Share

Bab 8

David membawa Prisca ke sebuah showroom mobil Porsche. Seorang pegawai yang cantik jelita langsung menyambut kedatangan mereka berdua. Melihat David dan Prisca datang membawa Mercy G-Class, ditambah lagi dengan penampilan David yang mencerminkan anak orang kaya, dia pun bertanya dengan ramah, “Ada yang bisa saya bantu? Bapak Ibu mau lihat-lihat mobilnya?”

“Iya!” jawab David.

“Cari yang model apa?”

“Porsche 911 ada?”

“Ada.”

“Aku mau lihat dulu mobilnya.”

“Baik, silakan ikut saya.”

Pegawai itu pun membawa mereka berdua ke sebuah mobil Porsche 911 yang sedang dipajang di sana.

“Sekarang kami punya dua unit di sini. Satu warna hitam, satu lagi warna merah. Bapak mau yang warna apa?”

“Aku mau yang merah. Langsung bikin kwitansinya.”

“Eh? Bapak nggak mau lihat-lihat dulu?”

“Bukannya ini sudah lihat sekarang? Yang merah lumayan bagus warnanya.”

Pegawai itu sudah cukup lama bekerja di sini, tapi ini pertama kalinya dia bertemu dengan pelanggan yang langsung beli hanya dengan melihat penampilan luarnya saja.

“Baik, silakan sebelah sini.”

Pegawai itu membawa David ke meja depan dan memperkenalkan segala fitur dan kecanggihan yang dimiliki oleh mobil tersebut.

“Porsche 911 ini mobil sports terbaru kami. Dilengkapi dengan enam silinder dan teknologi twin-turbocharged engine ….”

“Iya, iya. Nggak perlu dijelasin, langsung saja berapa harganya?”

“Bapak mau paket yang mana?”

“Yang paling bagus saja.”

“Baik, mohon ditunggu sebentar, biar saya hitung dulu totalnya.”

Dua menit kemudian ….

“Pak, totalnya jadi 6.560.000.000.”

Setelah membayar lunas mobilnya, David dan Prisca duduk-duduk di sofa lobby menunggu si pegawai menyiapkan surat-suratnya. Prisca berpikir David mengajaknya kemari untuk membantu dia membawa mobilnya. Meski tidak tahu apa alasan David memilih yang warna merah, Prisca mencoba untuk memberikan sarannya.

“David, kayaknya warna merah nggak cocok buat kamu, deh! Kenapa nggak pilih yang hitam saja? Aku rasa warna hitam lebih pas buat kamu.”

“Ini bukan buat kau, tapi buat kamu! Aku rasa warna merah cocok sama kepribadian kamu.”

“Buat aku? David, jangan bercanda, ah!”

“Memangnya aku kelihatan kayak lagi bercanda? Aku beneran beli buat kamu.”

“Nggak, aku nggak bisa terima. Ini sudah terlalu mahal.”

“Jangan sungkan begitu, lah! Kamu tahu sendiri uang nggak jadi masalah buatku. Lagian harganya juga nggak seberapa. Kalau kamu menolak, nanti kita juga yang repot kalau mau pergi main ke mana.”

“Oh … oke! Makasih, ya, David!”

Tentu saja Prisca senang mendapat hadiah semewah ini dari David. Mobil yang dia gunakan sekarang mobil sederhana seharga ratusan juta. Gajinya per tahun hanya berapa ratus juta. Setiap bulan dia masih harus bayar sewa rumah, laundry, perawatan wajah, dan lain-lain. Semua kebutuhan itu saja sudah menghabiskan separuh gajinya. Di keluarganya juga masih ada seorang adik yang masih kuliah dan belum bisa mencari nafkah. Sisa uang yang Prisca miliki ujung-ujungnya tetap harus diberikan kepada keluarga.

Si pegawai yang kebetulan berada di belakang mereka tak sengaja mendengar pembicaraan itu dan jadi merasa iri dengan Prisca. Dia juga ingin memiliki seorang teman kaya raya yang bisa membelikannya mobil mewah tanpa berpikir panjang.

“Pak, boleh minta KTP-nya untuk data asuransi?” tanya si pegawai itu.

“Prisca, pakai punya kamu saja!” kata David.

“Eh … jangan!”

Meski David sudah bilang mobil ini untuk Prisca, Prisca masih berpikir paling David hanya meminjamkannya saja. Siapa yang mengira ternyata David juga membelikan mobilnya atas nama Prisca. Jika begitu, maka mobilnya telah sah menjadi milik Prisca.

“Tadi aku sudah bilang ini buat kamu, ‘kan? Kamu masih pikir aku bercanda?”

“Oh … oke kalau begitu! Makasih banget, ya, David.”

Kira-kira belasan menit kemudian … pegawai itu pun kembali.

“Pak, surat-suratnya sudah lengkap. Ini kunci mobilnya, bisa langsung dibawa.”

“Prisca, nih! Ayo jalan.”

Prisca menerima surat-surat dan kunci mobil dari David dan langsung mengemudikan mobilnya di jalan raya. Tak lama mereka berkendara, David yang berada di depan menerima panggilan dari Prisca.

“David, sekarang kita mau ke mana?”

“Sekarang kita makan dulu saja di hotel? Tapi aku nggak terlalu lapar, sih.”

“Aku juga.”

“Gimana kalau kita santai-santai sebentar di rumahku?”

“Boleh!”

Mereka berdua pun pergi ke Jina International Mansion dan langsung naik ke lantai paling atas setelah memarkirkan mobil. Tentu saja Prisca juga tahu seberapa bergengsinya Jina International Mansion ini, dan lokasinya juga tidak terlalu jauh dari tempat kerjanya, jadi dia pun sering melewatinya ketika sedang jalan pulang. Prisca memandangi rumah David dengan rasa iri berharap suatu hari dia juga bisa memiliki rumah seindah ini. Meski mimpinya masih terasa sangat jauh, tak ada salahnya dia melihat-lihat dahulu.

Setelah naik lift nomor satu, mereka berdua langsung sampai di lantai 27.

Prisca dibuat tercengang oleh kemewahan yang ditawarkan oleh gedung ini meski dia sudah melakukan persiapan mental. Lampu gantung yang tergantung di atas kepalanya dan jendela panjang yang membentang luas di ruang utama, pemandangan sungai di depan mata, sofa yang luas dan nyaman, TV yang besar … semuanya mencerminkan kekayaan yang luar biasa. Prisca tidak keberatan hidupnya lebih singkat sepuluh tahun asal bisa menikmati semua kenyamanan ini.

“Duduk!” kata David sembari menuangkan segelas air.

“David, rumah kamu bagus banget. Pemandangan sungai malam hari dari sini pasti bagus banget!”

“Lumayan lah. Kalau kamu mau lihat, datang saja pas malam.”

“Serius boleh?”

“Kenapa nggak! Oh ya, kamu orang mana?”

“Aku dari Sobo, aku tinggal di sini sudah sekitar tiga sampai empat tahun.”

“Kamu sudah punya rumah di sini?”

“Belum! Harga rumah di sini mahal. Nggak tahu, deh, kapan bisa kebeli.”

“Dengan gaji kamu sekarang, seharusnya nggak susah buat beli satu rumah!”

“Gajiku sebenarnya nggak setinggi itu. Aku masih harus menanggung biaya orang tua dan adikku. Terus masih harus bayar sewa rumah. Beli baju dan kebutuhan sehari-hari juga nggak murah. Sisa uang yang bisa aku tabung nggak seberapa.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status