"O--Oya," cicit Joya. Suaranya hilang ditelan ketakutan.
Belum lagi selesai mengatur napasnya. Sepasang bibir, melumat mulutnya membabi buta. Lidah laki-laki itu membelitnya, memaksa dirinya untuk membuka mulutnya dan memberikan aksen tak terbatas pada dirinya agar dapat menjelajah bibir Joya.
Joya merasakan tangan lelaki itu mulai meremas payudaranya dengan sangat keras, Joya yakin setelah ini berakhir Joya akan mendapati banyak lebam di sekujur tubuhnya yang sangat sensitif.
Lelaki itu menarik lagi telinga Joya ke bawah, entah kenapa lelaki ini selalu menarik-narik telinga Joya saat menciumnya. Sesaat Joya merasakan lelaki itu mengurai ciumannya.
"Sebentar." Joya tersengal-sengal, Joya berjuang untuk bernapas. Ini bukan ciuman pertamanya. Tapi, lelaki yang saat ini sudah membelinya memiliki ciuman termabukkan dan terbaik yang pernah Joya rasakan.
Terdengar kekehan pelan ditelinga Joya. "Kenapa saya harus berhenti?"
Joya terdiam, apa yang ditanyakan lelaki itu benar. Kenapa, dia harus menuruti keinginan Joya. Lelaki itu sudah membeli Joya, dia berhak melakukan apa pun pada diri Joya. "Maaf, saya cuman mau tau."
"Apa?" tanya lelaki itu sambil menarik dengan paksa dress yang masih melekat sempurna di badan Joya.
Badan Joya terangkat saking kasarnya lelaki itu menarik baju miliknya. Telinganya langsung mendengar suara kain yang robek. Astaga, untung Szasza menyimpan baju ganti untuknya tadi.
“Nama kamu, nama kamu siapa?” tanya Joya spontan.
Suara tawa terdengar di telinga Joya, mata Joya yang sampai detik ini masih ditutup walau sudah dalam posisi Joya terbaring di kasur. Benar-benar membuat Joya mengandalkan indra pendengarannya dan sentuhan tangannya.
“Kamu mau panggil aku apa, Oya?” tanya lelaki itu sambil membuka Bra Joya dengan sekali entakkan. Bra milik Oya memiliki kaitan di depan hingga lelaki itu mudah membukanya.
“Saya, nggak tau. Ah...,” bisik Joya saat merasakan pelintiran di kedua putingnya dan tiba-tiba saja Joya merasakan gigitan di telinganya. “Aw....”
Menggunakan penutup mata memiliki kerugian sendiri bagi dirinya. Joya benar-benar tidak tau apa yang akan dilakukan oleh lelaki di hadapannya itu.
“Aku nggak punya nama, aku cuman angin. Nggak bisa kamu lihat, tapi bisa kamu rasakan.”
Detik itu juga Joya merasakan gelitikkan di bagian payudaranya. Lelaki itu memainkan puting payudara Joya dengan menggunakan lidahnya. Membuat, Joya melentingkan tubuhnya karena merasakan rasa sakit sekaligus nikmat untuk pertama kalinya.
Desahan demi desahan berloncatan dari mulut Joya. Tangannya mencengkeram seprai di bagian kanan dan kirinya, berjuang menahan kenikmatan yang diberikan oleh lelaki itu.
Joya tersentak saat merasakan sesuatu yang mengelus bagian kewanitaannya. Dengan cepat Joya menggigit bagian bawah bibirnya, berjuang untuk menahan ketakutannya.
“Dengar, apa pun yang aku lakuin di bagian ini.” Lelaki itu menyentuh bagian kewanitaan Joya dan membuat Joya tersentak. “Kamu nggak boleh teriak, mengerti?”
“Iya,” jawab Joya pasrah. Joya pasrah bukan karena apa-apa, masalah utamanya adalah bagian bawahnya itu sudah terasa basah. Joya tidak mengerti kenapa tapi, Joya benar-benar sudah merasakan basah di bawah sana.
Lagi, lelaki itu menautkan bibirnya di bibir Joya, Joya langsung merasakan bibir yang hangat dan lembut milik lelaki itu. Tangan lelaki itu lagi-lagi menarik kuping Joya.
Entah setan dari mana membuat Joya mengalungkan tangannya di leher lelaki itu kemudian, memiringkan kepalanya memberikan akses lebih luas lagi. Pinggul Joya bergerak naik dan turun menggesek sesuatu yang keras dan hangat.
Joya merasakan kecupan di bagian leher dan bagian dadanya. Sesekali Joya merasakan tarikan dan isapan dari lelaki itu yang membakar gairah Joya.
Desahan demi desahan berloncatan dari mulut Joya saat lelaki itu mengecupi setiap jengkal tubuhnya membuat dirinya menggelinjang dan melesakkan hak sepatunya ke kasur hotel.
“Ah, astaga,” pekik Joya kaget bukan main saat merasakan sesuatu yang kenyal menggeliat di bagian pribadinya. Melesak dan membuat Joya tersentak, spontan Joya terduduk dan mencengkeram rambut lelaki itu dengan kedua tangannya.
Bukannya berhenti, lelaki itu malah terus memberikan deburan kenikmatan yang tidak pernah Joya rasakan seumur hidupnya. Saking bingungnya Joya menggeliat dan berusaha untuk membuka penutup matanya.
Saat akan menarik penutup matanya, Joya merasakan bibirnya digigit dan celana dalamnya ditarik dengan keras. “Aw!?”
“Sekali lagi kamu berusaha buka penutup matanya, aku batalin semuanya. Ngerti kamu?” tanya lelaki itu sambil mendorong Joya hingga kembali tertidur.
“Ma ... AF.” Joya tersentak saat merasakan sesuatu memasuki tubuhnya. Sesuatu yang asing dan keras. Memasuki dirinya dengan paksa dan sakitnya bukan main.
“Sakit,” pekik Joya sambil mencengkeram bahu lelaki itu dengan kukunya yang sudah terpangkas pendek.
“Astaga, kamu sempit sekali Oya,” ucap lelaki itu sambil menggoyangkan pinggulnya dan mengentak tubuh Joya berkali-kali tanpa ampun. “Oya, ini terlalu....”
Lelaki tersebut sama sekali tidak melanjutkan perkataannya. Joya hanya merasakan rasa panas dan perih di bagian pribadinya. Telinganya menangkap desahan demi desahan keluar dari mulut lelaki itu.
Entakkan demi entakkan Joya rasakan, makin lama makin cepat dan anehnya, Joya mulai merasakan kenikmatan dari entakkan tersebut. Joya mulai mengangkat pinggulnya ke atas dan ke bawah mengikuti irama entakkan lelaki itu.
“Kamu, sempit Oya,” ucap lelaki itu sambil terus mengentak dengan liar tubuh Joya. Lelaki itu benar-benar merasakan bagian kewanitaan Joya mencengkeram miliknya dengan sangat kuat, sensasi yang tidak pernah dia rasakan sama sekali.
Joya hanya bisa menancapkan sepatu hak tingginya ke kasur hotel. Joya sama sekali tidak peduli bila sepatunya itu akan merusak kasur, Sebuah kebiadaban baru saja terjadi padanya. Harusnya Joya menangis, meraung dan menyesali kalau sesuatu yang berharga telah terangut paksa darinya. Namun, nurani kemanusiaannya terlupakan. Joya terlena oleh kenikmatan yang baru dikenalkan padanya.
Detik ini yang Joya tahu adalah betapa besarnya kenikmatan yang diberikan oleh lelaki tersebut. Joya menggigit bagian bawah bibirnya saat merasakan pelepasan untuk pertama kalinya, napasnya tersengal dan pahanya bergetar hebat saat Joya merasakan semuanya itu.
Joya merasakan sapuan tangan membelai paha bagian dalamnya. Seiring dengan itu, suara seseorang menelan ludah terdengar di telinganya.
"Gimana? Enak?" bisik suara pria yang sedang menindihnya. Bukannya jijik, suara maskulin itu malah membuat Joya semakin meremang.
Tubuh lelaki itu ambruk menimpa Joya, Joya hanya bisa pasrah mendapati lelaki tersebut menimpanya. Rasa sesak, lengket dan deburan kenikmatan benar-benar Joya rasakan saat ini. Semuanya bersatu menjadi satu, ini adalah pertama kali Joya merasakan semuanya sekaligus.Joya merasakan pergerakkan di atas tubuhnya, lelaki tersebut sepertinya bergerak kesamping Joya. Joya diam pasrah, tubuhnya menggigil bukan main karena suhu udara yang dingin, sedangkan dirinya tidak mengenakan sehelaipun benang di tubuhnya.“Berapa berat badan kamu?”“Hah, gimana?” tanya Joya bingung, lelaki sinting itu malah bertanya berapa berat badannya? Buat apa?“Kamu budek? Saya tanya berapa berat badan kamu?” tanya lelaki itu sambil meremas salah satu dada Joya.
Joya merasakan rasa hangat menyelimutinya. Bukan, bukan selimut hotel yang menghangatkan tubuhnya yang kelelahan atas semua kegiatan yang telah dirinya lakukan. Joya merasakan dada yang bidang dihadapannya, lengan yang kekar dan kaki yang keras juga liat merengkuhnya.Wangi maskulin dari lelaki itu langsung menggelitik hidungnya, wanginya benar-benar membuat dirinya nyaman. Tanpa sadar Joya menelusupkan wajahnya diatara ceruk leher lelaki itu.Merasakan pergerakkan dari Joya, lelaki itu mengecup pucuk rambut Joya, terdengar gumanan dari lelaki itu, "Kamu wangi bayi, aku suka Oya."Tubuh Joya meremang saat merasakan jari jemari lelaki itu bergerak di belakang punggungnya. Menggelitiknya, memberikan sensasi yang tidak mampu Joya ungkapkan dengan kata-kata."
Delapan tahun kemudian....Kring ... Kring ...Terdengar suara handphone di atas nakas, tiba-tiba keluar sebuah tangan dari balik selimut. Selimutnya sedikit tersibak, dengan cekatan tangan itu berusaha meraih handphone di atas nakas.“Mamah,” jerit seseorang dari balik selimut.“Siapa? Mamah siapa?” tanya Szasza bingung sambil bangkit dari tidurnya dan melihat ke sekeliling kamar.“Szasza gue telat,” jerit Joya sambil berlari ke kamar mandi.“Telat apaan?” tanya Szasza bingung. “Lo telat datang bulan? Emang lo punya pacar atau one night stand sama siapa?”Brang ... Prang ...Terdengar suara barang-barang berjatuha
"Joya, kamu tolong kasih ini semua ke kokpit," pinta Diana sambil menyerahkan sebotol air mineral satu liter, tissue dan plastik sampah."Harus saya?" tanya Joya pada Diana dengan suara memelas. Joya sedang malas berurusan dengan sektor kopilot.Lebih tepatnya Joya sedang tidak mau berurusan dengan seorang Fajar Larsson. Pilot tampan berusia 38 tahun, yang memiliki gelar Captain America-nya maskapai penerbangan mereka. Dari pertama mereka berkenalan hingga detik ini Joya dan Fajar tidak pernah akur. tapi, entah kenapa schedulle mereka selalu sama dan untungnya Fajar tidak pernah menurunkan Joya dengan alasan tidak bisa diajak bekerja sama, padahal Fajar bisa melakukan hal tersebut pada dirinya."Mau siapa lagi?" tanya Diana sambil menatap Joya. "Ada orang lain di sini?"Argh ... rasanya Joya ingin melemparkan kettle yang ada di tangannya kearah Diana, andai Joya tidak ingat siapa Diana mungkin sudah Joya lakukan. "Baik, Mbak."Joya dengan patuh men
Sepanjang perjalanan bolak-balik Jakarta-Denpasar dan Denpasar- Jakarta, Joya harus banyak-banyak menahan kesabarannya. Fajar benar-benar membuat kepalanya hampir meledak. Ada saja hal yang salah di mata Fajar, rasanya Joya ingin berteriak kalau yang salah adalah mata Fajar bukan kelakuan Joya."Dasar Fajar Klakson sialan!?" maki Joya sambil memasukkan dua sendok gula ke dalam kopi milik Fajar."Kenapa? Salah lagi?" tanya Trisa sambil menahan tawanya."Taulah, kalau salah lagi aku kasih air keran, nyebelin sumpah. Kenapa sih, kenapa Diana nyuruh aku balik lagi ke bagian bisnis? Udah bagus kaya rute tadi aku di simpan di bagian Ekonomi," rutuk Joya sambil memasukkan mengocok kopi untuk Fajar."Kak Ani 'kan sakit, Kak. Ya udah mau gimana lagi, aku aja ampe b
“Iya Kapt,” jawab Joya sambil menatap manik mata Fajar.Fajar sama sekali tidak bisa berkata apapun, manik mata Joya seakan memerangkapnya. Tatapan, Joya benar-benar membius Fajar. Tanpa sadar jemari Fajar terulur dan menyentuh bibir Joya.Joya tersentak kaget saat merasakan sentuhan jari Fajar, Joya langsung merasakan perasaan aneh ditubuhnya. “Kapt ....”Fajar tersentak saat mendengar panggilan Joya, dengan cepat diturunkan kembali tangannya dari bibir Joya. “Maaf, kamu bisa pergi.”Fajar melepaskan pegangan tangannya, sebelum Joya melangkah Fajar berkata, “Maaf, Joya. Tapi, saya nggak mungkin keluarin kamu dari crew.”“Kenapa?” tanya Joya bingung sambil membalikkan tubuhnya dan menatap manik mata hitam Fajar. Sepatu hak tinggi miliknya membuat tubuhnya hanya kurang lima sentimeter dari tinggi Fajar.
“Love, kayanya kita nikah di Hotel—“ “Terserah, nikah di mana aja, gimana kamu. Aku nggak peduli,” jawab Fajar sambil membulak balik majalah di hadapannya. Detik ini mereka sedang duduk-duduk di sofa penthouse milik Fajar, setelah kemarin Fajar pulang dari Bali, bekerja. Fajar sangat-sangat ingin mendapatkan ketenangan namun, semuanya sirna karena Fajar mendengarkan celotehan Naomi tentang pernikahan impiannya. Hingga, kepala Fajar rasanya ingin pecah. Fajar sama sekali tidak ingin menikah dengan Naomi, seandainya bukan karena keinginan almarhum Ayahnya dan desakan orang tua Naomi, Fajar pasti sudah memutuskan hubungannya dengan Naomi. Fajar pernah mencintai Naomi tapi, dulu. Iya dulu saat semuanya indah dan saat Naomi belum menunjukkan wajah aslinya yang ternyata hobi selingkuh dan bermuka dua. Argh ... rasanya Fajar ingin melempar semua baran
"Gimana, Jar?" tanya Joya kaget, kesambet apa lelaki dihadapannya ini tiba-tiba mengajaknya makan. Sepertinya sebelum masuk kedalam lift kepala pilotnya ini terantuk pot bunga."Makan, kamu tau makan nggak sih?" tanya Fajar."Taulah, aku 'kan manusia bukan siluman ubur-ubur," ucap Joya yang kesal karena Fajar mulai menyebalkan kembali."Astaga siluman ubur-ubur tolong humor aku makin receh," kekeh Fajar tiba-tiba."Makan apa?" tanya Joya."Apapun, aku yang traktir. Mau nggak?" tanya Fajar."Tumben, biasanya tiap liat saya bawaannya darah tinggi," ledek Joya."Sekarang juga saya darah tinggi. Tapi, saya lapar dan saya liat kamu juga lapar," ucap Fajar."Tau dari mana saya la—"Kruyuk ..."Suara perut kamu," jawab Fajar sambil tersenyum pada Joya.Deg