Share

Bab 2. Menyerahkan Keperawanan

Tubuh Luna meremang merasakan jemari pria itu menelusuri bahu telanjangnya. Bisikan seraknya membuat bulu kuduknya semakin merinding. Berkali-kali Luna menengguk ludahnya berat dan susah payah.

Darah seakan berhenti di kepala gadis itu. Tenggorokannya seakan tercekat. Lidahnya kelu, tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Sentuhan yang diberikan oleh pria itu membuat seluruh organ dalam dirinya seakan meronta-ronta.

Pria mengecupi lembut bahu telanjang Luna. “Relaks, Luna. Aku akan membuat kenangan di pertama kali kau berhubungan seks.”

Wajah Luna memucat menegang, menatap pria itu yang tangannya mulai menjamah kedua payudaranya dengan buas. Sentuhan itu memberikan sensasi sengatan listrik di tubuh gadis itu. Dia sedikit meringis bercampur dengan desahan merdu.

Pria itu dengan mudah menarik dress yang dipakai Luna, melempar ke sembarangan arah. Mata pria itu berkilat menatap tubuh Luna yang kini hanya memakai g-strings berwarna hitam. Sangat seksi dan menggoda!

Luna menutup kedua payudaranya yang kini menatap pusat perhatian pria itu. Tubuhnya bergetar ketakutan. Dia ingin menangis. Namun, sekuat mungkin dia menahan air matanya agar tidak tumpah. 

“Singkirkan tanganmu. Tubuhmu ini milikku, Luna.” Pria itu menyingkirkan kedua tangan Luna yang menutupi payudara gadis itu. 

Luna pasrah. Dia hanya membuang wajahnya di kala pria itu menatap lapar dua payudara yang berukuran padat dan menantang. Dada sintalnya serta putingnya yang berwarna merah mud aitu, membuat pria itu tak bisa menahan.

Fuck, hargamu sangat pantas. Kau memiliki tubuh yang indah, Luna.” Pria itu membelai puting payudara Luna.

“Ah!” Desahan lembut lolos di bibir Luna. Gadis itu kini menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan desahan.

Pria itu menundukkan kepalanya, memasukan puting payudara Luna ke dalam mulutnya, mengisap sedikit kasar seperti bayi yang kelaparan. Tampak dada gadis itu tercondong ke depan di kala pria itu mengisap putingnyanya dengan buas.  

Lidahnya membelai ujung puting payudara Luna hingga membuat sekujur tubuh Luna merasakan sengatan kuat. Pria itu menyukai bermain-main sebelum pada puncaknya. Dia kini memberikan gigitan kecil di ujung puting payudara Luna.

“Ah!” Erang Luna meringis kesakitan.

Luna mendesah tak karuan, tak bisa lagi menahan, dia menatap dari cermin pria yang membelinya itu mencumbu kedua payudaranya dengan liar. Kewanitaannya berkedut akibat cumbuan dahsyat pria itu. Erangan bercampur rintihan yang lolos di bibirnya membuat pria itu mencumbu payudaranya dengan semakin liar dan penuh nafsu.

Pria itu melepaskan cumbuannya, dan menatap wajah Luna yang memerah. “Kau menyukainya, hm?” bisiknya.

Pipi Luna bersemu merah mendengar ucapan pria itu. Sialnya, tubuhnya malah merespon setiap sentuhan yang diberikan oleh pria itu. Pun dia sadar bahwa dia tidak bisa sama sekali berontak.

Pria itu mulai menanggalkan pakaiannya di depan Luna, melempar kemejanya ke sembarangan arah. Tampak Luna menjadi salah tingkah ketakutan. Gadis itu melihat jelas tubuh gagah pria yang membelinya. Tato yang ada di tubuh pria itu menyempurnakan fisik yang dimiliki pria itu.

Pria itu mengangkat tubuh Luna, membaringkan ke ranjang. Dia mulai melepaskan ikat pinggangnya, dan melepaskan kancing celana—menanggalkan celananya. Tepat di kala celana terlepas—raut wajah Luna semakin memucat panik—melihat kejantanan pria itu yang berada di balik celana dalamnya begitu besar dan keras.

Meskipun celana dalam pria itu belum terlepas, tapi imajinasi Luna sudah membayangkan bahwa kejantanan pria itu pasti sangat besar, panjang, dan keras. Astaga! Luna semakin ketakutan!

Luna memundurkan tubuhnya hingga terbentur di kepala ranjang. Matanya kini menatap pria itu dengan tatapan penuh permohonan dan berharap bahwa pria itu iba padanya.

“T-Tuan … a-aku mohon jangan.” Luna mengiba penuh permohonan.

Pria itu tak memedulikan permintaan Luna. Dia menarik kasar kedua kaki gadis itu, melucuti g-strings yang dipakainya dan melumat liar bibir Luna dan memainkan jarinya ke titik sensitive gadis itu. Tubuh Luna bergetar merasakan jemari pria itu bermain di titik sensitive-nya.

“Ah….” Luna mengerang nikat seraya memejamkan mata di kala merasakan nikmatnya jemari pria itu membelai titik sensitive-nya.

See? Kau merasakan kenikmatan. I know you it, you will like it,” bisik pria itu serak di depan bibir Luna.

Luna menggeleng menatap iba pria itu agar melepaskannya. Tubuhnya sudah tidak memiliki tenaga apa pun untuk berontak.

Pria itu melucuti celana dalamnya, lalu Luna memejamkan mata di kala pria itu melucuti celana dalamnya. Ya, Luna melihat kejantanan pria itu berdiri tegak dan besar—membuatnya merinding ketakutan.

Pria itu menindih tubuh Luna melumat liar bibir gadis itu sambil berbisik, “Tutuplah matamu. Tapi setelah ini aku akan membuatmu membuka mata bahkan menjerit.”

Pria itu membuka lebar kedua paha Luna—dan menyatukan miliknya ke dalam liang sempit gadis itu dengan satu kali hentakan keras. Terlihat mata Luna melebar bersamaan dengan bibir yang melebar akibat meloloskan jeritan.

“Ah!” Luna menjerit di kala pria itu memasukinya dengan kasar. Dia merasakan tubuh bagian bawahnya seakan dirobek secara paksa. Rintihan perih bercampur di sela-sela jeritan itu.

Pria itu menyeringai melihat Luna yang menjerit kesakitan. Tanpa belas kasih, pria itu menghunjam Luna dengan tempo yang keras dan liar. Dia sama sekali tidak memedulikan teriakan Luna yang meringis kesakitan.

Sudut mata Luna mengeluarkan air mata. Gadis itu memeluk erat punggung kekar pria itu. Dia sudah tidak lagi bisa berontak. Dia pasrah di bawah jerat oleh pria yang membeli keperawanannya.

“Ah—” Luna semakin memeluk erat punggung kekar pria itu di kala merasakan hunjaman yang diberikan pria itu mulai terasa nikmat. Meskipun rasa sakitnya masih ada, tapi tidak memungkiri bahwa Luna merasakan kenikmatan tiada tara.

Fuck, Luna! Kau sempit sekali!” Pria itu menggeram merasakan nikmatnya miliknya dijepit oleh milik Luna. Dia terus menghunjam dengan tempo pelan, sedang, dan berakhir dengan keras—hingga membuat Luna semakin meloloskan jeritan.

***

Draco menyesap wine di tangannya. Pria itu berdiri di area balkon kamar. Tatapannya sedikit melihat Luna yang terbaring di ranjang. Dia yakin pasti Luna merasakan kelelahan luar biasa akibat ulahnya.

Suara dering ponsel terdengar. Draco mengambil ponselnya dan melihat ke layar terpampang nma asistennya. Pria itu malas menjawab telepon dari sang asisten, namun dia menyadari ada misi yang belum diselesaikan. Akhrinya, dia memutuskan untuk menjawab panggilan telepon itu.

“Ada apa?” tanya Draco dingin dan tegas kala panggilan terhubung.  

“Tuan Draco, maaf mengganggu Anda. Saya hanya ingin mengingatkan, besok jam sepuluh pagi, Anda harus menyerahkan gadis yang Anda beli. Karena waktu yang diberikan sampai jam sepuluh pagi,” ujar sang asisten dari seberang sana.

“Aku menolak keinginan mereka. Gadis itu akan bersamaku sampai aku merasa bosan.”

“T-Tuan, A-Anda tidak bisa seperti itu. Penyelenggara acara—”

“Persetan dengan segala aturan! Kau urus semuanya! Aku tidak suka diatur! Tambahkan uang pada mereka satu juta dollar! Jika mereka menolak, maka mereka akan berurusan denganku!”

“T-Tapi, Tuan … bukankah misi Anda sudah selesai?”

“Belum sepenuhnya selesai! Misiku masih akan terus berjalan sampai aku benar-benar mengalahkan tua bangka itu! Sudahlah, kau jangan banyak bicara! Cukup kau patuhi saja apa yang aku perintahkan!”

Draco menutup panggilan telepon secara sepihak. Lantas, pria itu melangkah menuju Luna yang masih terlelap. Draco Riordan—pria tampan itu memiliki misi khusus kenapa mengikuti acara pelelangan—yang sampai membuatnya berakhir bertemu dengan sosok gadis polos dan lugu.

Draco duduk di tepi ranjang, melihat Luna menggeliat seperti tengah bermimpi. Selimut yang turun menunjukan dua payudara sintal gadis itu—membuat Draco tak sabar ingin mencicipi payudara gadis itu lagi.

Draco menunduk dan mengisap bergantian puting payudara Luna dan sontak membuat Luna terbangun akibat rangsangan itu. Gadis itu nampak terkejut dan berusaha menghindar di kala melihat pria yang membelinya kembali mencumbunya untuk kesekian kalinya.

“T-Tuan—” Dengan mata yang sembab, Luna menatap Draco dengan tatapan penuh permohonan.

Draco tak peduli dengan wajah memelas Luna. Pria itu menyibak selimut, menindih tubuh gadis itu—dan melumat bibirnya. “Aku menginginkanmu. Buka lebar pahamu, Luna,” titahnya tanpa ingin dibantahkan.

Luna menggeleng tegas dengan mata yang memerah akibat air mata terbendung di sana. Tapi semua itu percuma! Draco tidak memikirkan tentang Luna yang menatap penuh permohonan pada dirinya.

“Kau gadis nakal, Luna. Kau berani tidak patuh padaku,” bisik Draco mulai kesal.

Luna terisak. “T-Tuan, a-ku mohon, akh—”

Luna menjerit di kala Draco langsung memasuki kejantanannya ke dalam liang sempit gadis itu. Tanpa memiliki belas kasih sedikit pun, Draco menghunjam dengan tempo keras dan liar.

“Sakit?” bisik Draco di depan bibir Luna.

Luna mengangguk dan terisak. “S-sakit…”

Draco terkekeh rendah. “Kau ingin aku pelan, hm?”

Luna kembali mengangguk dengan air mata yang masih berlinang.

“Memohonlah padaku,” bisik Draco lagi.

Luna menggigit bibir bawahnya dan berkata. “A-aku mohon lakukan dengan pelan.” 

Draco tersenyum penuh kemenangan mendengar ucapan Luna. Detik selanjutnya, pria itu melumat lembut bibir Luna—dan menghunjam gadis itu dengan pelan sesuai yang dinginkan gadis itu.

Rasa sakit mulai tergantikan dengan kenikmatan. Air mata Luna telah mengering. Gadis itu memeluk erat punggung Draco—pasrah di kala pria itu menghunjamnya. Sekeras apa pun berontak tetap saja Luna sadar bahwa dia telah kalah.

***

-To Be Continued

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status