MasukPaginya, sebuah panggilan masuk dari Julia di ponsel Diego. "Pagi, Tuan... maaf mengganggu sepagi ini," sapa Julia, suaranya terdengar ragu.
"Hmm... ada apa, Julia? Apa uangnya kurang?" jawab Diego, menggeliat di balik selimut. Suaranya terdengar serak, masih diselimuti kantuk. "Bukan itu, Tuan. Saya ingin meminta izin untuk menemani Ibu operasi. Seharusnya operasi dijadwalkan besok, tapi dokter memajukannya menjadi hari ini pukul sepuluh pagi. Apakah Tuan mengizinkan saya?" "Bukankah ada kakakmu yang tidak bekerja itu? Siapa namanya? Armand?" "Armand... dia tidak bisa dihubungi, Tuan. Saya yakin dia sedang di luar kota atau mabuk di suatu tempat. Hanya ada saya sekarang," jelas Julia cepat, berusaha keras agar suaranya terdengar meyakinkan dan tidak memicu kemarahan Diego. "Saya janji akan segera kembali setelah operasi Ibu selesai." "Kamu punya adik, 'kan? Kamu ini terlalu sering meminta izin, Julia." Diego sengaja berkata seolah adik Julia, Laura, masih di Madrid, padahal Laura sudah berada di Amerika selama tiga tahun, berkarier sebagai bintang film dewasa. "Laura... Laura juga. tidak bisa dihubungi, Tuan," jawab Julia, suaranya sedikit bergetar, berusaha menahan emosi yang muncul setiap kali nama adiknya disinggung. "Dia tidak ada di sini. Tolong, Tuan. Ini hanya untuk beberapa jam. Saya akan tepat waktu untuk pertemuan kita nanti." "Baiklah, sebagai gantinya," ujar Diego, nada suaranya berubah menjadi menuntut. "Setelah operasi Ibumu selesai, segera datang ke penthouseku. Ganti seprai kasur dengan yang baru, karena aku mencuci seprai yang ada ada nodamu dan tidak sempat menggantinya tadi malam. Dan jangan pergi sebelum aku datang. Kamu harus melayaniku sampai aku puas." "Minta lagi, Tuan?" tanya Julia, suaranya terasa tercekik. "Tentu saja. Aku ini hyper. Jadi persiapkan dirimu. Jangan lupa kenakan lingerie saat aku tiba. Dan pastikan kamu tidak canggung melayaniku nanti. Karena itu, pelajari semua dari film dewasa yang kukirimkan." "Baik, Tuan," jawab Julia lirih, tanpa daya. Ia buru-buru memutus panggilan, merasakan keputusasaan yang semakin mencekiknya. Diego meletakkan ponselnya kembali ke nakas. Senyum tipis, penuh kemenangan, tersungging di bibirnya. Ia sudah menduga Julia akan patuh. Tekanan dan kendali adalah satu-satunya bahasa yang dipahami dan dihormati oleh orang-orang sejenis Julia. Sekarang, ia hanya perlu menikmati pagi dan menunggu "hadiah" yang akan datang ke penthouse-nya. Di meja makan keluarga Torres, hadir orang tua Diego, Richard Torres dan istrinya, Rachel, serta Diego yang sudah duduk menikmati sarapannya dengan tenang. "Bagaimana perkembangan pekerjaanmu? Sepertinya Papa tidak salah memercayakanmu untuk mengurus Torres International." "Biasa saja, aku bekerja karena aku menikmatinya," jawab Diego singkat, sambil menyantap Bocadillo de Calamares. Tak lama, Amanda, kakaknya, datang. "Pagi..." Rachel tersenyum dan menjawab, "Pagi, Sayang... Silakan duduk." Richard membalasnya dengan senyuman singkat seraya mengangkat gelas kopinya. "Btw, aku lupa jika kemarin itu... Lucia sedang berada di Kanada. Lalu, noda di seprai itu milik siapa?" Tanya Amanda berbisik dengan mencondongkan tubuhnya ke arah Diego. Perempuan berambut blonde itu nampaknya mulai usil lagi. Diego meletakkan garpunya, memandang Amanda dengan tatapan datar yang biasa ia gunakan. "Memangnya kenapa? Itu bukan urusanmu," jawabnya dingin. "Fokus saja pada makanmu, Amanda. Jangan mencampuri masalah orang lain. Ada banyak wanita di Madrid yang bersedia datang ke apartementku." "Masalahnya, kau ini sudah bertunangan, Diego. Gadis mana lagi yang kau goda?" Sorot mata Diego tajam dan menunjukkan kejengkelan yang nyata. "Jaga bicaramu, Amanda," desisnya rendah. Ia kembali menyantap sarapannya tanpa menoleh. "Kau terdengar seperti Mama. Urus saja jadwal yoga dan perawatan wajahmu. Aku tahu betul apa yang kulakukan." Richard, yang sedari tadi hanya berdeham pelan. "Diego, Amanda benar. Jaga sikapmu. Lucia adalah tunanganmu, dan reputasi keluarga Torres dipertaruhkan. Ayah tidak ingin mendengar rumor yang tidak pantas beredar di media atau kalangan bisnis." Nada suaranya tegas, namun terkendali. Rachel meletakkan serbetnya, ekspresi wajahnya berubah khawatir. "Sayang, apa yang Amanda katakan itu benar? Kamu tidak seharusnya... bermain-main dengan janji pertunanganmu. Cepat atau lambat, kabar ini akan sampai ke keluarga Lucia. Mama mohon, hormati keputusan yang sudah dibuat." Ia menatap Diego dengan tatapan memohon. "Keputusan apa, Ma? Pertunanganku dengan Lucia hanyalah murni karena bisnis dan kepentingan kalian," ucap Diego, menatap Richard dan Rachel secara bergantian. "Dan kau..." ia beralih melihat ke arah Amanda di sebelahnya. "Daripada repot-repot mengurusi urusanku, kenapa kau tidak menerima perjodohan dengan Edric Gomez saja, Amanda? Kau itu kerja pun tidak becus, bisanya hanya menghabiskan uang saja." Ucap Diego sambil berdiri dan meninggalkan area meja makan yang mulai menyebalkan. Amanda, yang belum sempat membalas, merasa dongkol luar biasa. Amanda tersentak, wajahnya merah padam menahan amarah dan penghinaan di depan kedua orang tuanya. Ia mengepalkan tangan di bawah meja. "Lihat, Pa, Ma! Selalu begitu! Dia selalu berpikir dia yang paling benar dan selalu meremehkanku!" desis Amanda tajam, matanya berkaca-kaca karena ucapan Diego yang begitu menyakitkan. "Dan soal Edric Gomez dia tahu aku tidak menyukai pria itu!" Ia mendorong kursinya ke belakang dengan kasar, membuat suara berderit di lantai. "Aku sudah tidak nafsu sarapan!" serunya, lalu bergegas bangkit dan menyusul pergi dari ruang makan, meninggalkan Richard dan Rachel dalam keheningan yang tegang. Richard menghela napas panjang, mengusap wajahnya dengan tangan seolah menahan beban yang berat. Ia menatap kepergian kedua anaknya dengan pandangan lelah. "Selalu saja seperti ini," gumamnya pelan, lalu menoleh pada istrinya. "Kita harus segera mengatur tanggal pernikahan Diego. Ini satu-satunya cara untuk mengendalikan sikapnya dan memastikan dia fokus pada Torres International." Rachel menggelengkan kepala, air mukanya menunjukkan kekecewaan yang mendalam. "Aku tidak tahu lagi, Richard. Mereka berdua... mereka sangat keras kepala. Kita mendidik mereka dengan baik, tapi mereka selalu saja bertengkar. Dan soal Diego... dia tidak pernah serius dengan pertunangan ini. Aku khawatir dia akan menghancurkan segalanya." Richard mengambil cangkir kopinya lagi. "Kita tidak punya pilihan lain, Rachel. Bisnis adalah yang utama. Kau urus Lucia, aku akan mengurus Diego." Di kantornya... "Pablo, minta salah satu staf dari divisi marketing untuk menggantikan Julia hari ini, Samantha. Aku mau dia, Julia sedang menemani ibunya operasi pagi ini." "Tapi, Tuan... Bukankah Nona Samantha sudah mengundurkan diri tiga bulan lalu karena melahirkan?" "Ah iya, aku lupa... Terserah. Carikan pegawai kita yang kompeten dan cekatan, minimal setara Samantha atau Julia. Jangan yang hanya memikirkan penampilan dan genit... aku muak." Pablo Reyes menundukkan kepala sejenak, mencatat perintah tersebut di tabletnya dengan cekatan "Baik, Tuan Diego. Saya mengerti kriteria yang Tuan butuhkan. Saya akan segera meninjau daftar staf yang ada di divisi marketing dan departemen lain untuk mencari pengganti yang paling sesuai, yang memiliki kapabilitas seperti Julia dan Samantha. Saya akan pastikan pengganti tersebut bukan tipe yang hanya mementingkan penampilan. Akan saya laporkan nama yang terpilih secepatnya." "Baiklah, segera siapkan pertemuan kita dengan Arianna Mendoza terkait proyek kawasan premium di Valencia. Pastikan kita bisa selesai sebelum pukul 3 sore." "Siap, Tuan. Saya akan segera menghubungi Arianna Mendoza untuk mengonfirmasi ulang waktu pertemuan. Semua materi presentasi dan dokumen proyek akan saya siapkan di ruang rapat sebelum waktu yang Tuan tentukan. Saya akan pastikan tidak ada gangguan selama pertemuan berlangsung.Julia tersenyum dan mengecup singkat bibir Diego. "Jangan buang waktu, Diego. Kita harus menangkan taruhan ini."Tangan Julia bergerak cepat, membuka kemeja putih dan celana bahan Diego dengan gerakan tenang. Mata Diego memancarkan hasrat yang membara. Ia memandang wanitanya; gadis lembek yang dulu ia temui kini telah bertransformasi menjadi sosok yang sagat berbeda, dingin, efisien dan penuh inisiatif.Sikap dingin Julia yang dibentuk oleh Diego, kini menjadi cerminan keefektifan, seorang partner yang memahami bahwa cinta adalah komoditas, dan waktu adalah aset.Tanpa perlu di arah, Julia menarik Diego, memimpin langkah menuju sofa burgundy yang terletak di tengah walk-in closet-nya. Ruangan itu dikelilingi cermin besar dan rak-rak berisi tas, parfum, aksesories, perhiasaan berharga serta sepatu mahal, sebuah latar belakang yang sempurna untuk pengakuan status mereka.Dalam keheningan closet mewah itu, mereka bergerak bersama, melupakan ancaman G
"Emilio. Senang melihat Anda di sini. Dan Elena. Anda terlihat luar biasa malam ini." Diego menyapa. "Diego! Tentu saja. Acara ini tak akan lengkap tanpamu. Julia! Selalu menjadi wanita yang paling mencuri perhatian di ruangan ini." "Terima kasih, Emilio. Elena, kau benar-benar bersinar. Dan Tuan Ferrero." Balas Julia. "Kau ingat heavy metal di Tuscany, Diego? Aku hampir memesan koki itu untuk acara ini, tapi sayangnya ia sudah pindah ke Berlin." Elena berusaha mencari perhatian. "Sayang sekali. Kami datang ke sini untuk tujuan yang lebih efisien, Elena." "Emilio, kami baru saja tiba, tetapi Diego sudah sangat bersemangat ingin mengulas kemajuan Proyek Málaga dan membahas strategi konsolidasi yang kita sepakati. Bisakah kami mencuri Anda sebentar? Mungkin Tuan Ferrero bisa bergabung untuk memastikan semua detail legal berjalan lancar." Julia secara halus mengisolasi Elena dan secara implisit me
Di ambang pintu apartemen, Julia berdiri sempurna dalam balutan gaun malam berwarna merah yang memeluk dan menonjolkan lekuk tubuhnya. Penampilannya adalah perpaduan kecerdasan dan kemewahan. Sebuah kalung berlian melingkari leher jenjangnya, serasi dengan anting-anting menjuntai. Kilau perhiasan melengkapi penampilannya: dua cincin bersemat di jari manis kanan dan kiri, serta gelang emas halus di pergelangan tangannya. Penampilan Julia bukan hanya tentang keindahan. Dalam perannya di dunia Diego, ia tidak pernah hanya mengandalkan daya tarik fisik. Investasinya yang sesungguhnya adalah kecerdasan tajamnya. Keberhasilannya terbukti nyata; dalam setiap negosiasi bisnis, Julia selalu menjadi faktor penentu yang membawa hasil menguntungkan signifikan bagi perusahaan Diego, Torres International. Bagi Diego, hubungan ini adalah investasi yang sangat memuaskan, bahkan efisien. Ia adalah penyokong dana utama, memastikan bantuan fi
Saat Julia berdiri, Laura tiba-tiba menahan tangannya."Tunggu, Kak. Aku punya usul."Julia dan Diego berhenti."Aku ingin pulang ke Spanyol. Mungkin bukan di Madrid, tapi sebuah desa yang jauh. Aku ingin identitas baru. Aku janji tak akan membuat ulah. Aku akan bersembunyi agar kau tak malu dan Ibu tetap sehat."Julia menghela napas. Permintaan itu menghantam pertahanan logisnya. "Laura, kau tahu itu mustahil. Identitas baru di Spanyol akan dilacak dalam hitungan minggu.""Tapi setidaknya aku dekat denganmu, Julia. Aku bisa melihat Ibu setahun sekali, di tempat yang aman. Aku lelah hidup dalam ketakutan dan di bawah pengawasan yang ketat di sini. Aku ingin merasa normal."Diego melihat kelelahan di mata Laura, dan keraguan yang muncul di wajah Julia.Diego memotong, nadanya tidak sabar. "Ide yang romantis, Laura, Keamananmu adalah prioritas, dan itu terletak pada jarak dan isolasi."Julia menatap Diego, kemudia
Georgina mendekat ke Hector, matanya menyala. "Kalau begitu, kita ubah skema kekacauan. Mereka berdua dalam perjalanan. Ini adalah waktu terbaik. Hubungi sumber kita di Portugal. Aku tidak ingin Laura hanya dipindahkan. Aku ingin Laura membuat kesalahan yang tidak bisa diperbaiki, segera. Kita harus memastikan perjalanan ini adalah perjalanan terakhir bagi 'efisiensi' Julia." "Kesalahan seperti apa, Nona?" "Bukan kesalahan fisik. Kita serang mentalnya. Buat Laura takut oleh teror, Hector. Atur panggilan telepon anonim yang konstan. Pastikan kode wilayah negara penelepon adalah Amerika atau Meksiko." Hector tercenung sejenak, memahami implikasinya. "Kode wilayah itu... itu akan langsung menghubungkannya dengan masalah masa lalunya sebagai pornstar dan potensi keterlibatan kartel. Paranoia akan memuncak." "Tepat. Kita tidak perlu menembak, Hector. Kita hanya perlu meyakinkannya bahwa tempat persembunyiannya tid
Georgina Lopez sedang meninjau proyek merger dengan Hector ketika ia menerima dokumen yang sama melalui faks aman."Dia mengancamku dengan tindakan hukum jika aku mendekati Julia Rivas? Dia melindunginya seperti aset militer!?""Tuan Torres jelas mengambil ancaman stres itu dengan sangat serius, Nona. Ini adalah respons langsung terhadap taruhan 65-35. Dia ingin memastikan tidak ada variabel eksternal yang menghalangi Proyek Pewaris.""Dia takut aku akan menghancurkan Julia secara mental, dan itu akan menggagalkan rencananya. Wanita rendahan itu... dia berhasil membuat Diego tunduk pada ketakutan.""Apa rencana kita, Nona?""Kita tidak bisa mendekatinya secara fisik, tapi kita bisa menyerang titik lemahnya. Lacak Laura Rivas di Portugal.""Diego ingin efisiensi biologis? Aku akan memberinya kekacauan logistik yang akan membuat stres Julia melonjak ke atap."..Tiga minggu berlalu. Julia baru saja menye







