“Apa yang terjadi?” tanya anggota 002 sembari memijat kepala berkali-kali. Ia sontak terkejut ketika melihat Orange berada di dekatnya, menoleh pada Aaron.“Apakah sudah terjadi sesuatu yang berbahaya?” Anggota 003 mengamati keadaan sekeliling, terdiam saat melihat bangunan-bangunan hancur dan orang-orang bergelimpangan. “Sial, aku sama sekali tidak mengingat apa yang terjadi,” gumamnya.“Apakah musuh kembali menyerang?” Anggota 005 tampak sangat panik saat teringat kejadian tempo hari. Ia sontak terdiam saat Orange meliriknya.“Tuan Orange,” panggil anggota 004.Orange menekan tombol. Sebuah portal seketika terbuka. “Aku akan menjelaskan semuanya pada kalian di tempat lain. Kita harus pergi sekarang.”Orange melompat dan menghilang saat memasuki portal.Keempat anggota baru menoleh pada Aaron.“Kita harus bergegas,” ujar Aaron sembari berjalan menuju portal. “Mereka tampak sangat kesal. Aku tidak sabar melihat wajah terkejut mereka saat Tuan Orange menjelaskan semuanya. Aku akan mend
Aaron terbang menuruni tangga, mengamati keadaan sekeliling melalui layar hologram. “Dasar brengsek! Aku masih belum mendapatkan petunjuk baru mengenai Dylan meski sudah berkali-kali mendatangi tempat berbahaya.”Aaron terus menuruni tangga, berbelok ke arah kanan. Ia melihat sampah dan tumpukan barang bekas yang berserakan.“Tempat ini sangat bau dan menjijikkan.” Aaron mendengkus kesal. “Menurut informasi yang aku dapatkan dari Logan, pasukan keluarga Miller pernah mendapatkan petunjuk di gedung tua ini. Gedung ini adalah gedung yang pernah Dylan gunakan.”“Tuan Orange hanya memerintahkanku dan yang lain untuk pergi ke tempat ini. Dia sama sekali tidak mengatakan apa pun soal bangunan ini yang merupakan bekas tempat tinggal Dylan.”Aaron tersenyum. “Jika aku mendapatkan petunjuk, aku akan mendapatkan poin. Aku akan semakin meninggalkan keempat orang itu.”Aaron membuka pintu setelah memastikan keadaan melalui layar hologram. Ia mengamati kondisi ruangan, berdiri di tengah ruangan.“
Hujan mengguyur deras sejak pagi buta. Petir beberapa kali menggelegar keras. Beberapa penjaga saling berkomunikasi, berbagi informasi. Keluarga Miller tengah sarapan di meja makan, kecuali Darius, David, Daniel, Dariel, dan Deric. “Apa yang terjadi pada Dariel? Kenapa dia tidak ikut sarapan bersama kita?” tanya Dhasa sembari menikmati hidangan. Ia melirik beberapa bangku kosong di dekatnya.“Dariel mengatakan dia harus mempersiapkan pekerjaannya di luar kota. Aku tidak ingin mengganggunya,” jawab Darren.“Aku dan Daisy akan pergi berlibur hari ini. Aku harap kau tidak menggangguku.”“Aku akhirnya merasa bebas karena tidak melihatmu di dekatku, Dasha.”“Dasar menyebalkan!” Dasha memutar bola mata, bergegas meninggalkan meja makan. “Aku sejujurnya senang karena Darren tidak mengikutiku.”Darren meninggalkan meja makan setelah berbincang-bincang. Ia terdiam saat melihat Daniel di depan ruangan Darius.“Ayah sedang berbicara dengan Kakek Darius sekarang. Lalu, apa yang Paman Daniel lak
Di saat yang sama, Daniel baru saja meninggalkan ruangan setelah berbincang dengan Dariel. Ia berjalan menuju kamar Darius tergesa-gesa, tiba-tiba menyentuh dadanya yang sesak. “Aku penasaran dengan apa yang David dan Ayah bicarakan. Apa mungkin mereka sedang membicarakan soal masalah itu?” Daniel menggertakkan gigi. “Sial, aku tidak bisa terus berada di dalam kamar selama mereka bertemu.”Daniel melirik Donald dan Deric yang baru saja memasuki ruangan. “Dasar brengsek! Kalian membuatku sangat muak!”Daniel melihat kerumunan di depan kamar Darius. Ia menatap pengawal David di depan ruangan. “Di mana David sekarang? Apakah dia masih berbicara dengan ayahku?”Dion berkata, “Tuan David masih berbicara dengan ....”“Daniel.” David muncul dari pintu yang terbuka. “Aku minta maaf karena sudah mengganggu waktu ayahmu. Kami banyak bercerita soal masa lalu tadi. Sayangnya, Paman Darius sudah tidur jika kau ingin berbicara dengannya.”“Aku datang hanya untuk mengecek kondisi ayahku. Aku bersy
David duduk di sisi ranjang setelah menyelimuti Darius. Ia menatap pamannya saksama, mengelus tangannya lembut.“Bagaimana keadaan Davian, David? Apa dia sudah menunjukkan perubahan?” tanya Darius sembari mengamati langit-langit ruangan. “Aku sudah lama tidak menjenguknya. Andai saja kondisiku tidak buruk, aku pasti akan menemaninya.”“Ayah ... masih belum menunjukkan tanda-tanda akan sadarkan diri, Paman. Dia masih tertidur hingga sekarang. Aku sungguh menyesal karena tidak ada di sisinya saat dia membutuhkanku.”Darius menoleh pada David. “Semua itu bukan salahmu, David. Kau sudah melakukan semua hal yang bisa kau lakukan. Aku yakin Davian tahu hal itu.”David memejamkan mata, dan seketika saja teringat dengan kejadian sepuluh tahun lalu. “Sepuluh tahun lalu, aku dikejutkan dengan kabar kalau ayah tiba-tiba tidak sadarkan diri di dalam kamarnya. Para dokter dari berbagai negara sudah memeriksanya, tetapi mereka mengatakan jika kondisi ayah baik secara medis. Dia hanya sedang tertidu
Darius mengamati keadaan ruangan. Ia mengabaikan dua dokter yang bergegas mendekatinya dan memeriksanya.“Damian,” ujar Darius sembari memijat kepala beberapa kali. Ia tiba-tiba terdiam saat menyadari sebuah kenyataan pahit. Pipinya mulai basah oleh air mata yang berjatuhan.“Apa yang sudah terjadi padaku selama seharian ini?” Darius memegang tangan seorang dokter dengan erat. Ia merasakan dadanya amat sesak dan kepalanya pening.“Anda baik-baik saja, Tuan. Anda terus berada di kamar ini dengan pengamanan para pengawal dan pengawasan kami. Setelah kami memeriksa Anda, Anda sebaiknya kembali beristirahat agar kondisi Anda membaik.”Damian menggeleng. “Tidak, aku tahu kau berbohong. Aku ingin tahu apa yang terjadi padaku selama seharian ini.”“Tuan Darius,” gumam dokter dengan wajah cemas. Daniel memerintahkannya dan para dokter untuk tutup mulut atas kejadian tadi. Ia tentu tidak ingin mendapatkan masalah besar.Darius mencengkeram tangan dokter itu lebih keras. “Apakah Daniel memerint