LOGINEric mengangguk sambil tersenyum, membuat adiknya kembali terbelalak.
“Tuan, apa kami harus menguburnya atau membuangnya ke laut?”
Eric menatap koper besar itu dengan rahang mengeras. "Tidak," jawabnya kemudian.
Orang-orang diam menunggunya melanjutkan ucapan. Sedangkan Elise sedikit lega karena Eric tidak berniat membunuh sang paman.
Sungguh, Elise tidak mengkhawatirkan Jim sama sekali, bahkan ia sepakat jika hidupnya pasti akan lebih baik jika sang paman mati. Tapi Elise tidak ingin Eric menjadi pembunuh, terlebih jika di kemudian hari hal itu mendatangkan masalah besar untuk kakaknya.
"Si berengsek ini tidak boleh mati dulu. Kesakitan yang ia rasakan masih belum setimpal! Sekarang, bawa koper ini turun. Keluarkan ia dari koper, tapi biarkan terbungkus karung."
"Lalu, Tuan?" Kevin menyahut cepat, ia malas jika harus menampung Jim.
"Buang ia di depan Harris Heaven. Peyton harus mendengar kabar pengurasan saldo rekeningnya!"
Kevin dan Evelyn saling menoleh dan tersenyum. Mereka yakin, ini akan menjadi lebih menyenangkan. Dengan kompak mereka menjawab, "Baik, Tuan."
Eric melihat kepergian dua anak buahnya membawa sang paman yang menyebalkan. 'Setelah ini kehidupan kalian akan berbalik!' batinnya puas.
"Aku tidak mengira akan seperti ini jadinya. Semua berakhir baik." Elise masih menatap ke arah lift yang menelan Jim.
"Tidak, Elise. Ini adalah permulaan. Awal bagi Paman dan Bibi Harris menuju penderitaan mereka. Sedangkan kita, aku janji padamu, kita tidak akan pernah kesusahan lagi."
Elise memeluk haru kakaknya. Sesaat lalu terasa tidak ada yang bisa diharapkan dari hidupnya, tapi Eric datang menyelamatkannya. "Terima kasih banyak."
Eric mengajak Elise masuk ke kamar 199. Mereka akan melanjutkan perayaan ulang tahun Elise yang tertunda karena raungan Jim.
Tiup lilin dan potong kue dilakukan setelah Elise membatinkan keinginannya. Ia memberikan potongan pertama pada Eric dengan mata berkaca-kaca.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Eric sambil menikmati kue.
"Ada dua, tapi aku tidak akan memberitahumu." Ia tertawa kecil.
"Katakanlah, aku memaksa." Eric membalas dengan tawa lantang.
Elise terdiam, pandangannya tertuju pada satu arah, tapi tampaknya ia tidak benar-benar memandang itu.
"Elise."
Elise tersenyum. "Pertama, aku berharap bisa melanjutkan pendidikan ke luar negeri. Entahlah Eric, tapi hal buruk yang terjadi, tidak bisa hilang begitu saja di benakku biarpun Paman Jim sudah kalah. Rasanya ingin menikmati udara di negara lain."
Gadis itu melihat Eric, "Aku tahu itu keinginan yang mustahil. Tapi jika tidak kuliah, tidak apa ke luar negeri untuk bekerja."
"Terkabul!" seru Eric.
Elise mengerutkan dahi, lalu tertawa lagi. Ia yakin Eric sedang berusaha menghiburnya.
"Kamu akan ke luar negeri untuk berkuliah, Elise," kata Eric bersungguh-sungguh.
Elise tertawa keras. "Jangan memasang ekspresi seperti itu. Tidak apa-apa Eric, itu hanya angan-anganku saja. Kamu tidak memiliki kewajiban untuk mewujudkannya."
Elise memegang tangan kakaknya, "Bisa terlepas dari Paman Jim saja sudah merupakan berkat yang besar. Terima kasih banyak untuk semua usahamu."
Eric menggenggam lebih erat tangan adiknya. "Tapi aku akan melakukannya."
Kali ini Elise terbelalak. Ia tahu Eric serius dengan ucapannya.
"Aku akan membayar semuanya. Malam ini juga kamu tentukan ingin berkuliah di universitas mana. Besok kamu akan ke sana langsung."
Elise masih mencerna perkataan Eric, mengingat ke belakang tentang apa yang terjadi. Ia menyadari satu hal. Ia bertanya, "Bagaimana kamu bisa memiliki uang banyak dalam waktu singkat?"
Eric menelan ludah, tapi berusaha terlihat tenang. Sebelumnya ia menjelaskan banyak hal pada Elise, tapi tidak dengan System keberuntungan yang memilihnya sebagai Host.
"Um, aku ... menang lotre."
"Lotre?"
"Ya!" Eric meringis.
"Berapa banyak?"
Eric melihat ke atas dan ke samping, "Um, banyak. Terlalu banyak sampai aku kesulitan mengeja nominalnya." Ia menepuk punggung tangan Elise. "Yang pasti, itu cukup untuk kita hidup lebih layak. Sangat layak"
Elise tidak bisa menahan air matanya. Rasanya seperti mimpi. Ia tidak tahu jika Eric mengikuti undian lotre, dan menang!
"Aku kira orang-orang yang membantu kita adalah temanmu yang sedang cosplay menjadi bawahanmu. Dan salah seorang dari mereka adalah orang kaya yang juga memiliki hotel ini. Jadi, kamu serius tentang anak buah itu?"
Eric mengangguk.
"Syukurlah. Aku jadi lebih tenang karena ada orang-orang profesional yang menajagamu."
"Jadi, apa permintaan keduamu."
Raut wajah Elise menjadi sendu. Ia menggeleng, seperti ingin menepis pikiran buruk di kepalanya. "Aku meminta kesembuhanmu."
Jantung Eric berdetak lebih cepat. Kekeosan yang terjadi sebelumnya sempat membuatnya lupa pada penyakitnya sendiri. Ia menguatkan, "Aku menyesal karena keinginan keduamu tidak bisa langsung aku penuhi. Tapi-"
Eric menjeda perkataannya karena Elise sudah menangis sesenggukan.
"Hei, jangan cemas. Sekarang aku punya cukup uang untuk operasi," seru Eric dengan wajah ceria.
"Tapi, tetap saja, operasi itu tidak menjamin kesembuhan."
Elise ingat benar pada ucapan dokter yang menangani Eric. Kakaknya itu hanya bisa bertahan kurang dari dua bulan jika tidak segera dioperasi. Tapi, setelah operasi pun, persentase kesembuhan Eric kurang dari 35%. Jika sang kakak bisa bertahan 5 tahun setelah operasi saja merupakan hasil yang sangat optimal.
Sekarang Elise semakin terisak membayangkan Eric yang terancam meninggal di usia muda. Jika itu terjadi, maka ia akan benar-benar sendiri.
"Aku akan berusaha untuk sembuh. Elise, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri."
Tepat setelah Eric mengatakan itu, rasa sakit yang luar biasa muncul di kepalanya.
"Eric, kamu kenapa?" Elise memegang bahu kakaknya dengan cemas.
Sebelumnya Eric sudah pernah seperti itu, mendadak mendapat serangan sakit yang hebat di kepala. Semakin intens rasa sakitnya, semakin genting kondisi Eric. Itu sebabnya sebulan lalu dokter menyarankan operasi untuk mengatasi kanker yang bersarang di otaknya.
Elise menangis lagi meratapi kondisi Eric yang memegangi kepalanya kuat-kuat. Ia tidak tahu seberapa sakit yang dirasakan hingga Eric hanya meringis tanpa bisa berkata-kata lagi.
Napas Elise semakin sesak mengingat selama ini Eric hanya meminum obat untuk meredakan nyerinya. Itu pun sangat terbatas karena harganya yang mahal.
Dan sekarang, Eric tidak memiliki obat itu. Sudah hampir seminggu obatnya habis, tanpa mampu membelinya lagi. Uang yang dikumpulkan sebelumnya malah digunakan untuk membeli kue ulang tahun untuk Elise, itupun dengan bantuan penjaga kasir yang iba padanya.
"Tunggu di sini, aku akan membeli obat untukmu." Elise ingat, Peyton memberikan sejumlah uang muka padanya saat masih di rumah bordil.
Namun, saat Elise hendak pergi, Eric menahan tangannya sambil menggeleng, masih tanpa mengatakan apapun.
Eric menyadari rasa sakit di kepalanya lebih sakit dari biasanya, seolah ada batu besar yang menindih kepalanya, bahkan lebih sakit daripada itu. Ia tidak bisa menggambarkannya, tapi yang jelas, sekarang ia mulai ragu kali ini akan bertahan dan lolos dari maut. Dan jika ini adalah detik-detik terakhir, ia ingin Elise ada di sisinya.
"Eric!!" Elise menjerit melihat sang kakak tidak sadarkan diri, tergolek lemas di atas ranjang.
Wajah Elise sangat rumit. Ia memeriksa denyut nadi dan napas Eric. Sedikit lega dirasakan mengetahui sang kakak masih hidup.
"Aku akan mencari bantuan," katanya berpamitan sebelum pergi keluar.
Sambil berlari, dalam hati Elise berdoa, lebih tepatnya, untuk pertama kalinya ia berdoa dengan sangat sungguh-sungguh.
‘Di mana pun keberadaan-Mu, tolong sembuhkan kakakku, Tuhan. Aku bersedia menukar nyawanya dengan hukuman apapun, pilihkan saja sesuka-Mu. Aku siap!’
Setelah resmi menjadi anggota baru klub dayung kampus, nama Eric semakin populer, tidak hanya di jurusannya, tetapi juga di jurusan lain, bahkan di fakultas yang berbeda. Ia memiliki lebih banyak penggemar, baik laki-laki maupun wanita, dari mahasiswa satu angkatan dengannya maupun mahasiswa senior. Bahkan, ada juga penggemar dari kalangan staf dan dosen.Di sela-sela kesibukannya dalam menjalani rutinitas perkuliahan dan juga latihan di klubnya, Eric selalu berusaha untuk menjaga hubungannya dengan Violet. Hanya saja, tidak dipungkiri, para fans yang terkadang datang menghampiri dan bergerombol, membuat Violet perlahan mundur untuk memberi mereka ruang.Meski begitu, Violet sepenuhnya mengerti. Ia tahu benar kalau pacarnya itu semakin bersinar, hingga membuat banyak orang mengidolakannya. Dan ia sendiri mengakui bahwa Eric memang lebih dari pantas untuk dikagumi, bahkan jauh sebelum pemuda itu tergabung dalam klub dayung.Seperti saat ini, ketika keduanya sedang makan bersama di kant
Namun, tampaknya musik itu masih belum cukup ampuh. Pada akhirnya, kekesalan Chloe mencapai puncaknya. Kesabarannya sudah habis.Dengan sengaja Chloe menyandarkan punggungnya ke kaca jendela bus, lantas meluruskan kakinya di atas kursi. Ia memenuhi dua kursi sendirian. Tidak hanya itu, Chloe juga memasang wajah malas dan memberikan tatapan mengintimidasi pada siapa saja yang melewati kursi itu.Sementara itu, Lily memang belum membuka percakapan lagi dengan Eric. Ia menunggu sampai semua orang masuk ke dalam bus dan mereka berangkat kembali ke kampus. Lily akan membicarakan hal penting itu setelah suasananya kondusif."Maaf aku terlambat," seru Richard dengan senyum segan. Ia baru keluar dari toilet.Melihat Richard yang baru muncul, sembuah napas keluar dari mulut Chloe. Ia tahu, Richard akan menjadi pria terakhir yang mencoba untuk duduk di sampingnya. Wajahnya menjadi sangat masam.Hal itu berbanding terbalik dengan Richard yang sangat bersemangat saat melihat kursi di sisi Chloe m
Sejak awal Eric memahami apa yang ditanyakan Lily. Hanya saja, ia merasa tidak perlu berkomentar. Namun, karena selama ini Lily bersikap baik padanya, bahkan ketika dulu dua sahabatnya begitu menyebalkan, Eric menjadi segan untuk langsung menolak."Eric, ini adalah foto tanteku. Namanya Grace Porter. Aku sangat menyayanginya, dan seluruh keluargaku juga. Tapi, sudah bertahun-tahun ia pergi, tanpa kembali pulang, tanpa memberi kabar apapun. Kami benar-benar kehilangan kontak dengannya. Aku sangat mencemaskannya. Apa di luar sana ia baik-baik saja, atau mengalami masalah. Ini membuatku gelisah setiap waktu saat mengingatnya.""Aku turut prihatin atas hal itu," ujar Eric."Eric, aku tidak tahu pasti mengapa tanteku pergi. Ibuku tidak mengatakan apapun, dan aku tidak peduli. Maksudku, mungkin masalah besar terjadi, dan waktu itu aku masih remaja, tidak ada yang menjelaskan padaku. Tapi, aku benar-benar sedih karena tidak bertemu tanteku lagi sesudahnya. Itu menyesakkan." Lily tidak bisa m
Dengan hasil tes dayung yang sangat memuaskan, jelas mampu mengantarkan Eric untuk lolos menjadi anggota baru klub tersebut. Tidak hanya lolos, tapi ia juga berhasil menjadi peserta terbaik, diikuti Richard Brown di posisi kedua.Para peserta yang gagal di tes terakhir ini tentu merasa kecewa. Namun, mereka akan mencoba lagi tahun depan. Belajar dari Richard yang gagal di tahun lalu, dan lolos di tahun ini.Dengan sopan Eric meminta izin kepada pelatih dan panitia untuk menemui para pendukungnya. Meski hanya memiliki waktu lima menit, Eric sangat berterima kasih.Chloe mengamati Eric yang berlari menuju belakang rumahnya dengan wajah cemberut. Tentu akan sangat menyenangkan jika wanita yang hendak ditemui Eric adalah dirinya, kenyataannya yang menjadi pacar pemuda itu adalah Violet. Dan kini dalam hatinya Chloe mengumpat karena harus melihat kedekatan Eric dan Violet."Hai cantik, apa kamu tidak ingin memberikan ucapan selamat padaku?" Richard datang mendekat pada Chloe dengan senyum
Penampilan Eric dalam tes terakhir itu sungguh membuat semua orang terkesima. Banyak di antara mereka yang terbelalak, mengusap-usap mata untuk memastikan tidak salah lihat, dan banyak pula yang sampai mengungkapkan kekagumannya.Apa yang ditunjukkan Eric benar-benar terlihat profesional. Kemampuannya dalam mendayung sudah seperti para atlet olimpiade. Para pelatih yang menilai penampilan para peserta bahkan juga tidak bisa menahan rahang mereka untuk tidak jatuh."Wow, apa yang baru saja aku saksikan!" "Ini benar-benar sejarah!""Aku bisa melihat masa depan klub dayung yang cerah!"Eric mengungguli semua peserta. Baik dari segi kecepatan, teknik, maupun kekuatan, ia memperoleh nilai tertinggi.Para panitia ataupun peserta yang telah tampil sebelumnya berdiri dan bersorak, bertepuk tangan atas penampilan Eric.Di antara mereka yang terkagum-kagum itu, jelas ada Chloe yang merasa semakin sulit untuk mengabaikan Eric."Katakan, bagaimana aku bisa pura-pura tidak terpesona melihatnya?"
Tes mendayung dilakukan secara bergantian. Jarak tempuh tidak terlalu jauh, hanya sekitar 500 meter. Para peserta mendayung dengan menaiki perahu dayung tunggal.Penilaian tes mendayung ini dilihat dari segi kecepatan, kekuatan, dan teknik yang digunakan sejak garis start hingga finish. Peserta dengan nilai tertinggi pertama hingga kesepuluh akan otomatis lolos menjadi anggota baru klub dayung, sementara yang lainnya akan gugur. Itu artinya, dari 20 peserta seluruhnya yang lolos dari tes fisik kemarin, hanya separuhnya saja yang akan mendapat kartu anggota klub dayung University of Grand Houston.Eric mendapat giliran di kloter terakhir. Ia merasa sedikit gugup, meski yakin akan mampu menjalani tes dengan baik, sebab sebelumnya ia sudah rajin latihan mendayung. Selain perihal hasil tesnya nanti, satu hal yang membuat Eric was-was juga adalah terkait pesan System semalam, bahwa ia akan segera mendapatkan hadiah dari misi yang berhasil ia jalankan sebelumnya."Kloter terakhir akan se







