MasukDi rumah sakit, Julia sedang menata selimut Carmen, ibunya. Operasi akan dimulai pukul 10 nanti. "Julia, kamu meminta izin lagi? Nanti Tuan Diego marah?.
"Aku sudah meminta izin padanya, Bu. Ibu tak perlu khawatir." "Kamu tampak lelah, Nak? Apa kamu masih lembur seperti biasa?." Julia tersenyum simpul. "Ya, bu." Jeda menghela nafas. "Tuntutan pekerjaan." Ya, seperti biasa lembur. Tapi kali ini, lemburan mengurus gairah bos-nya. Begitu, batinnya. "Kamu terlalu lelah mencari uang untuk ibu, ibu merasa bersalah." Julia menggeleng. "Jangan berkata demikian, bu. Siapa yang mau sakit? Sudah jangan dipikirkan, dokter Fabio bilang ibu tak boleh banyak pikiran, bukan?." Hibur Julia. "Apa Laura menghubungimu ketika Ibu sakit?" "Dia mengganti nomornya lagi, Bu. Aku tak tahu nomor barunya sejak dia pindah ke L.A bu, dia tak memberitahuku.Tapi aku sudah mengirim pesan langsung melalui akun media sosialnya, entah dia mau membacanya atau tidak." "Ibu tak habis pikir, mengapa Laura memilih jalan pintas... tidak mau kuliah, padahal ia bisa saja mendapatkan beasiswa seperti kamu, Julia. Ibu merasa merasa gagal menjadi orang tua, karena ibu tak pernah mencukupinya.. sehingga dia ingin mendapatkan uang dengan cepat." "Bu, sudahlah. Laura sudah dewasa untuk mengambil keputusan itu. Sebaiknya Ibu fokus pada pemulihan kesehatan Ibu, ok?" "Iya, kamu benar, Julia. Ibu tak akan mengecewakanmu yang telah berjuang keras demi kesembuhan Ibu.." "Bu, jangan lupa, jika Miguel bertanya soal uang... katakan saja aku meminjam pada Bibi Catalina, teman Ibu. Aku tahu teman Ibu tidak ada yang bernama itu. Sebenarnya aku pinjam ke bank." Carmen menggenggam tangan Julia. "Ibu tahu, Nak. Ibu tahu pengorbananmu. Miguel memang mudah marah soal uang, tapi dia anak yang baik. Kamu tenang saja, Ibu akan mengingat ceritamu tentang Bibi Catalina." Seorang perawat masuk ke kamar. "Permisi, Nyonya Carmen, sudah waktunya persiapan. Kami akan membawa Anda ke ruang operasi." "Baik, Sus," jawab Carmen. Ia menatap Julia. "Tolong doakan Ibu, ya, Nak." "Tentu, Bu. Aku akan menunggu di luar," ujar Julia, berusaha tersenyum meski hatinya dipenuhi kecemasan ganda: kecemasan akan operasi ibunya dan ketakutan akan janji yang harus ia tepati pada Diego setelah ini. Julia mencium kening ibunya, lalu membiarkan perawat membawa Carmen ke ruang operasi. Julia melangkah keluar, mencari kursi tunggu terdekat. Ia mengeluarkan ponselnya, menatap layar dengan nanar. Ia hanya punya beberapa jam, dan ia harus segera mempelajari film dewasa yang dikirim Diego, sebuah tugas yang terasa menjijikkan namun harus ia lakukan demi menjaga pekerjaannya dan melunasi utang ibunya. Rasa putus asa mencekiknya. "Julia...." Sebuah suara yang tak asing mengejutkan Julia. Ia segera menutup jendela browser ponselnya. "Armand? Ke mana saja kau..." Julia tersentak kaget, tetapi sekaligus senang. Kakaknya akhirnya muncul. Ia berharap Armand akan memberikan dukungan untuk kesembuhan sang ibu. "Ibu sudah selesai dioperasi?" tanya Julia, seraya sedikit menjauh karena mencium bau tak sedap dari Armand yang bercampur keringat dan alkohol. "Baru saja mulai, Armand. Menjauhlah... kamu kapan terakhir mandi?" Armand hanya tertawa kecil, tawa yang terdengar sumbang dan dipaksakan. Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding di samping Julia, sama sekali tidak peduli dengan bau tubuhnya yang menusuk. "Aku baru dari luar kota. Ada urusan mendadak," jawab Armand santai, tanpa sedikit pun terlihat menyesal atau cemas akan kondisi ibunya. Mata Armand yang sedikit memerah terlihat lebih fokus pada tas Julia daripada keadaan di sekitarnya. "Kau di sini sampai kapan? Aku butuh sedikit uang untuk makan." "Keperluan apa di luar kota? Bekerja atau berjudi?" Tanya Julia, langsung pada intinya. "Jika bekerja, kenapa kau masih meminta uangku? Uangku hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari dengan Ibu, dan aku juga butuh biaya untuk pemeriksaan lanjutan setelah Ibu selesai operasi." Armand mendengus, raut wajahnya berubah masam karena tuduhan telak itu. "Jaga bicaramu, Julia! Tentu saja aku bekerja. Aku baru saja menyelesaikan proyek konstruksi di luar kota," elaknya cepat, meskipun matanya menghindari tatapan Julia. "Lagipula, aku ini kakakmu. Apa susahnya memberiku sedikit uang? Kau bekerja untuk perusahaan bonavide, gajimu pasti besar. Kau selalu pelit!" Julia tertawa sinis, tawa tanpa kegembiraan. "Gaji besar? Kau tahu aku harus meminjam uang dari bank, Armand! Semua ini untuk biaya rumah sakit Ibu! Aku bahkan harus mencari pinjaman atas namaku sendiri karena kau tidak pernah bisa dihubungi!" Suara Julia meninggi, memecah kesunyian di area tunggu itu. Ia menatap Armand dengan sorot mata terluka dan marah. "Uangku tidak akan kuberikan padamu. Lebih baik kau cuci muka, beli kopi, dan tunggu di sini. Setelah Ibu selesai operasi, kau bisa menemaninya dan aku harus segera pergi untuk bekerja!" Julia akhirnya pergi meninggalkan Armand, untuk membeli kopi dan makan berat. Lebih baik Julia repot sedikit membeli makanan untuk Armand, karena jika diberikan tunai.. Julia khawatir akan berakhir di meja judi atau minuman keras. Saat akan melangkah.. Miguel muncul dari balik pohon besar. "Julia...." "Miguel? Kau tidak bekerja?." "Aku mampir sebentar, jadi kamu meminjam uang di bank? Bukan dari Bibi Catalina?." Julia tersentak kaget, wajahnya langsung pucat. Ia menoleh ke arah ruang tunggu operasi untuk memastikan Armand tidak mendengar. "Miguel, jangan berteriak," bisik Julia sambil menarik lengan Miguel menjauh. Ia berusaha keras menenangkan diri. "Dengarkan aku, itu rencana cadangan. Aku memang sudah mencari pinjaman di bank, tapi aku belum mengambilnya. Uang yang ada sekarang ini masih dari pinjaman Bibi Catalina." Julia menatap Miguel dengan tatapan memohon, mencoba meyakinkan kebohongannya. "Tolong, jangan bahas ini lagi masalah uang di depannya, ya?" "Jadi perjelas lagi? Uang itu pinjaman dari Bibi Catalina atau bank?" Julia menghela napas, menyadari Miguel tidak akan melepaskannya. Ia memegang kedua tangan Miguel, memastikan kontak mata mereka. "Miguel, tolong dengarkan aku. Untuk saat ini, uang operasi itu dari Bibi Catalina. Aku hanya mengisi formulir di bank untuk berjaga-jaga. Aku tidak ingin mengambil pinjaman bank dengan bunga mencekik, kau tahu itu." Ia mempererat genggaman tangannya. "Aku mohon, jangan ungkit-ungkit masalah uang. Aku mohon, aku tak ingin ibu stress yang bisa menyebabkan jantungnya kambuh lagi." Julia memanfaatkan raut wajahnya yang tampak putus asa, berharap Miguel luluh. "Tolonglah, Miguel.. jangan bahas masalah uang." "Lalu, kenapa kau bilang pada Armand jika kau pinjam di bank?" Miguel menaikkan alis tebalnya. Miguel tak akan berhenti bertanya dengan kritis sebelum mendapatkan jawaban logis dari Julia. Julia mengatupkan bibirnya, mencari alasan yang paling meyakinkan. "Itu karena aku ingin Armand menjauh dari urusan keuanganku" jawab Julia dengan nada rendah dan tegas. "Kau tahu sifatnya. Jika aku bilang uang itu dari Bibi Catalina, dia akan meremehkan dan terus-terusan menggangguku untuk meminta jatah, karena ia merasa lebih mudah bernegosiasi dengan 'teman Ibu'." Julia menghela nafas lagi, dia harus berpikir cepat dan tidak terlihat gugup agar Miguel percaya. "Dengan mengatakan aku pinjam di bank, dia akan berpikir ada sistem disiplin yang ketat dan tenggat waktu angsuran bulanan yang harus kupatuhi. Aku berharap ini membuatnya tidak berani mengganggu uang gajiku yang memang akan kugunakan untuk melunasi semuanya untuk Bibi Catalina, termasuk tagihan rumah sakit." Julia menatap Miguel lurus, menguatkan argumennya. "Aku hanya berusaha melindungi sisa uang yang kupunya." "Baiklah, aku percaya padamu, Sayang. Kau mau ke mana?" "Aku ingin membelikan kopi dan makanan untuk Armand." "Sudah dewasa masih meminta kopi dan makanan pada adiknya. Dasar parasit sekali Armand itu." Mereka berjalan beriringan menuju kantin rumah sakit. "Sudahlah, jangan dibahas." "Julia, besok Sabtu ada acara makan malam di rumahku. Nenekku akan datang dari Barcelona." "Nenek Criselda?" "Ya, kau masih ingat rupanya." Miguel tersenyum sambil mencolek hidung mancung Julia khas wanita latin. "Tapi... bagaimana jika Ibumu membahas soal Laura dan Armand di depan Nenekmu? Nenekmu baik, tapi Ibumu... dia kurang menyukaiku, Miguel, karena latar belakang keluargaku dari kalangan bawah, belum lagi masalah 2 saudaraku." Miguel berhenti berjalan, menggenggam tangan Julia dengan lembut. "Julia, tolong lepaskan kekhawatiran itu. Nenek Criselda adalah orang yang paling santai di keluarga kami, dan dia sangat menyukaimu. Aku akan mengatasi Ibuku. Jika dia mulai membahas hal-hal sensitif, aku akan segera menginterupsi pembicaraannya. Kau tidak perlu cemas soal latar belakangmu, karena akulah yang akan menikahimu, bukan Ibuku. Kamu tahu 'kan aku mencintaimu?." Ia tersenyum menenangkan. "Anggap saja ini kesempatan bagi Nenek untuk bertemu calon cucu menantunya. Aku ingin kau datang. Kau adalah bagian terpenting dari hidupku, dan aku ingin Nenek menyadari itu." Senyum manis Miguel menenangkan hati Julia. Bahu Julia seolah merosot, jika dulu masalah yang menjadi pikirannya adalah soal latar belakang keluarganya yang kacau, ketidak jelasan ayah kandungnya. Kini bertambah soal keperawanannya yang dia gadaikan pada bos predatornya, Diego Torres.Julia tersenyum dan mengecup singkat bibir Diego. "Jangan buang waktu, Diego. Kita harus menangkan taruhan ini."Tangan Julia bergerak cepat, membuka kemeja putih dan celana bahan Diego dengan gerakan tenang. Mata Diego memancarkan hasrat yang membara. Ia memandang wanitanya; gadis lembek yang dulu ia temui kini telah bertransformasi menjadi sosok yang sagat berbeda, dingin, efisien dan penuh inisiatif.Sikap dingin Julia yang dibentuk oleh Diego, kini menjadi cerminan keefektifan, seorang partner yang memahami bahwa cinta adalah komoditas, dan waktu adalah aset.Tanpa perlu di arah, Julia menarik Diego, memimpin langkah menuju sofa burgundy yang terletak di tengah walk-in closet-nya. Ruangan itu dikelilingi cermin besar dan rak-rak berisi tas, parfum, aksesories, perhiasaan berharga serta sepatu mahal, sebuah latar belakang yang sempurna untuk pengakuan status mereka.Dalam keheningan closet mewah itu, mereka bergerak bersama, melupakan ancaman G
"Emilio. Senang melihat Anda di sini. Dan Elena. Anda terlihat luar biasa malam ini." Diego menyapa. "Diego! Tentu saja. Acara ini tak akan lengkap tanpamu. Julia! Selalu menjadi wanita yang paling mencuri perhatian di ruangan ini." "Terima kasih, Emilio. Elena, kau benar-benar bersinar. Dan Tuan Ferrero." Balas Julia. "Kau ingat heavy metal di Tuscany, Diego? Aku hampir memesan koki itu untuk acara ini, tapi sayangnya ia sudah pindah ke Berlin." Elena berusaha mencari perhatian. "Sayang sekali. Kami datang ke sini untuk tujuan yang lebih efisien, Elena." "Emilio, kami baru saja tiba, tetapi Diego sudah sangat bersemangat ingin mengulas kemajuan Proyek Málaga dan membahas strategi konsolidasi yang kita sepakati. Bisakah kami mencuri Anda sebentar? Mungkin Tuan Ferrero bisa bergabung untuk memastikan semua detail legal berjalan lancar." Julia secara halus mengisolasi Elena dan secara implisit me
Di ambang pintu apartemen, Julia berdiri sempurna dalam balutan gaun malam berwarna merah yang memeluk dan menonjolkan lekuk tubuhnya. Penampilannya adalah perpaduan kecerdasan dan kemewahan. Sebuah kalung berlian melingkari leher jenjangnya, serasi dengan anting-anting menjuntai. Kilau perhiasan melengkapi penampilannya: dua cincin bersemat di jari manis kanan dan kiri, serta gelang emas halus di pergelangan tangannya. Penampilan Julia bukan hanya tentang keindahan. Dalam perannya di dunia Diego, ia tidak pernah hanya mengandalkan daya tarik fisik. Investasinya yang sesungguhnya adalah kecerdasan tajamnya. Keberhasilannya terbukti nyata; dalam setiap negosiasi bisnis, Julia selalu menjadi faktor penentu yang membawa hasil menguntungkan signifikan bagi perusahaan Diego, Torres International. Bagi Diego, hubungan ini adalah investasi yang sangat memuaskan, bahkan efisien. Ia adalah penyokong dana utama, memastikan bantuan fi
Saat Julia berdiri, Laura tiba-tiba menahan tangannya."Tunggu, Kak. Aku punya usul."Julia dan Diego berhenti."Aku ingin pulang ke Spanyol. Mungkin bukan di Madrid, tapi sebuah desa yang jauh. Aku ingin identitas baru. Aku janji tak akan membuat ulah. Aku akan bersembunyi agar kau tak malu dan Ibu tetap sehat."Julia menghela napas. Permintaan itu menghantam pertahanan logisnya. "Laura, kau tahu itu mustahil. Identitas baru di Spanyol akan dilacak dalam hitungan minggu.""Tapi setidaknya aku dekat denganmu, Julia. Aku bisa melihat Ibu setahun sekali, di tempat yang aman. Aku lelah hidup dalam ketakutan dan di bawah pengawasan yang ketat di sini. Aku ingin merasa normal."Diego melihat kelelahan di mata Laura, dan keraguan yang muncul di wajah Julia.Diego memotong, nadanya tidak sabar. "Ide yang romantis, Laura, Keamananmu adalah prioritas, dan itu terletak pada jarak dan isolasi."Julia menatap Diego, kemudia
Georgina mendekat ke Hector, matanya menyala. "Kalau begitu, kita ubah skema kekacauan. Mereka berdua dalam perjalanan. Ini adalah waktu terbaik. Hubungi sumber kita di Portugal. Aku tidak ingin Laura hanya dipindahkan. Aku ingin Laura membuat kesalahan yang tidak bisa diperbaiki, segera. Kita harus memastikan perjalanan ini adalah perjalanan terakhir bagi 'efisiensi' Julia." "Kesalahan seperti apa, Nona?" "Bukan kesalahan fisik. Kita serang mentalnya. Buat Laura takut oleh teror, Hector. Atur panggilan telepon anonim yang konstan. Pastikan kode wilayah negara penelepon adalah Amerika atau Meksiko." Hector tercenung sejenak, memahami implikasinya. "Kode wilayah itu... itu akan langsung menghubungkannya dengan masalah masa lalunya sebagai pornstar dan potensi keterlibatan kartel. Paranoia akan memuncak." "Tepat. Kita tidak perlu menembak, Hector. Kita hanya perlu meyakinkannya bahwa tempat persembunyiannya tid
Georgina Lopez sedang meninjau proyek merger dengan Hector ketika ia menerima dokumen yang sama melalui faks aman."Dia mengancamku dengan tindakan hukum jika aku mendekati Julia Rivas? Dia melindunginya seperti aset militer!?""Tuan Torres jelas mengambil ancaman stres itu dengan sangat serius, Nona. Ini adalah respons langsung terhadap taruhan 65-35. Dia ingin memastikan tidak ada variabel eksternal yang menghalangi Proyek Pewaris.""Dia takut aku akan menghancurkan Julia secara mental, dan itu akan menggagalkan rencananya. Wanita rendahan itu... dia berhasil membuat Diego tunduk pada ketakutan.""Apa rencana kita, Nona?""Kita tidak bisa mendekatinya secara fisik, tapi kita bisa menyerang titik lemahnya. Lacak Laura Rivas di Portugal.""Diego ingin efisiensi biologis? Aku akan memberinya kekacauan logistik yang akan membuat stres Julia melonjak ke atap."..Tiga minggu berlalu. Julia baru saja menye







