Share

5. Miguel Curiga

last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-14 09:46:22

Julia segera keluar dari penthouse megah namun begitu keluar separti ada kelegaan yang tak terperi, tanpa membuang waktu dia segera memesan taksi dari lobi. Begitu taksi yang dipesannya datang, Julia cepat-cepat masuk, meraih botol air mineral di tas kecilnya, dan tanpa ragu menelan satu butir pil kontrasepsi pemberian Diego. tak ada rasa apa pun, seperti tablet salut gula tapi pahit di hatinya, sepahit kenyataan yang harus dia telan mentah-mentah.

Taksi yang ditumpanginya akhirnya tiba di Moratalaz, suatu tempat distrik kelas menengah ke bawah, di kota Madrid tepat pukul 20.30. Lingkungan rumah Julia terasa sepi. Ia yakin sekali Armand, saudaranya, pasti sedang menghabiskan waktu di meja judi atau mabuk-mabukan entah di mana.

Saat Julia baru saja turun dari taksi, sebuah mobil dikenalinya berhenti di depannya. Itu adalah mobil Miguel, sang kekasih.

"Kamu dari mana saja, Julia?" tanya Miguel, nadanya menuntut, sambil menarik lengan Julia sedikit kasar dan menghentak. "Jawab, Julia!!"

Julia berbalik, berusaha menenangkan diri. "Aku baru saja dari rumah sakit."

"Aku tidak melihatmu di sana dan kenapa ponselmu mati, Julia?!" desak Miguel, matanya menyiratkan kecurigaan. "Kamu dari mana, hmm?." Menarik Julia agar menghadap padanya.

"Baterainya habis," jawab Julia cepat. "Ya, aku memang hanya sebentar di rumah sakit. Setelah menyerahkan uang untuk biaya operasi Ibu, aku langsung pulang."

"Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu?" Pertanyaan Miguel menusuk ulu hatinya.

"Aku meminjamnya dari teman lama Ibu, Bibi Catalina," jawab Julia, menciptakan kebohongan dengan cepat, Julia yakin satu kebohongan tercipta, maka akan ada kebohongan lain muncul, begitu terus.

"Sepertinya aku baru mendengar nama itu. Kamu tidak sedang berbohong, 'kan?" selidik Miguel, dengan senyum penuh arti, kedua tangan Miguèl mencengkeram kuat lengan Julia.

Julia merasa terpojok, nada suaranya berubah tajam. "Tentu saja kamu tidak tahu, itu teman lama ibuku. Apa urusanmu aku berbohong atau tidak? Toh, kamu juga tidak bisa membantuku, Miguel."

Miguel menghela napas. "Bukannya aku tidak mau membantumu, Julia. Hanya saja jumlah itu memang terlalu besar untukku saat ini.. Aku perlu untuk menata masa depan bersamamu, kamu tahu kan aku ingin membuka bisnis di luar pekerjaanku sebagai akuntan."

"Kalau begitu, jangan terlalu ikut campur. Itu urusanku, aku yang akan membayar hutang-hutang itu." balas Julia ketus, sambil berjalan menuju pintu dengan hati berkecamuk.

"Kenapa kamu tidak meminta bantuan Laura saja? Uangnya sekarang banyak, apalagi setiap hari ada filmnya beredar dari rumah produksi yang berbeda," ucap Miguel dengan nada yang sangat enteng, tanpa menyadari dampak ucapannya.

Julia berhenti mendadak di depan pintu, tubuhnya menegang mendengar nama adiknya dan cara Miguel menyebut profesinya dengan begitu enteng. Ia berbalik, menatap Miguel dengan mata memerah.

"Laura... Laura punya jalannya sendiri, Miguel. Dan aku punya harga diri yang tidak bisa kuminta-minta pada orang yang sudah kamu cap sebagai wanita jalang," jawab Julia dingin, tekanan emosi membuatnya berbicara dengan suara tertahan.

Ia lalu memegang gagang pintu, melanjutkan, "Masalah uang sudah selesai. Sekarang, biarkan aku masuk. Aku ingin istirahat." Julia segera memutar kunci, tidak memberi Miguel kesempatan untuk merespons lagi.

Di depan pintu, Miguel mencoba menggedor daun pintu kayu yang sudah rapuh itu, sambil terus memanggil nama Julia dengan frustrasi.

"Buka, Julia! Aku datang kemari karena aku merindukanmu! Jangan bersikap seenaknya sendiri!" teriak Miguel.

Julia di balik pintu hanya diam membatu, memilih mengabaikannya. Tubuh, hati, dan pikirannya terlalu lelah untuk meladeni Miguel. Ia tahu betul, perdebatan mereka pasti akan berlarut-larut jika ia tidak segera mengunci diri.

Dengan langkah cepat, Julia mengganti pakaiannya dan menyalakan ponselnya. Ada spam chat dari Miguel juga dari Diego di sana. Pesan itu hanya berisi pin ATM yang ia terima tadi malam dan sebuah tautan yang terasa aneh.

"Aku ingin kamu mempelajari ini untuk pertemuan kita nanti. Dan jangan lupa, kenakan lingerie terbaik. Tidak ada bantahan," bunyi pesan singkat dari Diego, aura dominasinya begitu terasa meski lewat tulisan.

Julia berdecak kesal, merasa diperintah seperti boneka. Namun, rasa penasaran dan kepatuhan yang bercampur aduk membuatnya tetap meng-klik tautan itu. Tautan itu mengarah ke...

...sebuah platform berisi deretan film dewasa yang sangat eksplisit. Jantung Julia sakit. Ia menyadari maksud terselubung Diego: ini adalah materi pelajaran. Film dewasa. Diego ingin Julia mempelajarinya karena pria itu merasa ia terlalu amatir dan kaku dalam permainan mereka.

Kebencian dan rasa jijik seketika menyeruak, bercampur dengan fakta getir bahwa ia kini dipaksa mengikuti jejak Laura, adiknya, meskipun dalam bentuk yang berbeda. Ia menutup ponselnya dengan gemetar, air mata panas mulai membasahi pipinya.

"Diego, berengsek!" ucapnya dengan geram dan bergetar.

Di sudut jalan, Diego diam-diam mengawasi perdebatan Julia dan Miguel. Ia bisa membaca emosi dari tatapan tajam Julia, reaksi jelas terhadap setiap kata menuntut yang diucapkan pria itu.

"Pengecut tak tahu malu. Siapa dia berani-beraninya mengatur milikku?"

Kemudi mobil dipukulnya keras. Dalam satu gerakan cepat, Diego meninggalkan Moratalaz.

Diego kembali ke rumah orang tuanya di kawasan elit Spanyol untuk mencari pelayan kepercayaannya. Ia mengetuk pintu kamar pelayan itu dengan hati-hati, pandangannya menyapu kanan dan kiri, persis seperti seorang pencuri.

"Tuan Diego, ada apa?" Perempuan bertubuh berisi, Jacinta, keluar dari kamar. Rupanya ia baru saja terlelap.

"Maaf, Bibi Jacinta, tolong bantu aku mencuci seprai ini. Mesin cuci di apartemenku sedang bermasalah."

"Tentu, Tuan. Tapi bukankah lebih mudah langsung dimasukkan ke mesin cuci saja?."

"Masalahnya ada ini Bi" Diego menunjukkan noda darah di sprei yang terbungkus laundry bag, "Bi. Aku khawatir nanti mengotori cucian yang lain," jelas Diego dengan nada hati-hati.

"Oh, baiklah, saya mengerti," sahut Jacinta tenang. "Nona Lucia sedang berhalangan rupanya."

Diego hanya menggaruk tengkuk lehernya. Bingung harus menjelaskan apa, ia hanya meringis canggung. Ekspresi ini sangat berbeda dengan citra dingin, angkuh, dan minim bicara yang selalu ia tampilkan di hadapan orang luar.

"Tolong ya, Bi. Cuci ini terpisah. Aku ingin Bibi yang mengerjakannya." Diego menyodorkan beberapa lembar Euro kepada Jacinta.

"Tak perlu, Tuan. Ah, Anda ini. Gaji dari Tuan Richard Torres sudah lebih dari cukup. Sudah, sudah, sana... pergilah, istirahat. Bibi lelah sekali. Besok pagi semua akan saya bereskan."

Karena sudah terbiasa menghadapi Diego sejak kecil, wanita itu mengusir Diego secara halus sambil membawa seprai itu masuk ke kamarnya, meninggalkan Diego berdiri sendirian di depan pintu.

Diego bermaksud menghabiskan malam ini di rumah orang tuanya yang terletak di Aravaca, sebuah kawasan elite terkenal di Madrid. Lingkungan alamnya yang asri, area hijau yang luas, dan suasananya yang sunyi amat ideal bagi siapa pun yang mencari ketenangan dari hiruk pikuk kota.

Saat hendak menaiki tangga, ia berpapasan dengan kakak perempuannya yang terkenal cerewet, Amanda Torres

"Ingat pulang juga kamu? Bukankah lebih nyaman di apartemenmu agar lebih bebas, Diego?" sindir Amanda, nadanya penuh penilaian.

Diego menghela napas pendek. "Hanya untuk semalam, Amanda. Apartemenku sedang berantakan," jawabnya datar, tidak repot-repot menjelaskan masalah mesin cuci tadi. "Ada masalah apa?"

"Tidak, ada... hanya saja mencurigakan. Kamu langsung ke kamar pelayan untuk mencuci seprai," Amanda tersenyum miring, penuh selidik. "Ada noda darah, aku lihat. Tak mungkin 'kan tunanganmu, Lucia, masih perawan, mengingat kalian sering berlibur bersama."

Diego berhenti di anak tangga pertama dan menatap kakaknya dengan dingin, tatapan yang membuat senyum Amanda sedikit memudar.

"Urusanmu apa? Aku tidak punya kewajiban melaporkan kondisi sepraiku padamu," jawab Diego, suaranya rendah dan tajam. Ia melanjutkan langkah, mengabaikan kakaknya. "Jika kau tidak ada urusan penting, sebaiknya aku tidur."

Diego langsung masuk ke kamarnya dan mengganti baju dengan pakaian yang lebih santai. Kata-kata Amanda yang penuh curiga itu bukanlah hal baru meresahkan hatinya yang dingin. Sejak kecil, mereka memang rukun, tetapi menjelang dewasa, tingkah Amanda berubah menjadi sangat menyebalkan.

Terutama setelah beberapa kali kegagalan dalam hubungan percintaan yang tidak mulus, Amanda semakin sering bersikap sinis pada Diego. Entah iri karena Diego dan Lucia terlihat rukun juga saling mencintai, membuat Amanda juga ingin punya kisah cinta yang mulus dan manis.

Di satu sisi, ada rasa iba pada kakaknya yang berulang kali terperangkap dalam hubungan yang toxic. Namun, melihat tingkah Amanda yang selalu ikut campur dan menyebalkan, rasa muak Diego kembali menyeruak. Inilah alasan utama mengapa Diego memilih tinggal terpisah, menjauh dari keluarganya, untuk menghindari tekanan mental dan stres yang ditimbulkan oleh interaksi seperti ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Simpanan Tuan Torres   114. Proyek Ibiza

    Julia tersenyum dan mengecup singkat bibir Diego. "Jangan buang waktu, Diego. Kita harus menangkan taruhan ini."Tangan Julia bergerak cepat, membuka kemeja putih dan celana bahan Diego dengan gerakan tenang. Mata Diego memancarkan hasrat yang membara. Ia memandang wanitanya; gadis lembek yang dulu ia temui kini telah bertransformasi menjadi sosok yang sagat berbeda, dingin, efisien dan penuh inisiatif.Sikap dingin Julia yang dibentuk oleh Diego, kini menjadi cerminan keefektifan, seorang partner yang memahami bahwa cinta adalah komoditas, dan waktu adalah aset.Tanpa perlu di arah, Julia menarik Diego, memimpin langkah menuju sofa burgundy yang terletak di tengah walk-in closet-nya. Ruangan itu dikelilingi cermin besar dan rak-rak berisi tas, parfum, aksesories, perhiasaan berharga serta sepatu mahal, sebuah latar belakang yang sempurna untuk pengakuan status mereka.Dalam keheningan closet mewah itu, mereka bergerak bersama, melupakan ancaman G

  • Simpanan Tuan Torres   113. Elena vs Georgina

    "Emilio. Senang melihat Anda di sini. Dan Elena. Anda terlihat luar biasa malam ini." Diego menyapa. "Diego! Tentu saja. Acara ini tak akan lengkap tanpamu. Julia! Selalu menjadi wanita yang paling mencuri perhatian di ruangan ini." "Terima kasih, Emilio. Elena, kau benar-benar bersinar. Dan Tuan Ferrero." Balas Julia. "Kau ingat heavy metal di Tuscany, Diego? Aku hampir memesan koki itu untuk acara ini, tapi sayangnya ia sudah pindah ke Berlin." Elena berusaha mencari perhatian. "Sayang sekali. Kami datang ke sini untuk tujuan yang lebih efisien, Elena." "Emilio, kami baru saja tiba, tetapi Diego sudah sangat bersemangat ingin mengulas kemajuan Proyek Málaga dan membahas strategi konsolidasi yang kita sepakati. Bisakah kami mencuri Anda sebentar? Mungkin Tuan Ferrero bisa bergabung untuk memastikan semua detail legal berjalan lancar." Julia secara halus mengisolasi Elena dan secara implisit me

  • Simpanan Tuan Torres   112. Pesta Dan Konfrontasi

    Di ambang pintu apartemen, Julia berdiri sempurna dalam balutan gaun malam berwarna merah yang memeluk dan menonjolkan lekuk tubuhnya. Penampilannya adalah perpaduan kecerdasan dan kemewahan. Sebuah kalung berlian melingkari leher jenjangnya, serasi dengan anting-anting menjuntai. Kilau perhiasan melengkapi penampilannya: dua cincin bersemat di jari manis kanan dan kiri, serta gelang emas halus di pergelangan tangannya. Penampilan Julia bukan hanya tentang keindahan. Dalam perannya di dunia Diego, ia tidak pernah hanya mengandalkan daya tarik fisik. Investasinya yang sesungguhnya adalah kecerdasan tajamnya. Keberhasilannya terbukti nyata; dalam setiap negosiasi bisnis, Julia selalu menjadi faktor penentu yang membawa hasil menguntungkan signifikan bagi perusahaan Diego, Torres International. Bagi Diego, hubungan ini adalah investasi yang sangat memuaskan, bahkan efisien. Ia adalah penyokong dana utama, memastikan bantuan fi

  • Simpanan Tuan Torres   111. Bulan Kedua

    Saat Julia berdiri, Laura tiba-tiba menahan tangannya."Tunggu, Kak. Aku punya usul."Julia dan Diego berhenti."Aku ingin pulang ke Spanyol. Mungkin bukan di Madrid, tapi sebuah desa yang jauh. Aku ingin identitas baru. Aku janji tak akan membuat ulah. Aku akan bersembunyi agar kau tak malu dan Ibu tetap sehat."Julia menghela napas. Permintaan itu menghantam pertahanan logisnya. "Laura, kau tahu itu mustahil. Identitas baru di Spanyol akan dilacak dalam hitungan minggu.""Tapi setidaknya aku dekat denganmu, Julia. Aku bisa melihat Ibu setahun sekali, di tempat yang aman. Aku lelah hidup dalam ketakutan dan di bawah pengawasan yang ketat di sini. Aku ingin merasa normal."Diego melihat kelelahan di mata Laura, dan keraguan yang muncul di wajah Julia.Diego memotong, nadanya tidak sabar. "Ide yang romantis, Laura, Keamananmu adalah prioritas, dan itu terletak pada jarak dan isolasi."Julia menatap Diego, kemudia

  • Simpanan Tuan Torres   110. Pindah Ke Medeira

    Georgina mendekat ke Hector, matanya menyala. "Kalau begitu, kita ubah skema kekacauan. Mereka berdua dalam perjalanan. Ini adalah waktu terbaik. Hubungi sumber kita di Portugal. Aku tidak ingin Laura hanya dipindahkan. Aku ingin Laura membuat kesalahan yang tidak bisa diperbaiki, segera. Kita harus memastikan perjalanan ini adalah perjalanan terakhir bagi 'efisiensi' Julia." "Kesalahan seperti apa, Nona?" "Bukan kesalahan fisik. Kita serang mentalnya. Buat Laura takut oleh teror, Hector. Atur panggilan telepon anonim yang konstan. Pastikan kode wilayah negara penelepon adalah Amerika atau Meksiko." Hector tercenung sejenak, memahami implikasinya. "Kode wilayah itu... itu akan langsung menghubungkannya dengan masalah masa lalunya sebagai pornstar dan potensi keterlibatan kartel. Paranoia akan memuncak." "Tepat. Kita tidak perlu menembak, Hector. Kita hanya perlu meyakinkannya bahwa tempat persembunyiannya tid

  • Simpanan Tuan Torres   109. Georgina Memulainya

    Georgina Lopez sedang meninjau proyek merger dengan Hector ketika ia menerima dokumen yang sama melalui faks aman."Dia mengancamku dengan tindakan hukum jika aku mendekati Julia Rivas? Dia melindunginya seperti aset militer!?""Tuan Torres jelas mengambil ancaman stres itu dengan sangat serius, Nona. Ini adalah respons langsung terhadap taruhan 65-35. Dia ingin memastikan tidak ada variabel eksternal yang menghalangi Proyek Pewaris.""Dia takut aku akan menghancurkan Julia secara mental, dan itu akan menggagalkan rencananya. Wanita rendahan itu... dia berhasil membuat Diego tunduk pada ketakutan.""Apa rencana kita, Nona?""Kita tidak bisa mendekatinya secara fisik, tapi kita bisa menyerang titik lemahnya. Lacak Laura Rivas di Portugal.""Diego ingin efisiensi biologis? Aku akan memberinya kekacauan logistik yang akan membuat stres Julia melonjak ke atap."..Tiga minggu berlalu. Julia baru saja menye

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status