Share

5. Teror

Tak aneh kalau toilet mini market yang disinggahi puluhan orang setiap harinya selalu berpenampilan luar biasa, meski setiap hari dibersihkan dengan seksama. Walau sudah sering membersihkan toilet, Joya masih selalu mengernyit tiap berjongkok menyikat lantainya. Tepian WC selalu membuatnya mual.

"Aww!" Kepala Joya tersentak ke belakang. Rambutnya yang diikat tinggi itu ditarik tiba-tiba oleh seseorang.

"Nama lo Joya Dimitra?" tanya pria pelaku yang baru saja menarik rambut Joya.

Sikat yang tadi dipegang Joya, terlepas. Tangannya seketika berpindah memegangi bagian kepalanya yang berdenyut karena tarikan pria itu.

"Sakit, Pak. Tolong lepas," teriak Joya keras sambil berusaha mencakar tangan yang sedang menarik rambutnya. Rasa sakit langsung menjalar ke kepala Joya.

"Gue tanya sekali lagi, nama lo Joya Dimitra?"

"Iya, Nama gue Joya Dimitra," jerit Joya keras sambil berusaha melepaskan cengkeraman di kepalanya.

"Bagus," ucap lelaki itu.

Setelah lelaki itu berkata, Joya merasakan kepalanya terayun ke depan dan dengan suksesnya kepala Joya dibenturkan ke tempat menyimpan tisu gulung yang ada di depannya.

Bruak...

Joya merasakan rasa sakit, perih dan dingin di dahinya, kuping Joya langsung berdenging kencang. “Sakit.”

“Dengar dan ingat, waktu kamu bayar hutang cuman tiga hari lagi. Kalau nggak bisa bayar kamu tau ‘kan konsekuensinya?” tanya lelaki itu sambil membalik badan Joya. 

Joya langsung merasa tubuhnya diguncang, napasnya langsung tercekat saat melihat wajah lelaki yang menarik rambutnya. Lelaki itu berbadan kekar dan memiliki wajah penuh dengan carut. Gigi yang tidak rata membuat penampilannya makin tak sedap dipandang.

“Apa?” tanya Joya ketakutan.

Lelaki itu menyeringai dan memandang Joya dari ujung rambut ke ujung kaki. Matanya langsung berlabuh di payudara Joya yang tampak penuh dibalik kemeja longgar yang dikenakan Joya. 

“Kamu harus layani bos Hasan, setelahnya....”

Joya berjuang menelan salivanya, rasa takut langsung menyergapnya saat melihat tatapan penuh dengan nafsu dari lelaki mengerikan di hadapannya itu.

“Kamu bisa layani saya,” kekeh lelaki itu sambil mengusap pipi Joya yang mulus tanpa celah. 

Joya terisak saat mendengar perkataan lelaki mengerikan di hadapannya. “Iya.”

“Bagus,” ucap lelaki itu sambil mendorong Joya secara serampangan.

Badan Joya langsung terpelanting dan menubruk   tempat sampah di hadapannya. 

Brak...

Lelaki itu membanting pintu kamar mandi dengan keras membuat badan Joya bergidik ngeri. Joya langsung mencengkeram kemejanya. 

Tangisan Joya pecah, badannya bergetar hebat saking takutnya dengan ancaman lelaki tadi. 

“Bagaimana ini? Bagaimana?” bisik Joya sambil mengusap air mata yang terus keluar dari matanya. Joya ketakutan dia bingung apa yang harus dia lakukan.

Tuk....

Joya melihat ponselnya, layarnya tiba-tiba menyala. Ditatapnya foto dirinya dan Szasza, dalam keadaan bingung dan frustrasi, Joya mengambil ponselnya kemudian menelepon Szasza.

Pada dering keempat Joya mendengar suara Szasza yang sangat Joya kenal. 

“Iya, Joy.”

“Sza, gue mau jual kegadisan gue. Tiga milyar, malam ini. Gue mau.”

“Lo yakin?” tanya Szasza.

Joya mengambil napasnya dalam-dalam, sejujurnya Joya tidak mau melakukannya. Gadis waras mana yang rela badannya disentuh bahkan disetubuhi oleh orang tak dikenal? Andai bukan karena hutang dan ancaman yang tadi diberikan oleh lelaki suruhan Hasan. Mungkin, Joya tidak mau mengambil jalan pintas tersebut.

“Satu pria ‘kan?” tanya Joya.

“Iya, satu.”

“Bukan pria tua bangka kaya si Hasan dan aku mau bayaran di muka. Aku nggak mau ditipu, Sza.”

“Iya, bisa. Semua bisa diatur, biar gue yang atur.”

“Semalam aja ‘kan?” tanya Joya lagi.

“Iya, dua belas jam. Nonstop dan lo harus patuh sama pembeli lo. Apa pun yang dia mau, lo harus lakuin.”

Joya berjuang menelan salivanya saat mendengar perkataan Szasza, berbagai macam pikiran buruk langsung berdatangan ke pikiran Joya. Gadis itu makin merasa mengigil. “Sza, apa pun itu apa?” 

Terdengar suara helaan napas dari Szasza, “Nanti gue yang urus, apa yang boleh dan nggaknya. Pokoknya lo aman.”

“Oke.”

“Joy, gue tanya lo sekali lagi,” ucap Szasza.

“Apa?” tanya Joya sambil berdiri dan merapikan pakaiannya.

“Lo yakin?” 

Joya menggigit bagian bawah bibirnya, sejujurnya Joya ingin berteriak keras bahwa dia tidak mau melakukannya, dia tidak yakin.

“Joya Dimitra,” panggil Szasza.

“Gue yakin, Sza.”

Terasa jeda waktu yang cukup lama ditelepon, “Oke, gue atur buat malam ini.”

“Oke.”

  • •••••••

“Tenang, Joy.” Szasza mencoba menenangkan Joya yang tampak bergetar hebat.

Joya hanya melihat Szasza yang sedang memotong kuku tangan dan kakinya. Detik ini Joya sedang duduk di dalam kamar salah satu hotel berbintang di Jakarta. 

“Gue lakuin di sini?” tanya Joya sambil menatap sekelilingnya. Jantungnya berdetak keras, Joya yakin Szasza mendengar suara detak jantungnya yang keras.

“Iya, di sini.” Szasza mengikat rambut Joya ke atas. “Sebenarnya klien kita nggak suka perempuan berambut tanggung kaya kamu.”

“Terus?”

“Tapi, aku bilang. Kamu masih perawan dan ini kali pertama kamu disentuh pria.”

“Tapi, aku pernah disentuh orang lain, Sza.”

“Loe bisa bohong ‘kan?” tanya Szasza. 

Joya terdiam dan hanya bisa menganggukkan kepalanya. “Bisa, gue bisa bohong.”

“Bagus, ingat Joy. Cuman dua belas jam, lo harus bisa. Ikuti semua keinginan dia. Ingat semuanya, dia tau batasannya.” ucap Szasza.

“Batasan apa?” tanya Joya bingung.

“Dia nggak bisa mukul lo, dia nggak bisa buat kasar ke lo. Dia tidak bisa meminta lo untuk melakukan lewat belakang....”

“Apa!?” Tubuh Joya langsung menegang saat mendengar perkataan Szasza.

“Iya, itu gue larang dan Joy,” panggil Szasza.

“Iya.”

“Gue minta lo pake nama samaran, jangan pake nama asli lo. Pokoknya, kasih nama palsu.” Szasza memberikan perintah pada Joya.

“Oke,” ucap Joya sambil menahan napasnya. 

Szasza kemudian membenarkan rambut Joya dan pakaian Joya. “Joy, aku simpan tas ini di lemari yah. Di dalamnya ada perlengkapan pribadi lo. Semuanya, termasuk baju ganti.”

“Buat apa baju ganti?”

Szasza hanya tersenyum pada Joya, “Udah, pokoknya semunya ada di sini.”

“Iya,” jawab Joya.

Szasza mengambil sesuatu dari dalam tasnya, “Lo harus pake ini, Joy.”

“Apaan?” tanya Joya bingung melihat kain berwarna hitam di hadapannya.

“Kamu harus tutup mata kamu pake ini selama kamu ngelayanin klien kamu.”

“Hah, gila kamu. Kenapa harus pake penutup mata?” tanya Joya bingung.

“Harus, kamu harus pake ini,” ucap Szasza. “Sepanjang kamu melayani klien kamu ini, kamu dilarang buat mengintip. Ngerti kamu?”

“Oke,” jawab Joya pasrah. Sudahlah dia pasrah, terserah mau di apakan. Yang penting dia ingin semuanya selesai dengan cepat.

Tring...

Joya merasakan getaran di ponsel miliknya, dengan cepat Joya mengambil ponselnya. Matanya langsung membulat saat melihat sms banking. 

“Sza uangnya udah masuk,” ucap Joya sambil menatap Szasza.

Szasza hanya tersenyum, “Syukurlah, sekarang tinggal kamu yang kerja.”

“Iya.”

  • •••••

Dengan mata ditutup, indera perasanya yang lain menajam. Joya bisa mendengar degup jantungnya sendiri. Dari kejauhan dia bisa mendengar suara langkah kaki mendekat. 

Tubuhnya bergerak gelisah. Seseorang sedang berdiri di dekatnya sekarang. Dia bisa mendengar beratnya tarikan dan helaan napas.

Joya menelan ludahnya perlahan. Dia yakin tak akan melupakan saat itu sepanjang hidupnya. Saat seluruh lututnya lemas seakan tak bertulang. 

Langkah kaki berat terdengar mengitarinya. Pria itu. Pasti langkah kaki pria yang akan menidurinya, batin Joya. Dia kembali mengutuk dan mencaci maki dirinya di dalam hati.

Tak henti Joya mengata-ngatai dirinya sendiri soal kebodohan. Sedang sibuk dengan pikiran itu, hembusan napas panas menerpa lehernya. 

"Nama kamu siapa?" bisik pria itu.

  • ••••
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Neng Ade
uuuuuuh tegaang
goodnovel comment avatar
Irma Yani
sumpah keputusan yg tak terlupakan
goodnovel comment avatar
Aisyah_Sakila
ya ampun Mak Oya Oya Oya huh kaya lagu BTS Mak. semangat terus Mak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status