Share

Bab 7

Elena tidak bisa tidur walau sudah berbaring di asramanya. Ketiga teman sekamarnya malam ini sedang pergi kencan buta dengan mahasiswa sekampus. Elena beralasan sedang tidak enak badan agar tidak perlu ikut pergi. Sebenarnya dia tidak begitu suka menghadiri acara seperti itu karena kondisi keluarganya tidak sama dengan ketiga temannya. Demi menyekolahkan Elena di universitas, keluarganya sampai harus menguras semua harta yang tersisa. Elena hanya pernah satu kali menghadiri kencan semacam itu karena dia tidak ada alasan untuk menolak.

Sekarang Elena benar-benar bersyukur dia tidak ikut pergi, atau dia pastinya akan melewatkan kesempatan mendapat rezeki dari Korek Api. Bahkan streamer besar yang sudah terkenal dan punya banyak followers pun jarang-jarang bisa mendapatkan keberuntungan seperti ini, apalagi Elena yang hanya streamer kecil. Sebelum sesi live streaming-nya berakhir saja, Elena sudah dihubungi oleh agensi yang berniat menaunginya, berharap tindakan yang mereka ambil ini dapat memancing perhatian si Korek Api. Siapa tahu mereka juga kebagian rezeki.

Pihak agensi paling mengerti sebenarnya apa yang dicari oleh para orang kaya ini. Tidak lain dan tidak bukan adalah gengsi. Mereka tidak ingin mempermalukan diri di depan streamer favorit mereka. Asal ada kesempatan, mereka pasti akan terus memberikan hadiah. Tentu saja tujuan agensi menaikkan peringkat streamer mereka adalah untuk meraup keuntungan. Akan tetapi, Elena dengan tegas menolak tawaran mereka. Dia tidak ingin mengeruk semua uang David dengan cara itu. Sampai akhirnya, Elena mendapatkan ancaman dari mereka yang bilang tidak akan bisa bertahan di platform ini lagi.

Elena pun tidak tahu apakah dia akan menyesal atau tidak, dan dia juga tidak tahu apakah David melakukannya hanya karena kesenangan sesaat atau bukan. Selain pertimbangan itu, Elena juga sedang memikirkan bagaimana caranya dia bisa memperbaiki kondisi keuangan keluarga dengan uang yang dia dapat. Kedua masalah inilah yang membuat Elena tidak bisa tidur nyenyak.

Sementara itu, postingan yang David unggah ke IG-nya dibanjiri ratusan komentar. Sudut yang David ambil begitu bagus sampai orang yang sekali saja melihatnya bisa langsung tahu kalau foto itu diambil dari lantai paling atas Jina International Mansion.

Komentar pertama berkata, “David, kamu colong dari mana foto ini? Sudutnya bagus juga!”

Komentar kedua, “David, kamu lagi kerja paruh waktu di sana? Boleh kenalin aku juga, nggak. Siapa tahu aku jadi teman sama yang punya rumah.”

Komentar ketiga, “David, kami jadi berondong sekarang? Aku juga mau, dong.”

Berbagai macam komentar semuanya ada, tapi tidak ada satu pun yang bertanya apakah David membeli rumah di sana. Sekarang sudah hari ketiga begitu David membuka matanya. Dia pun mandi dan menikmati pemandangan yang bisa dia nikmati dari rumahnya. Apa yang terjadi kemarin masih terasa seperti mimpi.

“Hari ini ngapain, ya? Oh iya, beli mobil.”

Tiba-tiba David sadar kalau dia tidak bisa mengemudikan mobil. Lantas, apa yang harus dia lakukan? Apakah dia harus mempekerjakan seorang sopir? Namun, menggunakan sopir mana mungkin sepuas mengemudikan mobilnya sendiri. Lagi pula, akan repot sekali jika dia masih harus mencari sopir. Mau belajar menyetir pun setidaknya butuh waktu satu bulan lebih untuk bisa. David rasa dia tidak bisa menunggu selama itu. Kemudian David teringat sepertinya di panel sistem ada yang namanya fitur Keahlian, dan dia bisa menambahkan keahlian yang dia inginkan.

David pun membuka panel Sistem Kekayaan. Dia mendapatkan 1 Poin Kekayaan baru karena kemarin malam sudah melakukan top-up sebanyak 20 miliar. David pun menekan tanda “+” yang terdapat di belakang Keahlian dan memasukkan keahlian untuk mengemudikan mobil.

Tak lama kemudian, sistem pun mengunduh data dan setelah beberapa detik berlalu, tiba-tiba masuk berbagai macam pengetahuan baru ke otak David yang berkaitan dengan mobil. Misalnya seperti yang mana rem, yang mana gas, yang mana rem tangan, bagaimana caranya menyalakan mobil, bagaimana caranya berbelok, bagaimana caranya parkir, dan lain sebagainya. Semuanya terasa begitu jelas seolah David memang tahu bagaimana caranya mengemudikan sebuah mobil. Dia pun jadi tidak sabar untuk mencobanya langsung.

David pergi dari Jina International Mansion dan pergi ke Golden Hotel. Prisca langsung menyambut kedatangan David begitu dia sampai di depan.

“Pak David, sarapannya sudah siap, silakan ikuti saya.”

David rasa si Prisca ini hebat juga profesionalitasnya. Dia tahu bagaimana bersikap di situasi yang berbeda. Kemarin malam dia bisa langsung memanggil nama David dengan mesra, dan sekarang dia kembali memanggil David dengan sebutan “Pak”.

Setelah sarapan dan hendak keluar dari hotel, Prisca dengan sengaja mendekati David dan berbisik di telinganya, “David, jangan lupa sama janji kita, ya!”

Rayuan menggoda yang berembus di telinganya itu membuat David tersipu malu dan mengumpat dalam hati, “Dasar siluman penggoda!”

David lagi-lagi menghabiskan sekian ratus juta untuk membeli pakaian. Setelah mengganti baju rombengnya dengan pakaian bermerek, dia terasa seperti menjadi orang yang baru, apalagi setelah dia menambahkan point di atribut Fisik. Dia jadi merasa sangat energik dan jauh berbeda dengan dirinya yang lalu. Kini dia benar-benar terlihat seperti anak orang kaya yang sah. Kalau saja kemarin David sudah membeli baju baru, mungkin dia tidak perlu berdiri selama beberapa menit di lobby tanpa ada yang melayani.

David pun kemudian pergi ke sebuah showroom mobil yang khusus menjual Mercy. Dia langsung membayar begitu melihat Mercy G-Class dan membawanya pergi. David tidak lagi dipandang rendah seperti kemarin karena sudah berganti pakaian. Ketika mengemudikan mobil barunya, David tidak merasa ada yang aneh ataupun canggung. Keahlian yang bisa diberikan oleh sistem ini ternyata benar-benar canggih. Namun, masih ada satu masalah lagi. David masih tidak memiliki SIM. Bagaimana caranya dia bisa mendapatkan SIM? Di antara orang yang dia kenal, sepertinya tidak ada yang bisa membantunya mendapatkan SIM.

Apakah Prisca bisa? David rasa seharusnya dia bisa, karena sebagai manajer di hotel terkenal, dia pasti kenal dengan banyak orang penting. Lantas, David mengemudikan mobilnya menuju Golden Hotel dan menghubungi Prisca.

“David, kamu sudah kangen sama aku?” ledek Prisca.

“Prisca, aku mau minta tolong sesuatu,” jawab David tanpa basa-basi.

“Bilang saja, yang bisa aku bantu pasti aku kerjain.”

“Kalau begitu kamu bisa temui aku di luar sebentar? Aku sudah di depan hotel, di sebelah kiri ada mobil Mercy G-Class yang belum ada plat nomornya.”

“Oke, tunggu sebentar. Aku keluar sekarang.”

Tak sampai lima menit setelah telepon ditutup, Prisca sudah sampai di depan luar mobil David.

“Kamu mau minta bantuan apa?” tanya Prisca.

“Aku mau bikin SIM, kamu ada kenalan? Duit nggak jadi masalah!” kata David.

Surat izin mengemudi? Dalam hati Prisca pun bertanya apa iya anak orang kaya seperti David masih belum punya SIM? Namun karena David sendiri yang meminta tolong padanya, Prisca pun tidak mau banyak tanya.

“Harusnya gampang ini! Kapan kamu butuhnya?” tanya Prisca.

“Semakin cepat semakin bagus!”

“Kalau begitu aku minta KTP kamu, sama foto satu lembar.”

“Oke!”

Prisca memfoto KTP dan foto wajah David, kemudian mengirimkannya ke seseorang, lalu melakukan sebuah panggilan.

“Halo, Kak, aku ada kirim KTP sama foto. Tolong bikinin SIM, ya. Semakin cepat semakin bagus. Oh, oke, makasih, Kak. Titip salam juga buat dia.”

Setelah panggilan itu selesai, Prisca berkata kepada David, “Paling cepat sore ini sudah bisa diambil.”

“Wah, makasih, Prisca. Nanti biayanya berapa, kasih tahu saja. Aku transfer.”

“Ngapain, nggak usah sungkan begitu, lah.”

“Ya sudah. Kamu kapan ada waktu kosong? Nanti temani aku ke suatu tempat, ya.”

“Untuk kamu, sibuk pun tetap ada waktu.”

“Kalau begitu ayo naik, kita berangkat sekarang.”

David pun mengemudikan mobilnya meninggalkan Golden Hotel.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status