LOGIN
"Ini gaji kamu, besok kamu tidak perlu datang lagi."
Mendengar perkataan mengejek tersebut dari HRD yang memanggilnya membuat Nelson membulatkan matanya terkejut.
"Maksudmu apa tuan Van? Aku tahu bahwa target penjualanku tidak sampai bulan ini, tetapi ini pertama kalinya aku melakukan itu selama 2 tahun aku bekerja di sini."
Mendengar sanggahan Nelson, Van tertawa. "Nelson, ini bukan waktumu mengeluh. Bawa barangmu atau biar keamanan yang mengusirmu."
"Kau!" Nelson yang sudah kepalang emosi pun langsung mencoba melayangkan pukulannya ke arah Van.
Van berteriak sambil berusaha menghindari pukulan Nelson. "Keamanan!"
Security yang dipanggil pun datang dengan cepat, membuat Nelson tidak bisa menghabisi HRD yang telah memperlakukan dirinya semena-mena itu.
"Lepaskan aku!" teriak Nelson berusaha melepaskan dirinya dari cengkraman dua security yang menahan dirinya.
"Dan ketahuilah, aku tidak akan mengeluarkan surat rekomendasi apapun untukmu. Tak ada perusahaan di kota ini yang akan menerimamu!" Van memukul kecil wajahnya Nelson, lalu beralih menatap security. “Bawa pria bajingan ini keluar!”
"Lepaskan aku!" Nelson yang memberontak dengan sekuat tenaga. "Aku bisa keluar dari sini sendiri, tetapi sebelum itu aku hanya ingin bertanya kepada lelaki brengsek ini!"
Mendengar apa yang Nelson katakan, Van hanya dapat tertawa geli. Ia tahu lelaki berperut buncit dan memiliki lensa kacamata mata tebal seperti Nelson adalah pria cupu yang tidak akan berani melakukan hal berbahaya kepadanya.
Suara tawa mengejek dari Van membuat Nelson semakin emosi. "Apa salahku kepadamu, sejak awal kita tidak memiliki masalah apapun dan tidak hanya aku yang targetnya tidak memenuhi tetapi mengapa hanya aku yang kau pecat?"
"Kau ingin tahu jawabannya?" tanya Van sambil melipat kedua tangannya di dada. "Baiklah aku akan menjawabnya karena aku takut kau akan mati di dalam kebingungannya." Lagi dan lagi Van tertawa, hal tersebut tentu saja semakin membuat Nelson merasa dihina sejatuh-jatuhnya.
"Cepat jawab pertanyaanku brengsek!"
"Hei jaga nada bicaramu! Kau hanya orang bodoh yang tidak tahu bagaimana cara dunia bekerja. Kalian, bawa lelaki menjijikkan ini pergi, dan pastikan pel setiap tempat yang sudah ia lewati. Jejaknya sangat hina!" Van yang kesal dengan bentakan Nelson langsung naik pitam dan mengusir Nelson dengan kejam.
"Sialan, lepaskan akut!" teriak Nelson ketika ditarik paksa keluar, tanpa sempat mengambil barang-barangnya selain gaji terakhir.
"Kalian!" amuk Nelson penuh amarah ketika dirinya di dorong begitu saja keluar kantor hingga ia tersungkur di lantai.
"Nelson kau adalah lelaki yang baik, tetapi kau terlalu naif." Seorang pria tiba-tiba datang dengan setumpuk kardus. Lelaki itu pun kemudian meletakkan kardus yang ia bawa di depannya Nelson.
"Max kau pun juga berubah memusuhiku?" ujar Nelson tidak percaya menatap ke arah rekan kerja yang selama ini sudah ia anggap sebagai temannya.
"Aku tidak berubah. Sejak awal hubungan kita netral. Kekuasaan yang mengatur segalanya. Lebih baik kau pulang lebih cepat, sebelum—"
"Sebelum apa?"
Max menatap iba. "Tidak akan seru bila aku mengatakan apa yang terjadi. Bukankah lelaki pintar sepertimu lebih suka mencari tahu sendiri? Jadi lebih baik kau pulang lebih cepat agar kau lebih cepat pula menemukan jawaban."
"Max tunggu, jawab pertanyaanku dulu!" cegat Nelson, tetapi Max sudah pergi. Security menghalangi Nelson.
"Ah, keparat sialan!" maki Nelson.
Nelson berjalan ke arah parkiran, tetapi tiba-tiba hujan deras justru mengguyurnya.
"Kenapa harus hujan sekarang?" gerutu Nelson, berlari ke mobil dengan kardus pemberian Max. Hujan mengguyur deras, seolah ikut mengolok nasibnya.
Semua rencananya berantakan. Setelah dipecat tanpa peringatan, kini masa depannya suram. Padahal selama ini ia bekerja keras demi membangun kehidupan lebih baik untuk dirinya dan Laura, istrinya yang selama ini ia cintai sepenuh hati.
Dalam kekalutan, Nelson menyetir pulang dengan pikiran kacau. "Tenang, Nelson. Jangan biarkan Laura melihatmu dalam keadaan seperti ini."
Setelah emosinya mereda, Nelson merapikan penampilannya, lalu berjalan menuju lift.
Di depan lift, seorang pria tua tidak sengaja menabraknya, “Oh Nelson, kau baru pulang? Lalu siapa lelaki yang bersama istrimu tadi di apartemenmu?"
"Benar, aku baru pulang, Paman. Mungkin Paman salah lihat," ujar Nelson sambil tersenyum kaku.
"Mungkin saja. Ya sudah kalau begitu, istriku sudah menunggu. Sampai jumpa," jawab pria tua itu, lalu masuk ke lift.
Nelson yang mulai gelisah memikirkan ucapan pria itu, tak menyadari kantongnya sudah kosong. Dan ketika sampai di depan unit apartemennya, kegelisahannya memuncak saat melihat pintu apartemen sedikit terbuka.
"Ah, jangan di sini..." desah seorang wanita. Itu suara Laura.
Jantung Nelson berdegup keras. "Tidak... Laura tak mungkin..."
Tak sanggup lagi menahan, Nelson menendang pintu.
Deg.
Di hadapannya, Laura yang setengah telanjang tengah berpelukan dengan pria lain di sofa.
"Apa yang kalian lakukan!" bentaknya.
Laura tersentak. "N-Nelson? Kau sudah pulang?"
Nelson mengabaikannya, langsung menarik pria itu dan melayangkan pukulan, tapi meleset.
Pria itu membalas, "Berani kau memukulku?"
Perkelahian pecah, barang-barang beterbangan.
"Hentikan! Apa yang kau lakukan, Nelson?"" teriak Laura, memisahkan mereka yang justru membela selingkuhannya.
"Kau anggap aku apa, Laura? Aku suamimu!" teriak Nelson penuh luka.
Plak!
Bukan penjelasan yang Nelson dapatkan, lelaki itu malah mendapatkan hadiah tamparan dari istri tercintanya.
"Mulai sekarang aku bukan istrimu. Pria gendut dan miskin sepertimu tak pantas untukku!" kata Laura tegas.
Nelson terdiam sesaat, matanya menatap Laura nanar. "Jadi kau memilih dia?"
Pria itu mengejek. "Mana mungkin wanita secantik Laura bertahan dengan pria miskin seperti kau. Lihat dirimu, Nelson."
Laura berdecak kesal, lalu meludah sinis, lalu langsung mengusir Nelson, "Aku muak! Pergi dari hidupku, atau mati saja lebih baik!"
"Sialan!" bentak Nelson yang terhuyung ke belakang akibat dorongan keras istrinya.
"Bahkan saat ini istri yang paling aku cintai, sama busuknya dengan orang-orang di sekitarku." Nelson bergumam dengan nada sedih, andai saja Laura mau membujuknya, Nelson tidak akan mempermasalahkan apa yang terjadi.
Nelson yang sudah hancur akibat cinta dan dikhianati oleh semua orang di sekitarnya pun merasa dunianya sudah sangat-sangat runtuh. Lelaki itu sudah tidak memiliki harapan lagi di dalam hidupnya.
***
"Kenapa kau ragu, Nelson? Apa yang kau harapkan lagi?" tutur Nelson mencela dirinya sendiri ketika ia ingin melompat dari gedung apartemennya, tetapi ia merasa takut ketika melihat ke bawah.
"Kematian adalah hal yang sangat pantas kau dapatkan!" Nelson tarus mengutuk dirinya sendiri dan lelaki itu membuang ketakutannya dan dengan cepat menutup matanya agar ia bisa melompat dari gedung tinggi tersebut tanpa ragu lagi.
Namun, belum sempat Nelson melompat, tiba-tiba petir dengan kekuatan tinggi menyambarnya.
Crash Hhshh…
[Ding]
[Host terdeteksi]
Pria itu tidak percaya dengan apa yang dia temukan di tempat tersebut.“Maafkan saya, Tuan, tetapi menurut dokumen yang kami temukan, ini memang tempat yang dimaksud. Saya tidak mengerti mengapa tidak ada harta karun yang ditemukan di sini. Namun, apakah mungkin seseorang telah mengambilnya?” komentar pria lain sambil melihat peta di tangannya."Seseorang mengambilnya? Saya tidak tahu tentang itu, tapi mungkin saja. Tapi siapa? Tidak ada tanda-tanda orang lain yang tahu tempat ini," jawab pria berkacamata sambil memukul dinding gua dengan kesal karena usahanya terkesan sia-sia semata.Pria yang memegang peta di tangannya hanya bisa tertunduk lesu. “Mungkin orang itu datang saat kami lengah karena bungkusan makanan yang kami temukan di hutan sudah menunjukkan bahwa mungkin ada orang lain yang datang ke sini.” Pria itu terus mengutarakan pendapatnya.Bungkusan makanan yang dimaksud para pria itu adalah sepotong roti yang sepertinya jatuh dari salah satu tas milik timnya Nelson tanpa mer
"Apakah kamu pikir aku tidak ingin melakukan semua itu? Apakah kau pikir aku bodoh? Jika kita tidak melakukannya, kita akan mati sia-sia. Bosmu atau kita semua akan mati karena mereka. Lagipula, mengambil sebagian darahnya tidak akan membuatnya kekurangan darah secara drastis, bukan? Jika Tuan Nelson kekurangan darah, aku siap mendonorkan berapa pun untuknya. Saat ini hanya itu semua yang bisa kita lakukan untuk bertahan hidup," jawab Flora dengan nada sarkastis.Melihat perdebatan dan cara Blake dan Elan menangani Nelson membuat Danny semakin merasa pusing.“Diamlah! Kalau kau tidak mau diam, aku akan membunuhmu sekarang juga!” cetus Danny dengan nada dingin. Mata pria itu menatap tajam ke arah Flora dan Mad, yang sedang berdebat.“Danny, ambil saja darah Mr. Nelson, kita tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi.” Blake juga ikut bicara. Pria itu merasa sedikit frustasi karena kondisi Nelson semakin memburuk.Selain itu, peralatan yang ada tidak lengkap. Blake merasa lebih baik mer
“Saya mengerti, Tuan, silahkan Anda istirahat.” Danny hanya bisa menyerah ketika Nelson memberikan perintah tegas seperti itu, lagi pula Nelson adalah orang yang memiliki keputusan akhir di antara mereka semua.Mendengar jawaban Danny, Nelson tersenyum puas. “Baik, saya ingin istirahat sekarang. Saya juga telah memastikan tempat bahwa ini aman,” lanjut Nelson sebelum menutup matanya lagi.“Sistem saya siap,” Nelson menjawab sistem tersebut di dalam hatinya.[Sistem memindai tubuh Host]“Tunggu!” Nelson segera menghentikan sistem.[Apa Anda ingin hal lainya, Host?]Sistem terdengar kesal karena Nelson menghentikannya tiba-tiba."Saya punya firasat mereka akan pergi ke gua ini. Jadi, bisakah Anda membuat gua ini sementara tidak terlihat? Setidaknya mereka tidak bisa melihat tempat ini untuk sementara, dan jika mereka berhasil masuk ke ruangan rahasia ini. Aku ingin kamu menyembunyikan semua harta karunku. Bisakah kamu melakukannya? Aku tidak bisa membiarkan semua kekayaanku jatuh ke tang
“Cepat masuk. Pintu hanya terbuka dalam lima menit, jadi cepat!” Nelson dengan cepat menyadarkan Elan dan Danny dari rasa kagum mereka.Elan dan Danny pun kini segera masuk kembali ke gua, dan pintu itu tertutup lagi.“Mengapa gua itu tertutup begitu cepat? Apakah ada musuh lain yang mendekat?” tanya Flora, tidak mengerti bahwa pintu gua hanya tertutup saat Danny dan Elan mendekat.“Tidak,” jawab Nelson segera. “Pintu menutup dengan cepat karena ia memberi hanya sedikit waktu saat dibuka dari dalam. Jadi jika kamu ingin pintu gua tetap terbuka lebih lama, kamu harus mengeluarkan lebih banyak darahmu. Apakah kau ingin aku mati karena kekurangan darah hanya karena ingin pintu ini terus terbuka?” Nelson menjelaskan dengan panjang lebar, membuat Flora mengangguk mengerti.“Maafkan saya, Tuan, saya tidak mengerti apa yang terjadi di sini,” sahut Danny, menatap semua orang dengan wajah bingungnya.Terutama setelah mendengar percakapan Flora dan Nelson, pria itu semakin bingung tentang apa y
Nelson yang menyadari bahwa dia terlalu sibuk berkomunikasi dengan sistem, segera menghentikan komunikasinya tersebut agar Flora tidak menjadi lebih curiga padanya.“Mengapa kamu malah diam sekarang? Apakah ada sesuatu yang terjadi?” tanya Flora lagi. Kata-kata Flora tiba-tiba membuat Blake dan Mad menghentikan pekerjaan mereka dan melihat bos mereka untuk memastikan apakah bos mereka baik-baik saja atau tidak.Nelson yang menyadari Blake dan Mad telah salah paham padanya akibat perkataannya Flora pun dengan cepat menjawab pertanyaan Flora dengan nada sarkastis. “Semua hal di tempat ini sangat berharga. Lantas mengapa kamu bertanya hal yang sudah jelas jawabannya? Apakah kamu ingin sesuatu yang lainnya?”Komentar sinis Nelson membuat Flora menyeringai malu. “Aku tidak ingin apa-apa. Aku hanya khawatir kamu mungkin kerasukan oleh hantu-hantu penunggu di sini.”“Terserah kau ingin berkata apa,” Nelson mengalihkan pandangannya ke Blake dan Mad setelah pria itu memasukkan semua kertas da
“Tuan Nelson, sebaiknya Anda membuka salah satu dokumen itu. Bisa jad kertas-kertas itu berisi teknik perang, resep obat-obatan langka, atau petunjuk harta karun lainnya.” Flora segera menyarankan Nelson untuk membukanya karena gadis itu juga penasaran mengapa kertas seperti itu bisa menjadi isi peti yang terbuat dari mas murni.Nelson mengabaikan kata-kata Flora, memilih untuk mengikuti hatinya, dan menyimpan kertas-kertas itu dan memilih untuk mencari tahu apa isi lainnya peti tersebut dan ia cukup terkejut melihat ada benda lain disana.“Senjata api?” gumam Nelson tak percaya melihat apa yang ada di tangannya.Nelson melihat bahwa tumpukan harta karunnya adalah benda-benda kuno, tetapi senjata api di tangannya sudah terlihat sangat modern.Selain itu, Nelson yakin bahwa pada zaman kuno tidak ada senjata mematikan seperti itu, desain senjata api tersebut juga sangat superior karena pasti dibuat dalam 25 tahun terakhir.“Tuan Nelson, lihat, bukan hanya satu pistol, tapi ada dua lainn







