Share

Simpanan Sang Miliuner
Simpanan Sang Miliuner
Author: Abigail Kusuma

Bab 1. Pelelangan Gadis Perawan

Las Vegas, Nevada, USA.

“Sepuluh ribu dollar.”

“Dua puluh ribu dollar.”   

“Lima puluh ribu dollar.”

“Seratus ribu dollar.”  

Suara seruan para pria hidung belang memenuhi pelelangan megah di sebuah kota yang terkenal sebagai ‘Sin City’. Kota yang terkenal dengan kota yang dipenuhi dosa.  Namun, sayangnya kota yang dipenuhi dosa itu, menjadi kota kesukaan semua orang.

Lampu remang-remang menjadi daya tarik di kala memasuki ruang pelelangan megah yang ada di Las Vegas. Para tamu undangan yang hadir diwajibkan memakai topeng. Lampu yang diperbolehkan menyorot adalah di panggung di mana—seorang gadis cantik berdiri menjadi bahan jual-beli para lelaki hidung belang.

Gadis itu sangat cantik. Dia memakai dress berwarna gold begitu seksi. Bra dan celana dalamnya nyaris terlihat. Bisa dikatakan gadis itu nyaris telanjang. Dia berdiri di dalam sangkar emas dengan kedua tangan yang di borgol, dan mata yang ditutup kencang oleh kain berwarna hitam.

Raut wajah gadis cantik itu sedikit memucat. Bibirnya bahkan sejak tadi bergetar ketakutan. Ruangan itu memiliki suhu yang sangat dingin karena AC central yang besar. Akan tetapi, meski menggunakan AC—nyatanya keringat sedikit membanjiri kening gadis cantik itu. Keringat yang pastinya disebabkan oleh rasa takut yang mendera.

Berdiri menjadi bahan tontonan para lelaki hidung belang, tentu membuat nyali gadis itu menciut. Kain hitam yang ada di matanya sudah basah, akibat air mata yang sejak tadi tak henti berlinang. Pergelangan tangan memerah karena sempat berontak di kala dirinya ingin dimasukan ke dalam sangkar emas.

“Ya, penawaran tertinggi ada dinilai seratus ribu dollar. Siapa lagi yang berani lebih mahal? Saya pastikan pembeli tidak akan kecewa,” seru pembawa acara dengan senyuman licik di wajahnya.

“Seratus lima puluh ribu dollar.” Pria paruh baya yang masih sangat tampan, mengajukan penawaran tertinggi. Meski tak lagi muda, tapi terlihat tubuhnya sangat gagah. Aura ketampanannya begitu menonjol.

Semua orang di sana berdecak kagum pada pria paruh baya itu, yang berani mengajukan penawaran tertinggi. Sang pembawa acara tersenyum licik di kala ada yang menawar lebih tinggi.

“Ah, saya lupa menambahkan. Gadis yang berada di dalam sangkar emas ini masih perawan. Saya pastikan kalian akan puas,” ucap sang pembawa acara itu lagi.

Para pria hidung belang menyeringai sadis mendengar gadis yang berada di dalam sangkar emas itu, ternyata masih dalam keadaan perawan. Mata mereka sudah sejak tadi menatap lapar gadis berparas luar bisa cantik. Kulit putih mulus tanpa noda, berdiri di bawah sinar lampu, membuat gadis itu bagaikan Dewi. Tidak ada yang tak tergoda akan kecantikan gadis itu.

“Dua ratus ribu dollar.” Pria paruh baya itu menambahkan nominal penawaran, agar demi gadis itu jatuh ke dalam pelukannya. Tampak mata pria paruh baya itu menatap lapar tubuh Luna yang sangat indah dan cantik.

Luna—gadis cantik—yang berada di dalam sangkar emas semakin bergetar ketakutan, di kala mendengar ada yang menawar keperawanannya dengan nominal fantastis. Dia tak tahu seperti apa wujud dari pria yang menawarnya. Dalam keadaan mata tertutup, dia hanya bisa menduga-duga dari suara yang dia dengar.

Air mata Luna kembali berlinang. Dia tidak pernah menginginkan ini! Dia tidak pernah mau menjual diri. Luna tak pernah ingin menjadi seorang pelacur yang berada di tengah-tengah pria hidung belang.

Keadaan telah mendesak Luna hingga berada di tempat terkutuk seperti ini. Gadis itu ingin berlari kencang, meninggalkan acara terkutuk ini. Akan tetapi, Luna tidak memiliki tenaga ataupun keberanian. Gadis itu terlalu lemah.   

“Wah! Dua ratus ribu dollar! Ada yang lebih tinggi dari angka dua ratus ribu dollar?” seruan pembawa acara memenuhi keheningan ruang pelelangan megah itu.

Hening … Tidak ada suara apa pun di ruang pelelangan megah itu. Menandakan bahwa tidak ada yang bisa menawar lebih tinggi dari angka dua ratus ribu dollar, yang telah ditawar oleh pria paruh baya itu.

Luna semakin takut! Dalam keadaan tangan terborgol dan mata terpejam, membuat gadis itu seakan ingin mati. Sejak tadi dia sudah tidak nyaman dengan pakaian yang dia pakai. Sayangnya, Luna tidak memiliki jalan untuk kembali. Gadis itu hanya bisa pasrah pada keadaan yang sekarang ada di hadapannya.

“Baiklah, saya rasa penawaran yang tertinggi jatuh pada nominal dua ratus ribu dollar. Untuk meresmikan. Saya akan menghitung mundur. Tiga … dua … sa—”

“Satu juta dollar.” Seorang pria bertubuh tinggi tegap dengan topeng hitam di mata, melangkah masuk ke dalam ruangan itu. Pria berperawakan tampan itu baru saja masuk—dan menjadi pusat perhatian semua orang di sana.

Semua orang terkejut di kala ada yang menawar dengan angka satu juta dollar. Dua ratus ribu dollar saja untuk membeli keperawanan, sudah sangatlah mahal. Namun, ternyata ada yang berani lebih mahal berkali-kali lipat.

Sang pembawa acara terkejut. “Ada penawaran baru! Satu juta dollar. Ada yang berani lebih dari itu?” 

Pria paruh baya itu tak terima ada yang mengalahkannya. “Satu juta lima ratus dollar!”   

“Dua juta dollar!” Pria bertubuh tinggi gagah, tampak santai di kala menyebutkan nominal itu. Seolah uang hanyalah daun yang mudah sekali dicari olehnya.

“Kau—” Pria paruh baya terpancing emosi. Akan tetapi, dia tidak mungkin mencari keributan di acara pelelangan itu. Sebab, jika sampai dia membuat keributan, maka pasti pihak keamanan akan mengusir paksa dirinya.

“Dua juta lima ratus!” Pria paruh baya itu kembali menambah nominal, agar Luna jatuh ke tangannya. Dia sudah sejak tadi mengincar tubuh cantik dan seksi Luna.

Pria tampan dengan tubuh gagah itu hanya melukiskan senyuman angkuh, di kala ada yang mencoba mengalahkannya. “Tiga juta dollar,” serunya tanpa gentar.

Luna terkejut di kala mendapatkan penawaran sampai tiga juta dollar. Nominal yang fantastis. Apakah dirinya semahal itu? Sungguh penawaran nominal tertinggi membuat bulu kuduknya merinding. Pria macam apa yang mampu membelinya sampai semahal itu?   

“Beraninya kau!” Pria paruh baya itu terpancing emosi. Dia menggebrak keras meja tak terima, pada pria tampan yang berani menambah nominal fantastis. Emosinya sudah meledak. Dia yang tadi berusaha menahan amarah dalam dirinya, sekarang sudah tak bisa menahan.

Pria paruh baya itu maju dan hendak melayangkan pukulan pada pria tampan dan yang berhasil mengalahkannya. Namun, belum juga tangannya meninju wajah pria tampan itu—sudah ada seorang pengawal yang menahan pria paruh baya itu.

“Berani sekali kau mencari masalah denganku! Kau belum mengenal siapa aku!” bentak pria paruh baya itu penuh emosi. “Aku bisa menghancurkanmu! Jangan main-main denganku!”

Pria tampan itu tersenyum di balik topengnya yang tertutup rapat. “Simpan ancamanamu. Aku paling benci ada yang berani mengancamku.” 

“Kau—” Pria paruh baya itu kembali mencoba menyerang pria tampan itu. Akan tetapi, pengawal sudah langsung menyeret pria paruh baya itu keluar meninggalkan ruang pelelangan itu.

Suara teriakan pria paruh baya terdengar keras akibat berontak. Akan tetapi, dia kalah karena sudah ada tiga pengawal yang menyeretnya keluar dari ruang pelelangan secara paksa.

Ruang pelelangan menjadi hening tak bersuara apa pun. Para tamu undangan sekarang menatap sosok pria yang berani mengajukan penawaran paling mahal. Ya, pria tampan itu menjadi pusat perhatian semua orang di sana tanpa terkecuali.

Sang pembawa acara tersenyum. “Apa ada penawaran yang lebih tinggi?”

Tidak ada yang merespon pertanyaan sang pembawa acara. Pasalnya, pria tampan dan gagah itu mengajukan nominal fantastis. Bukan nominal sembarangan. Tentunya orang lain akan sangat berpikir ribuan kali untuk mengeluarkan nominal sebanyak itu.

“Baiklah, karena tidak ada yang mengajukan nominal lagi, maka pemenangnya adalah pria di ujung sana dengan penawaran tiga juta dollar.” Pembawa acara berseru—seraya menunjuk sopan pria tampan dan gagah yang memakai topeng hitam.

Tampak Luna semakin memucat di kala dirinya jatuh pada pria hidung belang. Bibirnya terus bergetar ketakutan. Dia melepas keperawanannya dengan harga tiga juta dollar. Harga yang fantastis. Namun, hatinya terasa tercabik karena tak pernah mengira bahwa dirinya akan berada di dunia seperti ini.

***

“Tunggulah di sini.” Pengawal mendorong Luna masuk ke dalam kamar hotel megah, yang sudah disiapkan oleh penyelenggara acara. Pengawal berbadan besar itu, memiliki aura bengis yang membuat Luna ketakutan.

Luna menangis sesenggukan. “Aku tidak menjual diriku. Tolong lepaskan aku.”

Gadis itu berusaha menyentuh lengan sang pengawal, tapi sayangnya sang pengawal langsung mendorong kasar Luna—hingga membuatnya tersungkur di lantai kamar hotel yang megah itu.

“Jangan berontak! Bibimu sudah menjualmu pada kami! Jika kau tidak menurut, jangan salahkan kami melemparmu ke rumah pelacuran! Kau mau seperti itu?!” bentak sang pengawal—dan segera pergi meninggalkan Luna.

Luna menangis sesenggukan seraya memeluk lututnya. Rasa takut semakin menyelimuti dirinya. Gadis itu ingin sekali melarikan diri. Namun, cara seperti apa agar dirinya bisa melarikan diri.

Luna dijual oleh adik dari ayah kandungnya sendiri. Setelah kedua orang tuanya sudah pergi, dia dibesarkan oleh bibinya. Tetapi, dia tidak pernah mengira kalau bibinya sampai tega menjual dirinya hingga membuatnya merada di tempat terkutuk seperti ini.

Suara pintu kamar terbuka. Gadis itu perlahan mengalihkan pandangannya—menatap sosok pria bertubuh tinggi tegap—yang melangkah masuk ke dalam kamar hotelnya. Lampu kamar tak dihidupkan semua, membuat Luna tak terlalu jelas melihat wajah pria yang baru saja masuk. Akan tetapi, meskipun lampu kamar tidak dihidupkan semua, gadis itu mentafsir bahwa pria yang baru saja datang—memiliki paras yang sangat tampan.

Luna menelan salivanya susah payah sambil menangis. “T-Tuan, t-terima kasih sudah membeli saya … T-tapi saya bukan pelacur. S-saya tidak menjual diri saya.”

Pria gagah dan tampan itu melangkah menghampiri Luna. Dia membuka topengnya dan berkata dingin, “Jika kau tidak menjual dirimu,  kenapa kau menjadi bahan untuk dijual?”

Luna memberanikan diri menatap sosok pria yang ada di hadapannya. Benar saja, gadis itu terpaku melihat sosok pria di hadapannya. Walau lampu tak sepenuhnya menyala tapi tetap pria itu memiliki paras yang sangat tampan.

“T-Tuan, a-aku mohon lepaskan aku.” Luna bingung untuk menjelaskan. Gadis itu takut kalau dirinya menjelaskan, malah akan menjadi masalah. Lebih baik dia meminta belas kasihan pria di hadapannya ini untuk melepasnya.

“Jika aku melepasmu, maka aku mengalami kerugian tiga juta dollar. Itu bukan uang kecil. Kau pikir aku mau kehilangan uangku?!” Pria itu berdesis tajam di depan Luna.

Air mata Luna tak henti bercucuran. Gadis itu pun tak memiliki uang sebanyak itu. “T-Tuan, a-aku pasti akan mengganti uangmu.”

Pria itu menarik dagu Luna, dan menatap mata gadis itu yang memerah. “Aku tidak ingin uangku kembali. Aku sudah membelimu. Itu artinya, malam ini kau menjadi milikku.”

Luna berusaha berontak dari kungkungan pria itu. Namun, tindakan berontaknya hanyalah percuma. Dia tidak akan pernah bisa pergi. Sekeras apa pun dia berusaha, tetap saja dia akan kalah.

Luna tak bisa melakukan apa pun. Hal yang bisa dilakukannya hanyalah pasrah. Dia sudah yakin sekeras apa pun dia memohon pada pria yang ada di hadapannya ini, tetap tidak akan pernah bisa membuat dirinya bebas. 

Pria itu membelai pipi Luna sedikit keras, menyeka air mata gadis itu. “Simpan air matamu. Aku tidak suka malam ini kau melayaniku dalam keadaan menangis.” 

Bibir Luna bergetar di kala jemari pria itu mulai membelai bibirnya. Aroma parfume maskulin menyeruak ke indra penciumannya, membuatnya seakan menjadi mati tak berdaya sedikit pun.

Air mata Luna mulai terhenti. Gadis itu sangat takut pada pria yang membelinya. Di balik wajah tampan pria itu—terdapat aura dingin, bengis, dan kejam. Itu yang membuat Luna tak bisa berkutik.

“Siapa namamu?” bisik pria itu serak.

Luna menggigit bibir bawahnya. “L-Luna … n-namaku Luna.”

Pria tampan itu membenamkan bibirnya ke bibir Luna, dan melumat bibir gadis itu liar. Tampak mata Luna melebar di kala pria itu mencium bibirnya. Ciuman pertamanya telah dirampas oleh pria yang sama sekali tidak pernah dia kenal. 

“Apa kau belum pernah berciuman sebelumnya?” bisik pria itu di depan bibir Luna. Dia menebak bahwa Luna belum pernah berciuman. Sebab, terbukti gadis itu masih sangat amatiran—tak mampu membalas ciumannya.

Luna mengangguk bagaikan kucing kecil merespon ucapan pria yang membelinya.

Pria itu menyeringai melihat respon Luna. Detik selanjutnya, dia mendekatkan bibirnya ke telinga Luna, mengecupi daun telinga gadis itu, seraya memberikan jilatan, hingga membuat tubuh Luna bergetar merasakan sengatan.

“Aku berjanji akan melakukannya dengan pelan, Luna.”

***

-To Be Continued

Follow me on I*: abigail_kusuma95 (Info seputar novel ada di I*)

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status