, aku sendiri sekarang juga bingung.” Jawab Anton.“Sebaiknya kamu tinggal saja di rumah ini, ngapain nyusahin Bramasta dan keluarganya di sana.” usul Bu Widya.“Ya, apa yang dikatakan Mami mu itu benar. Selain nyusahin Bram dan keluarganya, di sini kamu nanti bisa berfikir untuk merubah sifat mu yang baik sadar maupun nggak kamu sadari telah membuat mu jadi begini. Kamu dengar itu, Anton?!” tutur Pak Bakri.“Dengar Pi,” jawab Anton dengan posisi wajahnya masih tertunduk.“Om dan Tante, aku dan Fitria sama sekali nggak keberatan dan merasa disusahin jika Mas Anton tinggal di rumah kami.” ulas Bramasta.“Kalau pun kamu dan Fitria nggak merasa begitu, tapi jika Anton tinggal di sana dianya pasti akan sulit berubah. Di sini ada Tante dan Om mu yang akan selalu menasehati dia,” ujar Bu Widya.“Iya Bram, aku di sini aja bareng Mami dan Papi.” Ulas Anton.“Oh ya Bram, gimana kabarnya Fitria? Ngapain nggak sekalian kamu ajak ke sini?” tanya Bu Widya kali ini ditujukan pada Bramas
“Biasanya kamu datang ke sini pasti ada maunya atau akan memberi tahu kami kabar yang tidak baik,” ujar Pak Bakri ketus pada putranya itu.“Pak, udah dong. Anak baru datang udah diomelin,” Bu Widya menenangkan suaminya yang sejak awal selalu emosi.“Loh kan emang benar begitu Bu, setiap kali dia datang ke sini mana pernah kita dengar kabar baik. Seperti halnya terakhir ia ke sini memberi tahu kita kalau dia akan bercerai dengan Angel,” tutur Pak Bakri, Anton dan Bramasta saling pandang lalu tertunduk.Satu-satunya sosok yang paling ditakuti dan disegani Anton adalah Papinya, makanya selama ini jika ia datang ke Jakarta tak berani datang dan menemui kedua orang tuanya itu.“Gimana kabar dengan perusahaan-perusahaanmu di luar negeri, Nak?” tanya Bu Widya.“Baik dan lancar-lancar aja Mi,” jawab Anton melirik sejenak pada Bu Widya tanpa berani arahkan pandangannya pada Pak Bakri.“Syukurlah kalau begitu, jika perusahaan induk di sini yang kamu percayakan pada Bram, kami selalu diberi kaba