Rumah megah keluarga Anderson tampak berbeda malam ini. Suara tepuk tangan terdengar memenuhi ruangan saat seorang wanita dan seorang pria bergantian memasangkan cincin.
Di sisi lain, Davis tersenyum saat memasuki ruangan. Ini kali pertama dalam hidupnya sepanjang 25 tahun menghadiri sebuah pesta. Pria itu mempersiapkan penampilannya sebaik mungkin meski harus menguras tabungannya.
“Selamat atas pertunangan kalian, Ethan, Susan.”
Davis tiba-tiba terdiam ketika mendengar suara tersebut. Pria bertubuh tinggi itu seketika membeku saat melihat dua orang yang dikenalnya tengah berciuman di atas panggung. Senyum bahagianya lenyap dan berganti menjadi rasa sakit hati yang mendalam.
“Apa maksudnya semua ini?” Davis berkata cukup keras hingga perhatian semua orang tertuju padanya. Kerumunan tamu seketika terbelah dua ketika ia berjalan mendekat.
Semua keluarga Anderson tersenyum saat melihat Davis. Mereka sudah sejak lama tidak menyukai pria itu karena menganggapnya sebagai benalu tidak berguna. Malam ini adalah malam terakhir pria itu berada di keluarga mereka.
“Kau datang di saat yang tepat, Davis,” ujar Drake, pemimpin keluarga Anderson, “segera bawa piring-piring kotor itu ke dapur untuk kau cuci.”
Davis mengepalkan erat-erat. “Apa maksud semua ini?”
Drake berjalan mendekat pada Davis. “Apa kau tidak mendengar apa yang aku katakan barusan? Segera bawa piring-piring kotor itu ke dapur sekarang juga.”
Davis tidak menanggapi ucapan Drake. Ia masih terkejut dengan Susan dan Ethan yang tengah bergandengan tangan di atas panggung dengan busana senada. “Apa mereka berdua baru saja bertunangan?”
“Seperti yang kau lihat, putriku Susan baru saja bertunangan dengan Ethan. Mereka adalah pasangan yang sangat cocok dari segi apa pun. Siapa pun akan setuju dengan perkataanku.” Drake tersenyum lebar.
Davis menatap Susan dan Ethan bergantian. “Tapi kakek mengatakan kalau aku akan menikah dengan Susan satu bulan lagi. Aku yakin kau dan semua anggota keluarga Anderson mendengarnya saat kakek mengatakan hal itu.”
“Dasar brengsek! Siapa yang akan menikahkanmu dengan purtiku Susan?” Drake berteriak, mendekat pada Davis dengan langkah lebar. “Bercerminlah untuk tahu siapa dirimu dan di mana posisimu! Kau hanyalah sampah yang beruntung karena dibawa oleh ayahku ke keluarga Anderson. Apa kau pikir aku akan sudi menikahkan Susan dengan pria tidak berguna dan tidak memiliki apa pun sepertimu?”
Davis menatap semua orang yang tertawa dan menatapnya penuh benci, kecuali Susan yang menoleh ke arah lain. “Aku tidak menerima pertunangan ini. Aku—”
Drake melayangkan tamparan pada Davis. Hampir semua orang menahan tawa saat melihat peristiwa itu, kecuali Susan yang hanya diam. “Apa kau pernah berpikir siapa dirimu di dunia ini? Ethan jauh lebih baik darimu dalam segala hal. Kau bahkan tidak memiliki kekayaaan, kedudukan maupun keluarga. Ucapan ayahku tempo hari tidak lain hanya karena dia sedang melantur sebab penyakit yang dideritanya. Siapa pun tahu jika kau tidak pantas untuk putriku Susan.”
Davis sudah terbiasa dipermalukan dan ditatap dengan penuh kebencian. Akan tetapi, ia tidak bisa menerima pertunangan ini.
Davis mencintai Susan sejak pertama kali bertemu wanita itu lima belas tahun lalu, tepatnya saat ia pertama kali datang ke keluarga Anderson sebagai anak adopsi. Susan adalah wanita yang memperlakukannya dengan baik meski beberapa bulan ini sikapnya jauh berubah.
Davis menoleh pada Ethan yang tengah menahan tawa. Ia belum lama mengenal pria bernama Ethan itu. Ethan beberapa kali berkunjung ke rumah ini dan berbicara dengan Drake. Akan tetapi, ia tidak menduga pria itu memiliki hubungan dengan Susan.
Davis berusaha mengingat di mana ia pernah melihat Ethan selain di rumah ini. Setelah berpikir keras, ia mengingat jika Ethan adalah pria yang pernah memukuli seseorang di pinggir jalan hingga tidak sadarkan diri. Ethan jugalah yang pernah pergi ke dalam hotel bersama empat wanita sekaligus.
“Enyahlah dari pesta ini secepatnya, Davis! Kau hanya menganggu kebahagian kami,” ucap Emmely, salah satu sepupu Susan.
“Satu-satunya alasan kenapa kau diizinkan datang ke pesta ini adalah karena kami ingin kau sadar siapa kau dan di mana posisimu. Kau sama sekali tidak pantas untuk Susan.” Rebecca, sepupu Susan yang lain, menambahkan.
“Pergilah sebelum aku menghajarmu, brengsek!” ancam Romeo meski ia tidak yakin dengan ucapannya karena Davis memiliki postur lebih tinggi dan lebih besar darinya.
Davis mendekat ke arah panggung. “Pria bernama Ethan itu tidak lain hanya ingin mempermainkan Susan. Aku pernah melihatnya memukuli seseorang di pinggiran jalan. Dia juga pergi bersama beberapa wanita ke hotel.”
“Apa maksudmu, sialan?” Ethan berteriak kencang, menuruni panggung dengan langkah terburu-buru. “Sampah sepertimu sama sekali tidak pantas berbicara apa pun tentangku.”
“Susan, tolong percayalah padaku. Ethan hanya ingin mempermainkanmu. Dia—”
“Brengsek!” Ethan melayangkan pukulan, tetapi serangannya dapat ditahan oleh Davis. Ia meringis karena Davis meremas pergelangan tangannya dengan kuat. “Lepaskan tanganku sialan! Kau tidak tahu siapa yang kau hina!”
“Lepaskan tangan kotormu dari Ethan!” Drake menampar Davis.
Romeo mengambil gelas, lalu menuangkan isinya pada Davis. “Pergilah sekarang juga!”
Davis menatap Susan yang sama sekali tidak menoleh padanya. Tubuhnya beberapa kali menerima tersiram air. Ia melepas genggamannya pada tangan Ethan, menatap satu per satu orang yang tengah menyiram air dan menatapnya penuh kebencian.
“Kau harus menerima akibat dari perbuatanmu, sampah!” Ethan bersiap memukul Davis.
Davis menangkis tangan Ethan, menarik kerah baju pria itu dengan kuat hingga Ethan sedikit terangkat. “Apa yang sebenarnya kau rencanakan, Ethan? Aku tahu kau hanya ingin mempermainkan Susan. Susan adalah wanita baik yang tidak boleh kau permainkan.”
Semua orang tampak terkejut, tetapi tidak ada yang berani mendekat.
Ethan bisa melihat kemarahan dari pancaran mata Davis. “Lepaskan aku sampah! Kau akan membayar mahal tindakanmu padaku!”
“Hentikan, Davis! Kau sudah keterlaluan!” Susan tiba-tiba berteriak, menuruni panggung dengan langkah terburu-buru.
David perlahan melepas cengkeraman, melihat Susan yang menatapnya dingin. Saat akan bicara, Susan tiba-tiba menamparnya.
“Susan,” gumam Davis tak percaya. Dibandingkan tamparan Drake, tamparan Susan jauh lebih menyakitkan karena membuat hatinya terluka. “Susan, aku—”
“Davis, dengarkan aku baik-baik.” Susan mengembus napas panjang. “Aku dan Ethan sudah resmi bertunangan dan kami akan menikah satu bulan lagi. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan apa pun padamu. Aku juga tidak akan menikah denganmu sekalipun kakek memintaku. Aku tidak membencimu, tapi kau bukanlah pria pilihanku. Aku berhak memilih pria yang terbaik untukku, begitupun denganmu.”
“Davis, kau sudah keterlaluan karena menuduh Ethan, tapi kau sama sekali tidak bisa membuktikan tuduhanmu.”
Ethan tersenyum, mengandeng tangan Susan. “Apa kau dengar apa yang dikatakan tunanganku? Dia sama sekali tidak menyukaimu. Jadi, aku harap kau tidak menganggu hubungan kami.”
Davis menunduk, mengepal tangan erat. Semua bayangan kedekatannya dengan Susan seketika bermunculan. Susan memang tidak pernah menunjukkan ketertarikan padanya. Susan hanya memperlakukannya lebih baik dibandingkan anggota keluarga Andreson yang lain.
“Susan, percayalah padaku kalau Ethan bukan pria yang baik untukmu. Dia—”
Susan membelakangi Davis. “Pergilah, Davis. Aku tidak ingin melihatmu lagi.”
“Susan, aku ….” Davis mendapati semua orang tersenyum ketika melihatnya hancur. Ia berbalik perlahan, melirik Susan sekilas, berjalan meninggalkan ruangan.
Davis tidak memedulikan suara tawa dan hinaan dari orang-orang. Ia datang dengan senyum bahagia, tetapi pulang dengan hati dan harga diri yang terluka. Wanita yang dicintainya memilih pria lain dan ia sama sekali tidak bisa melakukan apa pun.
Davis berhenti ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Begitu berbalik, ia mendapati Drake sudah berdiri di depannya.
Hujan semakin mengguyur deras dari waktu ke waktu. Petir menggelegar sangat keras, membuat keadaan menjadi terang untuk sesaat.Daisy mondar-mandir di dalam kamar. Wanita itu tidak bisa tertidur meski waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam.Daisy mengembus napas panjang, mengintip keadaan luar melalui jendela. “Astaga, aku merasakan firasat buruk sejak tadi.”“Aku tidak bisa menghubungi ayah. Dia bahkan tidak membalas pesanku. Setiap aku bertanya pada para pengawal, mereka mengatakan kalau Ayah baik-baik saja.”Daisy menutup tirai, menjatuhkan tubuh di sofa, menyalakan televisi. Ia termenung meski televisi menampilkan sebuah adegan menarik.“Aku tidak akan bisa tenang sebelum Ayah menghubungi atau membalas pesanku.” Daisy mengganti saluran televisi berkali-kali. Saat akan mematikan TV, ia justru terdiam saat melihat sebuah adegan.“Astaga!” Daisy mematikan televisi, melempar remote. “Aku benar-benar sangat takut sekarang. Aku takut kalau Ayah dan yang lain menjalankan mereka untu
Sebuah mobil melaju sangat kencang di jalan raya, melewati beberapa kendaraan. Jalanan tampak sangat ramai malam ini. Lampu jalan dan lampu dari gedung-gedung pencakar langit menjadi pemandangan umum. Seorang pria tampan sedang mengamati kemacetan di jalan seberang, tersenyum saat mendapatkan sebuah notifikasi. “Aku memang harus mengakui kemampuanmu, Theo. Kau sangat layak menjadi pemimpin Shibacorm.” Edgar tersenyum. “Kau bereaksi sangat cepat setelah mendapatkan informasi dari para anggotamu.”“Aku seharusnya mengirim banyak robotku ke markasmu.” Edgar berpura-pura mengecek ponsel. “Kau mengganggu anggotaku, dan kau harus menerima balasannya.”Mobil melaju semakin cepat, memasuki jembatan besar yang menghubungkan dua pulau kecil. Hujan mendadak mengguyur sangat deras. Edgar mengamati langit hitam. “Sepintar dan sehebat apa pun seseorang, tidak ada siapa pun yang bisa memastikan dan mengendalikan masa depan.”Edgar menerima sebuah panggilan, tersenyum. Edgar mengirimkan pesan pad
Sebuah barier mendadak muncul, melindungi Dylan dan Dustin. Theo tersenyum sembari menekan pedangnya lebih kuat dan dalam. Serangan pedang itu berhasil menembus pelindung dan menghancurkannya. Dylan segera mendorong Dustin menjauh, menggigit bibir saat pedang mendadak menancap di perutnya. “Dia memindahnya pedangnya ke dekat tubuhku dengan sangat cepat.”“Dylan.” Dustin bersiap menyerang, tetapi serbuan misil mendadak muncul di depannya. “Kalian tidak akan lolos kali ini,” ujar Theo sembari memanggil puluhan pedang listrik. Dalam sekejap mata, pedang-pedang itu melesat ke arah Dylan dan Dustin. Sebuah barier muncul untuk melindungi Dylan dan Dustin. Akan tetapi, sebelum berhasil menahan serangan, barier itu mendadak hancur berkeping-keping. Pedang listrik kembali melesat sangat cepat, mengincar Dylan dan Dustin.Sebuah ledakan besar mendadak terjadi, disusul oleh angin kencang dan asap hitam yang menyebar ke sekeliling. Theo, Green, Black, dan Dark mundur sesaat, lantas kembali m
“Apa?” Dustin, Sonny, dan Reno sontak terkejut. Layar-layar besar seketika menunjukkan keadaan berbagai lokasi di markas. Layar beralih menunjukkan sebuah portal yang terbuka di wilayah utara. “Apa mungkin Edgar yang membuka portal?” tanya Dustin sembari mengetik dengan cepat. Pandangannya sama sekali tidak beralih dari layar, begitu pun dengan jari-jarinya yang terus menempel pada papan ketik. “Edgar?” Reno terkejut. “Apa yang kau maksud adalah ketua?” Dylan mengepalkan tangan erat-erat, merasakan firasat buruk. “Portal lain terbuka di ... Shibacorm! Mereka datang menyerang.”Portal pertama mendadak menghilang dalam sekejap. Tak lama setelahnya, sebuah portal yang berada di luar kawasan markas terbuka. Para robot muncul dengan sangat cepat, menyebar ke sekeliling area. Para robot penjaga segera bergerak untuk menghentikan serangan robot musuh. Sistem mengaktifkan level keamanan tertinggi. “Mereka sudah tahu lokasi persembunyian kita. Kita harus segera pergi dari tempat ini seka
Puluhan mobil terjebak macet di sebuah lampu merah. Semakin malam, semakin hidup suasana pusat kota. Para pejalan kaki tampak memadati trotoar, saling berbincang. Para pengunjung tampak keluar masuk ke kafe dan outlet. Di salah satu mobil, seorang pria berkacamata tampak sibuk dengan sebuah laptop. Ia membenarkan kacamata yang turun berkali-kali. Pria itu tersenyum saat jari-jarinya mengetik dengan cepat. “Aku tidak mendapatkan informasi apa pun mengenai Davis di internet, bahkan di deep web sekalipun. Dia semakin membuatku tertarik.”Gio memotret gambar Davis. Ia terdiam saat foto mendadak menghilang dari galeri. “Seperti yang Henry Tolando katakan, foto Davis menghilang dengan misterius. Seseorang tampaknya tidak ingin wajahnya terekspos.”Gio menutup laptop, menoleh ke jalanan. “Aku tidak sabar untuk segera pulang dan membongkar identitas aslimu, Davis. Aku tidak ingin mengecewakan Henry Tolando sekaligus kehilangan uang darinya. Aku pun penasaran denganmu, Davis.”Kendaraan-kend
Davis tengah berlatih dengan Alvin di ruangan olahraga. Ia berusaha untuk mendaratkan serangan meski berkali-kali justru terkena serangan. Davis ambruk berkali-kali, kembali bangkit, dan berusaha menyerang. Akan tetapi, semakin ia berusaha untuk menang, semakin sengit pula perlawanan Alvin. Sebastian, Sonya, Eric, Sammy, dan yang lain menonton latihan di sisi arena. “Davis tampak sangat bersemangat akhir-akhir ini.” Sonya melirik Sebastian sesaat. “Jika dia bisa melewati hari-hari buruk selama ini, dia pasti bisa bertahan dalam berbagai situasi.”“Kau benar, Sonya. Meski begitu, aku tetap mengkhawatirkan Davis. Aku sudah menganggapnya sebagai cucuku.”“Jangan sampai kau terbawa perasaanmu, Simon. Davis adalah putra dari master kita. Sedekat apa pun kau dengan dia, selalu ada jarak di antara kau dan dia.”Sebastian tertawa. “Kau benar.”“Perlawanan yang bagus. Sayangnya, kita harus mengakhiri latihan hari ini dengan cepat.” Alvin melesat menuju Davis, melompat tinggi, menghantam ten