Share

7. Rumit

last update Last Updated: 2025-10-16 15:40:12

Di rumah sakit, Julia sedang menata selimut Carmen, ibunya. Operasi akan dimulai pukul 10 nanti. "Julia, kamu meminta izin lagi? Nanti Tuan Diego marah?.

"Aku sudah meminta izin padanya, Bu. Ibu tak perlu khawatir."

"Kamu tampak lelah, Nak? Apa kamu masih lembur seperti biasa?."

Julia tersenyum simpul. "Ya, bu." Jeda menghela nafas. "Tuntutan pekerjaan." Ya, seperti biasa lembur. Tapi kali ini, lemburan mengurus gairah bos-nya. Begitu, batinnya.

"Kamu terlalu lelah mencari uang untuk ibu, ibu merasa bersalah."

Julia menggeleng. "Jangan berkata demikian, bu. Siapa yang mau sakit? Sudah jangan dipikirkan, dokter Fabio bilang ibu tak boleh banyak pikiran, bukan?." Hibur Julia.

"Apa Laura menghubungimu ketika Ibu sakit?"

"Dia mengganti nomornya lagi, Bu. Aku tak tahu nomor barunya sejak dia pindah ke L.A bu, dia tak memberitahuku.Tapi aku sudah mengirim pesan langsung melalui akun media sosialnya, entah dia mau membacanya atau tidak."

"Ibu tak habis pikir, mengapa Laura memilih jalan pintas... tidak mau kuliah, padahal ia bisa saja mendapatkan beasiswa seperti kamu, Julia. Ibu merasa merasa gagal menjadi orang tua, karena ibu tak pernah mencukupinya.. sehingga dia ingin mendapatkan uang dengan cepat."

"Bu, sudahlah. Laura sudah dewasa untuk mengambil keputusan itu. Sebaiknya Ibu fokus pada pemulihan kesehatan Ibu, ok?"

"Iya, kamu benar, Julia. Ibu tak akan mengecewakanmu yang telah berjuang keras demi kesembuhan Ibu.."

"Bu, jangan lupa, jika Miguel bertanya soal uang... katakan saja aku meminjam pada Bibi Catalina, teman Ibu. Aku tahu teman Ibu tidak ada yang bernama itu. Sebenarnya aku pinjam ke bank."

Carmen menggenggam tangan Julia. "Ibu tahu, Nak. Ibu tahu pengorbananmu. Miguel memang mudah marah soal uang, tapi dia anak yang baik. Kamu tenang saja, Ibu akan mengingat ceritamu tentang Bibi Catalina."

Seorang perawat masuk ke kamar. "Permisi, Nyonya Carmen, sudah waktunya persiapan. Kami akan membawa Anda ke ruang operasi."

"Baik, Sus," jawab Carmen. Ia menatap Julia. "Tolong doakan Ibu, ya, Nak."

"Tentu, Bu. Aku akan menunggu di luar," ujar Julia, berusaha tersenyum meski hatinya dipenuhi kecemasan ganda: kecemasan akan operasi ibunya dan ketakutan akan janji yang harus ia tepati pada Diego setelah ini. Julia mencium kening ibunya, lalu membiarkan perawat membawa Carmen ke ruang operasi.

Julia melangkah keluar, mencari kursi tunggu terdekat. Ia mengeluarkan ponselnya, menatap layar dengan nanar. Ia hanya punya beberapa jam, dan ia harus segera mempelajari film dewasa yang dikirim Diego, sebuah tugas yang terasa menjijikkan namun harus ia lakukan demi menjaga pekerjaannya dan melunasi utang ibunya. Rasa putus asa mencekiknya.

"Julia...."

Sebuah suara yang tak asing mengejutkan Julia. Ia segera menutup jendela browser ponselnya.

"Armand? Ke mana saja kau..." Julia tersentak kaget, tetapi sekaligus senang. Kakaknya akhirnya muncul. Ia berharap Armand akan memberikan dukungan untuk kesembuhan sang ibu.

"Ibu sudah selesai dioperasi?" tanya Julia, seraya sedikit menjauh karena mencium bau tak sedap dari Armand yang bercampur keringat dan alkohol.

"Baru saja mulai, Armand. Menjauhlah... kamu kapan terakhir mandi?" Armand hanya tertawa kecil, tawa yang terdengar sumbang dan dipaksakan. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding di samping Julia, sama sekali tidak peduli dengan bau tubuhnya yang menusuk.

"Aku baru dari luar kota. Ada urusan mendadak," jawab Armand santai, tanpa sedikit pun terlihat menyesal atau cemas akan kondisi ibunya. Mata Armand yang sedikit memerah terlihat lebih fokus pada tas Julia daripada keadaan di sekitarnya. "Kau di sini sampai kapan? Aku butuh sedikit uang untuk makan."

"Keperluan apa di luar kota? Bekerja atau berjudi?" Tanya Julia, langsung pada intinya. "Jika bekerja, kenapa kau masih meminta uangku? Uangku hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dengan Ibu, dan aku juga butuh biaya untuk pemeriksaan lanjutan setelah Ibu selesai operasi."

Armand mendengus, raut wajahnya berubah masam karena tuduhan telak itu. "Jaga bicaramu, Julia! Tentu saja aku bekerja. Aku baru saja menyelesaikan proyek konstruksi di luar kota," elaknya cepat, meskipun matanya menghindari tatapan Julia. "Lagipula, aku ini kakakmu. Apa susahnya memberiku sedikit uang? Kau bekerja untuk perusahaan bonavide, gajimu pasti besar. Kau selalu pelit!"

Julia tertawa sinis, tawa tanpa kegembiraan. "Gaji besar? Kau tahu aku harus meminjam uang dari bank, Armand! Semua ini untuk biaya rumah sakit Ibu! Aku bahkan harus mencari pinjaman atas namaku sendiri karena kau tidak pernah bisa dihubungi!" Suara Julia meninggi, memecah kesunyian di area tunggu itu.

Ia menatap Armand dengan sorot mata terluka dan marah. "Uangku tidak akan kuberikan padamu. Lebih baik kau cuci muka, beli kopi, dan tunggu di sini. Setelah Ibu selesai operasi, kau bisa menemaninya dan aku harus segera pergi untuk bekerja!"

Julia akhirnya pergi meninggalkan Armand, untuk membeli kopi dan makan berat. Lebih baik Julia repot sedikit membeli makanan untuk Armand, karena jika diberikan tunai.. Julia khawatir akan berakhir di meja judi atau minuman keras. Saat akan melangkah.. Miguel muncul dari balik pohon besar.

"Julia...."

"Miguel? Kau tidak bekerja?."

"Aku mampir sebentar, jadi kamu meminjam uang di bank? Bukan dari Bibi Catalina?."

Julia tersentak kaget, wajahnya langsung pucat. Ia menoleh ke arah ruang tunggu operasi untuk memastikan Armand tidak mendengar.

"Miguel, jangan berteriak," bisik Julia sambil menarik lengan Miguel menjauh. Ia berusaha keras menenangkan diri. "Dengarkan aku, itu rencana cadangan. Aku memang sudah mencari pinjaman di bank, tapi aku belum mengambilnya. Uang yang ada sekarang ini masih dari pinjaman Bibi Catalina."

Julia menatap Miguel dengan tatapan memohon, mencoba meyakinkan kebohongannya.

"Tolong, jangan bahas ini lagi  masalah uang di depannya, ya?"

"Jadi perjelas lagi? Uang itu pinjaman dari Bibi Catalina atau bank?"

Julia menghela napas, menyadari Miguel tidak akan melepaskannya. Ia memegang kedua tangan Miguel, memastikan kontak mata mereka.

"Miguel, tolong dengarkan aku. Untuk saat ini, uang operasi itu dari Bibi Catalina. Aku hanya mengisi formulir di bank untuk berjaga-jaga. Aku tidak ingin mengambil pinjaman bank dengan bunga mencekik, kau tahu itu."

Ia mempererat genggaman tangannya. "Aku mohon, jangan ungkit-ungkit masalah uang. Aku mohon, aku tak ingin ibu stress yang bisa menyebabkan jantungnya kambuh lagi."

Julia memanfaatkan raut wajahnya yang tampak putus asa, berharap Miguel luluh. "Tolonglah, Miguel.. jangan bahas masalah uang."

"Lalu, kenapa kau bilang pada Armand jika kau pinjam di bank?" Miguel menaikkan alis tebalnya. Miguel tak akan berhenti bertanya dengan kritis sebelum mendapatkan jawaban logis dari Julia.

Julia mengatupkan bibirnya, mencari alasan yang paling meyakinkan.

"Itu karena aku ingin Armand menjauh dari urusan keuanganku" jawab Julia dengan nada rendah dan tegas. "Kau tahu sifatnya. Jika aku bilang uang itu dari Bibi Catalina, dia akan meremehkan dan terus-terusan menggangguku untuk meminta jatah, karena ia merasa lebih mudah bernegosiasi dengan 'teman Ibu'."

Julia menghela nafas lagi, dia harus berpikir cepat dan tidak terlihat gugup agar Miguel percaya. "Dengan mengatakan aku pinjam di bank, dia akan berpikir ada sistem disiplin yang ketat dan tenggat waktu angsuran bulanan yang harus kupatuhi. Aku berharap ini membuatnya tidak berani mengganggu uang gajiku yang memang akan kugunakan untuk melunasi semuanya untuk Bibi Catalina, termasuk tagihan rumah sakit." Julia menatap Miguel lurus, menguatkan argumennya. "Aku hanya berusaha melindungi sisa uang yang kupunya."

"Baiklah, aku percaya padamu, Sayang. Kau mau ke mana?"

"Aku ingin membelikan kopi dan makanan untuk Armand."

"Sudah dewasa masih meminta kopi dan makanan pada adiknya. Dasar parasit sekali Armand itu." Mereka berjalan beriringan menuju kantin rumah sakit.

"Sudahlah, jangan dibahas."

"Julia, besok Sabtu ada acara makan malam di rumahku. Nenekku akan datang dari Barcelona."

"Nenek Criselda?"

"Ya, kau masih ingat rupanya." Miguel tersenyum sambil mencolek hidung mancung Julia khas wanita latin.

"Tapi... bagaimana jika Ibumu membahas soal Laura dan Armand di depan Nenekmu? Nenekmu baik, tapi Ibumu... dia kurang menyukaiku, Miguel, karena latar belakang keluargaku dari kalangan bawah, belum lagi masalah 2 saudaraku."

Miguel berhenti berjalan, menggenggam tangan Julia dengan lembut.

"Julia, tolong lepaskan kekhawatiran itu. Nenek Criselda adalah orang yang paling santai di keluarga kami, dan dia sangat menyukaimu. Aku akan mengatasi Ibuku. Jika dia mulai membahas hal-hal sensitif, aku akan segera menginterupsi pembicaraannya. Kau tidak perlu cemas soal latar belakangmu, karena akulah yang akan menikahimu, bukan Ibuku. Kamu tahu 'kan aku mencintaimu?."

Ia tersenyum menenangkan. "Anggap saja ini kesempatan bagi Nenek untuk bertemu calon cucu menantunya. Aku ingin kau datang. Kau adalah bagian terpenting dari hidupku, dan aku ingin Nenek menyadari itu." Senyum manis Miguel menenangkan hati Julia.

Bahu Julia seolah merosot, jika dulu masalah yang menjadi pikirannya adalah soal latar belakang keluarganya yang kacau, ketidak jelasan ayah kandungnya. Kini bertambah soal keperawanannya yang dia gadaikan pada bos predatornya, Diego Torres.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Simpanan Tuan Torres   8. Armand si Benalu

    Julia mengirim pesan pada Armand agar tetap tinggal menunggu Ibunya dan akan memberikan makanan untuknya. "Kamu mau apa lagi?" "Aku rasa cukup ini saja. Biar punya Armand aku yang bayar." "Tak perlu. Aku membayar milik Armand atas namamu, bukan untuk dia," ucapnya sengit, membuat Julia tak bisa berkata-kata. Terkadang di depan Miguel, Julia merasa begitu kecil dan rendah diri. Apalagi Ibu Miguel yang terang-terangan tak suka padanya. "Setelah ini aku kembali ke kantor, Julia. Kamu sudah izin dengan Pak Diego? Bukankah dia kadang keberatan?" "Ya, sama saja. Dia tadi juga keberatan ketika aku minta izin, tapi aku berkata, setelah Ibu sembuh, tentu hanya tinggal pengobatan rawat jalan dan pemulihan di rumah. "Julia, ketika nanti kita menikah, aku ingin kamu di rumah dan mengurusku," pinta Miguel. "Itu tidak bisa, Miguel." Julia menatap Miguel dengan serius, menimbulkan rasa heran di benak Miguel. "Kenapa, Sayang?" "Aku harus membayar utang, dan bagaimana aku bisa member

  • Simpanan Tuan Torres   7. Rumit

    Di rumah sakit, Julia sedang menata selimut Carmen, ibunya. Operasi akan dimulai pukul 10 nanti. "Julia, kamu meminta izin lagi? Nanti Tuan Diego marah?."Aku sudah meminta izin padanya, Bu. Ibu tak perlu khawatir.""Kamu tampak lelah, Nak? Apa kamu masih lembur seperti biasa?."Julia tersenyum simpul. "Ya, bu." Jeda menghela nafas. "Tuntutan pekerjaan." Ya, seperti biasa lembur. Tapi kali ini, lemburan mengurus gairah bos-nya. Begitu, batinnya."Kamu terlalu lelah mencari uang untuk ibu, ibu merasa bersalah."Julia menggeleng. "Jangan berkata demikian, bu. Siapa yang mau sakit? Sudah jangan dipikirkan, dokter Fabio bilang ibu tak boleh banyak pikiran, bukan?." Hibur Julia."Apa Laura menghubungimu ketika Ibu sakit?""Dia mengganti nomornya lagi, Bu. Aku tak tahu nomor barunya sejak dia pindah ke L.A bu, dia tak memberitahuku.Tapi aku sudah mengirim pesan langsung melalui akun media sosialnya, entah dia mau membacanya atau tidak.""Ibu tak habis pikir, mengapa Laura memilih jalan pint

  • Simpanan Tuan Torres   6. Ijin Tidak Masuk

    Paginya, sebuah panggilan masuk dari Julia di ponsel Diego. "Pagi, Tuan... maaf mengganggu sepagi ini," sapa Julia, suaranya terdengar ragu."Hmm... ada apa, Julia? Apa uangnya kurang?" jawab Diego, menggeliat di balik selimut. Suaranya terdengar serak, masih diselimuti kantuk."Bukan itu, Tuan. Saya ingin meminta izin untuk menemani Ibu operasi. Seharusnya operasi dijadwalkan besok, tapi dokter memajukannya menjadi hari ini pukul sepuluh pagi. Apakah Tuan mengizinkan saya?""Bukankah ada kakakmu yang tidak bekerja itu? Siapa namanya? Armand?""Armand... dia tidak bisa dihubungi, Tuan. Saya yakin dia sedang di luar kota atau mabuk di suatu tempat. Hanya ada saya sekarang," jelas Julia cepat, berusaha keras agar suaranya terdengar meyakinkan dan tidak memicu kemarahan Diego. "Saya janji akan segera kembali setelah operasi Ibu selesai.""Kamu punya adik, 'kan? Kamu ini terlalu sering meminta izin, Julia." Diego sengaja berkata seolah adik Julia, Laura, masih di Madrid, padahal Laura sud

  • Simpanan Tuan Torres   5. Miguel Curiga

    Julia segera keluar dari penthouse megah namun begitu keluar separti ada kelegaan yang tak terperi, tanpa membuang waktu dia segera memesan taksi dari lobi. Begitu taksi yang dipesannya datang, Julia cepat-cepat masuk, meraih botol air mineral di tas kecilnya, dan tanpa ragu menelan satu butir pil kontrasepsi pemberian Diego. tak ada rasa apa pun, seperti tablet salut gula tapi pahit di hatinya, sepahit kenyataan yang harus dia telan mentah-mentah. Taksi yang ditumpanginya akhirnya tiba di Moratalaz, suatu tempat distrik kelas menengah ke bawah, di kota Madrid tepat pukul 20.30. Lingkungan rumah Julia terasa sepi. Ia yakin sekali Armand, saudaranya, pasti sedang menghabiskan waktu di meja judi atau mabuk-mabukan entah di mana. Saat Julia baru saja turun dari taksi, sebuah mobil dikenalinya berhenti di depannya. Itu adalah mobil Miguel, sang kekasih. "Kamu dari mana saja, Julia?" tanya Miguel, nadanya menuntut, sambil menarik lengan Julia sedikit kasar dan menghentak. "Jawab, Julia!

  • Simpanan Tuan Torres   4. Menetapkan Batasan

    Inti tubuh Julia terasa sangat ngilu dan perih akibat tekanan benda tumpul Diego. Tentu malam ini keadaanya tidak akan sama lagi seperti sebelumnya. Mahkotanya telah dilepaskan demi ratusan juta Euro yang selama ini, ia susah payah menjaga keutuhan mahkotanya demi Miguel, calon suaminya kelak. Jawaban apa yang akan ia berikan pada Miguel nanti? Entahlah, Julia bingung. Ia merasa bersalah, rendah diri, dan jijik.Kini, Julia tidak ada bedanya dengan Laura, adiknya, yang menjual diri demi uang. Apa bedanya? Mereka sama-sama wanita yang ternoda, meski jalan yang ditempuh berbeda.Laura meniti jalannya sebagai bintang film dewasa di Los Angeles (L.A.) sejak usia belum genap 20 tahun, tiga tahun silam tepatnya.Sementara dia, menyerahkan dirinya pada sang atasan untuk menjadi simpanan di usia 25 tahun, mati-matian dia pertahankan ketika Miguel membujuknya untuk menyerahkan dengan sukarela tapi dia tolak. Kini dia berikan ke Diego dengan imbalan uang untuk jaminan kesehatan ibunya.Siapa sa

  • Simpanan Tuan Torres   3. Menyerahan diri

    Keesokan malamnya, setelah jam kantor berakhir.Julia berdiri di depan pintu apartemen penthouse Diego Torres di salah satu menara tertinggi Madrid. Jantungnya berdebar kencang, memukul dadanya bertalu-talu. Ia mengenakan gaun yang paling sopan yang ia miliki, tetapi ia tahu, di tempat ini, semua formalitas kantor telah dibakar habis.Ia menekan bel dengan satu tarikan nafas, seolah akan mengumpankan diri ke sarang predator yang paling berbahaya malam ini, seolah ini akhir hidupnya. ini demi operasi ring jantung sang ibu, ibunya sudah terlalu lama menderita dan manahan sakit. Julia sementara ini hanya mengupayakan berobat jalan, meski dokter sudah menyarankan tindakan medis yang lebih efektif.Pintu terbuka. Diego sudah menunggunya, hanya mengenakan celana bahan hitam, kemeja kasual yang mahal kini terbuka di bagian atas, memperlihatkan dada bidangnya. Kilatan matanya membara, tidak lagi sebiru es, melainkan sebiru api."Selamat datang, Nona Rivas," sambut Diego, suaranya dalam dan be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status