MasukHalo sobat readers ... Selamat datang di karya baru author ini... semoga suka ya :) Mulai besok author akan update banyak ya. Terima kasih.
Kamar Perdana Menteri yang tadinya sunyi berubah menjadi ruangan yang tegang. Cahaya lentera memantul samar di dinding marmer, seolah ikut menahan napas. Aroma obat herbal masih menggantung di udara...pahit, menusuk, dan dingin.Tabib Istana itu—Markus—baru saja hendak melangkah keluar. Jubah hijaunya berkibar pelan, wajahnya pucat namun ia paksa untuk tersenyum seolah semuanya baik-baik saja.Namun suara tegas memotong keheningan.“Aku belum selesai denganmu, Pak Tua,” ucap Jason, suaranya datar tapi tajam seperti bilah pedang yang baru diasah.Langkah Markus terhenti. Ia menoleh, pura-pura anggun, seolah derajat seorang tabib istana membuatnya kebal dari rasa bersalah.“Apa lagi, Tabib Jason?” katanya dengan nada manis yang palsu. “Bukankah kau sudah berhasil menyelamatkan nyawa Perdana Menteri? Raja pasti akan memberimu hadiah besar. Sekarang... aku permisi.”Ia kembali berbalik dengan wajah angkuhnya.“Tunggu.”Suara Jason kali ini lebih dingin. “Apa kau lupa dengan janjimu?”Akhi
Jason tetap tenang di tengah kerumunan tabib istana yang memandangnya dengan tatapan mencemooh. Ia meneteskan cairan oralit buatan tangannya perlahan ke bibir pucat Perdana Menteri yang hingga kini bahkan tak mampu membuka mata.“Minum sedikit saja… ayo,” bisiknya lirih, nada suaranya begitu mantap seolah berbicara kepada tubuh yang nyaris kehilangan semangat hidup.Karina berdiri di sisi tempat tidur, tangan mungilnya menggenggam ujung tirai sutra dengan gemetar. Ia ingin percaya—tapi rasa takut masih mendominasi wajahnya.“Tabib Jason… kalau terjadi apa-apa dengan Kakek, aku tidak akan bisa menolongmu.”“Tenang.” Jason memotongnya lembut. “Perdana Menteri akan baik-baik saja. Tubuhnya hanya butuh waktu untuk menerima cairan ini.”Sementara itu, Tabib Istana menatap sinis.“Hmph! Kau pikir campuran air, gula, dan garam bisa menyelamatkan seseorang di ambang kematian? Dasar anak sombong!”Jason menatapnya dingin. “Kau tidak tahu apa-apa tentang cara kerja tubuh manusia. Air dan garam
Jason menarik napas dalam, lalu berkata datar tapi mantap, “Apa kalian punya air minum yang sudah dimasak, gula pasir, dan garam?”Beberapa tabib langsung berpandangan satu sama lain, sementara Karina memiringkan kepala, alisnya berkerut. “Air matang, gula, dan garam? Apa maksudmu?”Jason tak menoleh. Suaranya tegas, dingin, seolah tak ada waktu untuk penjelasan panjang. “Kau ingin kakekmu sembuh atau tidak?”Nada serius Jason membuat Karina terdiam sejenak. Wajahnya berubah dari bingung menjadi tegang. “Tentu saja aku ingin! Pelayan!” serunya lantang. “Cepat bawakan apa yang diminta Tabib Jason!”Para tabib istana saling berbisik pelan. Salah satu dari mereka—seorang pria tua berjanggut panjang dengan jubah hijau zamrud—tertawa kering, nada suaranya merendahkan.“Baru kali ini aku mendengar penyakit disembuhkan dengan bumbu dapur,” ejeknya. “Air, gula, garam—apa kau sedang membuat minuman pesta, anak muda? Kalau kau ingin mundur, lakukan sekarang sebelum mempermalukan dirimu sendiri.
Tangan Jason mendadak gemetar. Ia mencoba memanggil kembali potongan ingatannya... tentang bagaimana cara menjahit luka, melakukan resusitasi, atau sekadar mendiagnosis gejala, namun yang muncul hanyalah kekosongan.Ruangan itu terasa membeku. Para pelayan dan tabib kerajaan yang menatap Jason dengan penuh harapan kini mulai berbisik-bisik, menatap heran melihat perubahan ekspresinya.Tabib Istana yang berdiri di belakangnya menyilangkan tangan dengan senyum sinis di wajah tuanya. “Kenapa, Anak Muda?” tanyanya dengan nada mengejek. “Kau... lupa cara pengobatan, ya?”Jason menatapnya dengan rahang mengeras, tapi dalam dadanya, jantungnya berdetak kacau.Ding!Sebuah suara mekanis bergema di dalam kepalanya, seperti bunyi lonceng dari dunia lain.[Ilmu Pengobatan Zaman Modern : Terkunci!][Misi untuk membuka segel ingatan : Buat Nona Karina tertarik dan memberikan satu kecupan!][Hadiah : Ingatan tentang Penyembuhan Penyakit Zaman Kuno]Jason membeku. Matanya membulat tidak percaya.“Ap
Sekitar satu jam perjalanan berlalu sebelum kereta akhirnya berhenti di depan sebuah rumah megah yang berdiri di tengah kota Aryaloka. Bangunannya besar, bertingkat dua, dengan atap melengkung berlapis genteng merah bata dan ukiran naga di setiap pilar batu. Di gerbang depan, dua penjaga bersenjata tombak berdiri tegak, wajah mereka tanpa ekspresi.Karina turun lebih dulu, gaunnya bergoyang diterpa angin sore. “Kita sudah sampai,” katanya singkat, tapi nadanya menyiratkan harapan dan tekanan sekaligus. “Aku harap kau bisa menyembuhkan Kakek.”Jason melompat turun dari kereta, menepuk-nepuk debu di pakaiannya. “Apakah Nona memiliki jarum perak? Aku mungkin membutuhkannya nanti.”Karina berbalik, menatap Jason dengan ekspresi antara kaget dan kesal. “Tabib macam apa kau ini? Jarum perak saja tak punya? Aku pernah lihat orang memberi hadiah satu kotak penuh jarum pengobatan pada kakek saat ulangtahun.” Ia mendengus kecil, lalu menambahkan dingin, “Masuk saja dulu. Aku akan mencarinya dul
Jason mengepalkan tinjunya yang penuh luka. Rasa sakit di tubuhnya kini kalah oleh amarah yang membara di dadanya.“Malang sekali nasibmu, kawan…” bisiknya lirih pada tubuh yang kini ia huni. Bibirnya berdarah, tapi tatapannya dingin. “Tenang saja. Aku akan membalas semua perbuatan mereka. Bibi, sepupu, para lintah darat itu… tidak akan dibiarkan hidup tenang.”Jason menarik napas panjang, lalu menempelkan selembar kain putih lusuh di depan gubuk reyot yang kini jadi tempat tinggalnya. Tulisan yang ia coret dengan tinta hitam seadanya tampak jelas meski bergetar karena angin siang.[TABIB SAKTI][MENGOBATI SEGALA MACAM PENYAKIT][GRATIS]Ia menaruh sebuah meja reyot dan sebuah bangku kecil di depan gubuk itu, duduk dengan dada tegak pura-pura percaya diri, meski jantungnya sebenarnya berdetak gelisah. "Semoga ada yang lewat…," gumamnya sambil mengusap keringat di dahinya.“Lihat tuh, sarjana gagal dari kota. Sekarang pura-pura jadi tabib,” sindir seorang pria tua sambil meludah ke tan







