Ceklik....
Mataku membulat sempurna saat melihat ke atas ranjang berukuran king itu. Dua orang terlelap di bawah selimut berwarna putih.
Aku masih terpaku bersandar di dinding hotel nan mewah. Rasanya tidak percaya dengan apa yang sedang ku lihat saat ini.
Sakit,rasanya hatiku seperti diiris-iris sembilu. Oh bukan,lebih terasa dicacah-cacah hingga habis tak tersisa. Menyakitkan.
Untuk apa Om Bagas memintaku kemari kalau hanya melihat pemandangan ini?
Apa dia mau memamerkan hubungan intim dengan istrinya? Katanya sudah tak cinta tapi nyatanya masih diembat juga.Menyebalkan. Rasanya emosiku mendidih seketika. Ingin ku beri sianida istri sahnya itu. Biar mati seketika. Dan aku bisa hidup bahagia bersama Om Bagas.
Bukankah itu ide yang bagus?"Jangan gegabah Yasmin!" Sisi hatiku memberontak, walau dominan ingin membunuhnya sekalian. Namun aku sadar, gegabah akan menghancurkan semua impianku.
Aku harus segera pergi dari sini. Panas hati melihat pemandangan itu. Harusnya aku yang di atas sana. Bukan dia! Wanita tua yang sudah tak menarik lagi.
Ah, menyebalkan!Ku hentakkan kaki ini. Kesal luar biasa.
Tapi tunggu, bukankah lebih baik ku lihat wajahnya lebih dekat, agar aku bisa melihat kelemahannya. Seberapa cantik dia, hingga Om Bagas tidak mau melepaskannya.
Mata masih menatap dua insan di atas ranjang. Tubuh istrinya tak selangsing diriku meski tidak juga gemuk. Kulit wajahnya pasti juga mulai keriput. Apa yang bisa dibanggakan dari wanita seperti itu? Jauh aku lebih baik dari dia. Tapi kenapa Om Bagas tidak mau menceraikan istrinya?
Aku semakin mendekat, ingin melihat lebih detail seperti apa wajah istrinya.Aku berjalan sepelan mungkin agar tidak ada suara yang timbul dari gesekan sepatu dan lantai. Bisa gawat jika wanita tua itu bangun. Kini aku sudah berdiri tepat di sebelahnya.Kulitnya sawo matang, tak seputih diriku. bulu mata lentik. Kalau dilihat-lihat dia memang cantik. Tapi tetap tak secantik diriku. Kalah jauhlah dibanding denganku.
Apa mereka tak menyadari jika aku berada di sini? Tak terbayangkan pergulatan mereka. Hingga akhirnya terlelap seperti itu.
Arrgghhtt!
Sial*n!
"Lagi sayang, emm...." ucap wanita tua dengan mata tertutup.Aku segera berlari keluar kamar. Jangan sampai wanita tua itu tahu aku di sini. Bisa hancur impianku memiliki apartemen mewah.
BRAAAK
Pintu ku banting. Kesal luar biasa. Biar saja mereka bangun. Siapa suruh membuat hatiku panas. Sudah dandan cantik tapi justru jadi penonton. Tahu begini lebih baik tidur di kamar. Ah, sial*n!
Berjalan sambil mengehentak-hentakkan kaki meninggalkan hotel mewah ini. Hotel yang biasa kami pakai untuk memadu kasih tapi kini justru aku jadi penontonnya.
BRUG...Aku jatuh hingga pantat menyentuh lantai. Seorang ibu gempal sengaja menyenggol pundak saat melewatiku. Hingga aku hilang keseimbangan dan akhirnya jatuh. Dasar emak gempal tidak punya akhlak!
"Kalau jalan lihat-lihat dong, Bu! Punya mata gak sih?" teriakku hingga mengundang banyak pasang mata melihat ke arah kami.
"Apa teriak-teriak! Kamu pikir aku tuli!"
Ow, rupanya dia berani juga. Dia pikir dengan tubuh gempalnya aku akan takut! Tidak, dia belum tahu siapa aku!"Kalau jalan tidak usah senggol-senggol. Kalau badan kecil tidak masalah. Nah ini badan segede gajah pakai nyenggol. Ibu sengaja ya, biar aku jatuh!" Dada naik turun menahan amarah yang kian memuncak.
Sudah dikerjai Om Bagas. Eh kena usil ibu gempal. Oke, akan ku lampiaskan amarahku padanya. Biar sekalian lega. Siapa suruh menganggu pelakor yang sedang naik pitam! Habislah kau!PLAAK
Satu tamparan mendarat di pipi kiriku. Nyeri dan panas menjalar ke seluruh pipi. Aku kalah start.Dia sudah lebih dulu menamparku.
PLAAK"Dasar gajah tidak tahu diri!" teriakku sambil melayangkan tangan kananku. Kini pipinya sama sepertiku, merah dengan gambar telapak tangan.
Mata ibu itu melotot mau copot. Ku telan air liur dengan susah payah. Bisa remuk tubuhku jika kena hantam dia. Bisa-bisa kecantikanku memudar. Om Bagas bisa ilfeel dan akhirnya meninggalkanku.
Oh, tidak! Itu tidak boleh terjadi.
Kecantikan adalah modal utama untuk hidup bergelimang harta. Dan aku tidak mau jadi miskin karena kena hantam ibu gempal di depanku ini.
"Tolong! Tolong!" teriakku saat ibu tadi mulai melayangkan tangan di udara.Aku mundur ke belakang menghindari amukan gajah betina. Telat satu langkah aku bisa jadi peyek.
"Ada apa ini?" tanya satpam hotel.Aku bernafas lega, akhirnya selamat tepat pada waktunya.
"Dia nampar saya, Pak. Hiks... Hiks...." Ku keluarkan air mata buaya.
"Aduh, bu. Jangan seperti itu. Tenaga ibu itu kuat. Saya saja pasti kalah. Apa lagi Mbak cantik ini. Bisa gepeng sekali hantam," ucap satpam itu sambil melirik ke arahku. Lirikan yang membuat perutku mual seketika.
Bayangkan lelaki berkulit hitam dengan gigi berwarna kuning melirikku. Kalau dia tampan seperti artis Korea tak masalah. Lha, ini .... Pak satpam dan ibu tadi mulai terlihat cek cok. Ku gunakan kesempatan ini untuk kabur. Kapok berurusan dengan wanita bertubuh gempal. Jangan sampai bertemu dia lagi. Melajukan kendaraan roda empat dengan kecepatan tinggi. Aku ingin segera sampai apartemen dan menangis tersedu-sedu.Tidak! Tidak! Tidak!
Ya kali seorang pelakor menangis gara-gara kekasihnya tidur dengan istri sah. Tidak kebalik ya? Harusnya istri pertama yang menangis saat melihat suaminya berbagi peluh dengan wanita lain.
Ini namanya dunia terbalik.
Ku salip mobil hitam di depanku. Jalan kok lelet. Itu bawa mobil atau bawa rumah siput?
Ciiiittt....
Suara ban mobil yang beradu dengan aspal saat ku injak pedal rem tiba-tiba. Tak lama terdengar suara tabrakan dari belakang. Jantungku sampai mau lepas karena terkejut.
"Kucing siapa sih yang main di jalanan? Hampir saja mati kegencet ban mobilku," batinku kesal.
Segera ku tepikan mobil. Aku masih duduk menetralisir degup jantung yang tak menentu. Hampir saja mati jantungan."Keluar lo!" Teriakan dari luar beradu suara ketukan kaca mobil.
Nyaliku menciut saat segerombolan orang mengerubungi mobilku. Ya ampun, aku harus bagai mana?
"Keluar!"
"Keluar!"
Dengan jantung berdetak kencang dan kaki gemetaran ku buka pintu mobil. Semua mata menatapku tajam. Aku seperti pelakor yang ketahuan istri sah. Ups! Aku kan simpanan orang. Untung tidak keceplosan."Tanggung jawab lo!"
"Gue gak hamilin lo, kenapa harus tanggung jawab?" Seorang lelaki berambut panjang melotot mendengar ucapanku.
"Ya, kali gue hamil. Gue laki bukan bencong!" ucapnya kesal sambil menyilangkan tangan di dada.
"Pokoknya lo harus ganti rugi! Bumper gue rusak gara-gara lo ngerem mendadak!"
Aku berjalan ke belakang. Benar saja bumper mobil lelaki itu rusak. Itu berarti mobil aku juga rusak dong?"Mobil gue juga rusak tu, harus cat ulang. Jadi kita sama-sama impas kan?"
"Gak bisa gitu dong! Lo yang salah!" Teriaknya lantang.
"Bawa ke kantor polisi saja Mas!"
"Motor aku lecet gara-gara dia!"
"Bawa ke polisi saja!"
"Kita pakai jalur hukum! "
Ucap mereka bersahutan. Mati aku!
Yang belum subscribe dan follow, klik tombol dulu ya sayang. Happy Reading.Aduh! Jangan sampai aku berurusan dengan polisi. Ayo berpikir Yasmin! Tidak mungkin kan mengganti kerugian sebanyak itu. Yang ada aku bisa gulung tikar. "Tolong kasihani saya, jangan bawa urusan ini ke kantor polisi. Saya akan tanggung jawab. Kita selesaikan baik-baik.""Nah gitu dong, Mbak!""Kenapa gak dari tadi sih!""Gitu saja pakai drama."Aku ingin berteriak, memaki orang-orang yang ada di sini. Namun lagi-lagi harus ku tahan. Aku tidak mau berurusan dengan kantor polisi. Tidak lucu jika seorang Yasmin harus berurusan dengan lembaga hukum. Apa kata teman-temanku nanti? "Tunggu sebentar, aku mau ambil dompet," ucapku datar seraya jalan menuju kursi kemudi"Jangan kabur lo!" ucap lelaki berambut panjang itu. "Ya kali gue kabur. Mana bisa lewat!" Segera ku ambil benda persegi panjang berwarna merah.Lagi-lagi warna merah. Kesukaan Om Bagas membuatku selalu membeli barang dengan warna itu. Jika ingat Om Bagas, membuat emosiku naik lagi. Harusnya aku bahagia dengan dia malam ini.
Aku mau Om Bagas menikahiku." Om Bagas mengalihkan pandangan. Tangan yang semula mengelus rambutku kini berpindah. Sudah ku tebak. Ini akan terjadi. Lelaki memang selalu seperti itu. Tidak di dunia nyata tidak pula di cerita novel. Mereka selalu ingin enaknya. Giliran dimintai tanggung jawab akan muncul beribu alasan. "Kenapa diam Om? Katanya mau memenuhi semua permintaanku. Tapi kenapa selalu tak ada jawaban saat aku meminta ini?" Aku duduk, merapikan rambut yang sudah acak-acakan. Wajah ku buat masam. Sudah persis isi dompet saat tanggal tua. "Yasmin sayang. Kamu tahu bukan jika ini tak mungkin. Ayolah, kamu boleh meminta apa pun tapi tidak untuk yang satu ini." Om Bagas menyentuh pundakku. Namun segera ku tepis kasar. Marah, tentu. Apa seperti ini perasaan para pelakor sedunia? Dicampakkan bagai sampah saat tak diinginkan. Aku juga manusia,punya hati dan perasaan. Aku layaknya wanita pada umumnya. Ingin menikah dan memiliki keturunan. Tak selamanya aku jadi simpanan. Aku ingin
Aku berjalan mengendap-endap lalu bersembunyi di deretan baju tidur yang berjajar. Perasaanku semakin tak enak kala mendengar derap langkah kaki mendekat ke arahku."Kenapa sih?" bisik Cindy seraya meyenggol tanganku. Ku tempelkan jari telunjuk di bibir. Ini bukan saat yang tepat untuk berbicara apa lagi cerita. Bisa ketahuan dan semua menjadi runyam. Ku intip wanita yang semalam ku temui. Dia masih berdiri tak jauh dari tempatku bersembunyi. Jangan sampai istri Om Bagas tahu. Bisa gawat! Kalau saja semalam aku tak ke hotel, mungkin semua tak akan seperti ini. Aku bisa berdiri di hadapannya dengan wajah sombong. Tapi sekarang? Aku hanya dapat bersembunyi.Kalau dibilang takut, iya jelas. Beberapa kali membaca berita saat istri pertama menghajar pelakor membuatku bergidik ngeri. Kalau hanya di tampar tak masalah, tapi jika sampai dilumuri sambal di bagian sensitif....Oh, tidak! Itu sangat mengerikan. Tak terbayang bagaimana rasanya. Aku pasti akan pingsan kepanasan. "Kenapa di sana
Suara notifikasi pesan masuk kembali terdengar. Sebuah pesan dari nomor baru. [Tiga hari lagi. Gilang]Apa maksud pesan ini? Siapa yang pengirimnya? Jangan-jangan dia suruhan Sandra untuk mengusir ku dari sini. Ya, ampun! Jangan sampai itu terjadi. Aku tidak ingin kembali terlunta-lunta di jalan. Angan kembali menerawang masa silam. *flashback on"Keluar kamu dari sini! Rumah ini sudah menjadi milikku!" ucap lelaki dengan perut membuncit itu. "Ini rumahku, bukan rumahmu!" ucapku lantang. Namun seketika menciut saat melihat dua orang bodyguard menatapku nyalang. "Baca!" Lelaki tambun itu melempar secarik kertas tepat mengenai wajahku. Dengan dada bergemuruh ku baca setiap kata yang tertulis di sana. Kakiku terasa lemas hingga menopang tubuhku tidak kuat. "Ini tidak asli kan?" Aku masih mengelak meski sudah ku lihat tanda tangan papa di atas materai. Rasanya tak percaya jika papa dan mama meninggal lalu mewariskan hutang yang begitu besar padaku. Kenapa selama ini aku tak tahu
Aku menjalankan kendaraan roda empat meninggalkan apartemen. Menyetir mobil sembil menyanyikan lagu kesukaanku. Tak sengaja mata ini melihat ke spion. Sebuah mobil putih seperti mengikutiku dari belakang. Ku tepis pikiran buruk yang sempat menghantui. Sedikit positif thinking, mungkin hanya sejalan denganku. Boleh jadi tujuan sama. Bukankah mall umum untuk siapa saja? Sandra. Seketika pikiran buruk menyelimuti hatiku. Bisa jadi dia suruhan Sandra untuk menculikku. Atau bahkan membunuhku.Bayangan tubuh dimutilasi lalu dibuang menari-nari di pelupuk mata. Istri yang sakit hati bisa berbuat hal di luar nalar. Tanpa berpikir panjang ku lajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi lalu membelokkan ke mall. Aku bernafas lega ketika mobil berwarna putih tak ada di belakangku. Aku segera melangkah meninggalkan basement mall. Sedikit bernafas lega kala melihat sekeliling yang ramai. Penjahat tidak akan berani di situasi seperti ini. Jika mereka nekat tinggal teriak dan mereka akan terkena a
Pov Yasmin"Apa karena dia masih muda hingga membuat kamu memilih dia?""Apa sih Om, aku gak ngerti.""Aww... Sakit Om." Seketika tangannya terlepas dari pundakku. "Maafkan aku sayang, aku khilaf. Aku cemburu melihat kamu makan dengan lelaki. Apa lagi dia lebih muda dariku. Aku takut kamu memilih dia."Aku tersenyum melihat wajah sendunya. Om Bagas cemburu. Apa aku tak salah dengar? Tanpa rasa malu ku peluk tubuhnya. Aku bahkan tak perduli ada di muka umum. Rasa bahagia membuat aku lupa jika diri ini hanyalah selingan. "Nanti aku jelasin di apartemen!" ucapku seraya menggandeng tangan Om Bagas. Bagai kerbau di cucuk hidungnya, Om Bagas hanya menurut tanpa banyak bicara. "Mau bawa mobil sendiri-sendiri atau satu mobil?" tanyaku setelah kami tiba di basement. "Naik mobilku saja. Mobil kamu biar di bawa orang suruhanku. Aku takut kamu menghilang lagi." Aku tersenyum melihat sikap lucu Om Bagas saat cemburu. Sungguh menggemaskan. Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, tapi ini bukan
"Mbak mau ketemu! Ada yang ingin Mbak bicarakan." "Aku di bengkel. Mbak ke sini saja," jawab Ray. Seketika panggilan telepon terputus. Dengan emosi yang meletup-letup di dada, Sandra segera menyalakan mesin mobil. Perlahan kendaraan roda empat miliknya berjalan meninggalkan halaman rumah mewah Bagaskara. Rumah yang telah dihuni dua puluh dua tahun yang lalu. Sandra tidak menyadari jika sedari tadi Brian sedang mengawasi gerak-geriknya. Sebagai anak sulung, Brian sadar jika ibunya tengah memiliki masalah. Saat berhadapan dengannya Sandra seolah menghindar.Bahkan dia enggan bertatap muka dengannya. Sikap seperti itu yang membuat dia yakin, jika ada sesuatu yang ibunya rahasiakan. Mobil berwarna putih itu melaju dengan kecepatan tinggi. Sandra kesetanan, dia bahkan tak perduli dengan nyawanya sendiri. Yang ada di kepalanya ialah rasa marah, benci, dan kecewa kepada Bagaskara dan Yasmin. Janji setia yang terlontar dari mulut Bagaskara ternyata hanya bualan semata. Nyatanya lelaki yan
Sandra dan Ray telah sampai di pulau Bali. Sebuah pulau yang terkenal dengan pariwisatanya yang sangat indah. Situasi bandara sangat ramai kala Sandra dan Ray menginjakkan kaki di pulau Dewata.Banyak turis luar negeri yang berada di sana. Bali merupakan salah satu destinasi pariwisata favorit di kalangan turis luar negeri. Tidak heran jika kita akan bertemu orang berkulit putih di sana. Sandra melepas kaca mata hitam yang sedari tadi menutupi mata indahnya. Wanita berambut panjang itu menghirup nafas dalam, mencari pasokan oksigen agar bisa berpikir jernih. Sandra berusaha menata hati, menghilangkan keraguan yang sempat singgah di hati. Sebagai seorang istri dia harus bisa menutup aib suami. Namun yang akan ia lakukan justru kebalikannya. "Kita mau ke mana, Mbak?" tanya Ray menyentak lamunan sang kakak. Sandra mengambil benda pipih di dalam tas, lalu menyalakannya. Beberapa pesan masuk di aplikasi berwarna hijau miliknya. Tangan Sandra begitu cekatan bermain di atas layar. "Kita