“Joy kenapa?” tanya Szasza sambil membantu Joya memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil.
“Nggak papa, Sza.” Joya berkata sambil memberikan senyuman palsu terbaiknya, walaupun Joya tahu kalau Szasza tidak akan mempan diberikan senyuman palsunya itu.
“Please Joy, jangan nipu aku. Aku tahu kamu lagi sedih, kita temenan bukan baru sebulan dua bulan.” Szasza menahan Joya untuk menutup pintu mobil. “Joy.”
“Nggak papa sudah kamu anterin dulu Byan makan. Kasian dia kalau nggak ada kamu,” ucap Joya yang tahu kalau Byan adalah tipe pria yang membutuhkan perhatian dari kekasihnya. Amarahnya bisa meledak bila Szasza tidak mematuhi semua keinginannya.
“Joy aku ikut ya, aku temenin kamu,” ucap Szasza khawatir dengan keadaan Joya yang benar-benar semberaut.
“Nggak usah, aku nggak mau kamu berantem sama Byan cuman gara-gara aku. Aku nggak mau ya.” Joya mengingatkan Szasza betapa
Brak ... Brak ... Brak .... Rendalina dan Naomi saling tatap saat mendengar suara gedoran keras di pintu kamarnya. “Siapa?” bisik Naomi yang langsung dijawab Rendalina dengan mengangkat kedua bahunya. Brak ... Brak ... Brak .... “Buka,” pinta Naomi pada Rendalina. “Ih ... nggak mau, takut,” jawab Rendalina dengan suara lekongnya. “Buka cepet ih ... cepet buka atau gue potong burung lo?!” ancam Naomi. “Ih ... mau deh di potong biar ilang.” “Pakai gunting rumput,” tambah Naomi sambil menahan tawanya karena melihat Rendalina menyerngit. Dengan pasrah Rendalina berjalan ke arah pintu dan membukanya. Saat terbuka dia melihat sosok Fajar yang sedang melihat dirinya dengan tatapan siap membunuh. “Fajar?” “Mana Naomi?” tanya Fajar geram. “Mana dia?” Rendalina mundur beberapa langkah ke belakang, Fajar adalah lelaki yang sangat Rendalina takuti, ganteng sih. Cuman kasar. “Jar,” panggil Nao
“Kamu hamil?” teriak Tresno saat mengetahui anak gadisnya itu hamil.“Iya Pih,” jawab Naomi takut-takut. Setelah kepergian Fajar, akhirnya Naomi memutuskan untuk mengungkapkan kehamilannya itu pada Tresno. Naomi yakin Tresno bisa memaksa Fajar untuk menikahinya.“Iya Pih, aku hamil.” Naomi langsung mengeluarkan semua bakat aktingnya, dia harus membuat Tresno mencari Fajar dan memaksanya untuk menikahi dirinya dengan cara apa pun juga.“Siapa, siapa bapaknya?” tanya Tresno.“Fajar Pih, ini anak Fajar tapi, Fajar nggak mau tanggung jawab Pih.”“Lah kenapa?”“Dia bilang ini bukan anaknya, aku nggak terima padahal Fajar sering lakuin sama aku, ini anak Fajar Pih,” isak Naomi sambil memeluk Liby.Liby hanya bisa mengelus putri semata wayangnya itu, harinya yang tenang hancur seketika saat melihat anaknya tadi berlari dan menangis meraung mengatakan dirinya
Kring ... Kring ....Fajar yang sedang tertidur terbangun dan dengan cepat mengangkat ponselnya, “Halo?”“Fajar kamu di mana?”Fajar mengucek matanya dan menatap layar ponselnya, napasnya terhenti saat melihat nama Tresno di sana. “Apa?”“Kamu di mana?”“Urusannya apa sama hidup kamu?” tanya Fajar ketus, peduli setan dengan hidup keluarga Naomi.“Fajar, saya serius. Di mana kamu?” tanya Tresno geram dengan perkataan dan intonasi suara Fajar yang sangat menyebalkan.“Penthouse, kenapa? Mau apa? Ngantuk saya mau tidur,” ucap Fajar sambil mematikan sambungan ponselnya dan menyimpannya di samping nakas.Kepala Fajar sakit bukan main, tidur jam enam subuh dan bangun jam sepuluh pagi benar-benar membuat Fajar gila. Semalaman Ia menelepon Joya tapi, hasilnya nihil Joya sama sekali tidak mengangkat teleponnya.Kring ... Kring ... Kring .
“Joy ... Joya ...,” panggil Szasza sambil mengguncang-guncang tubuh Joya pelan. “Iya,” jawab Joya sambil menggeliat di kasurnya, “jam berapa ini?” Szasza sedih melihat Joya yang dari hari ke hari hanya diam di kasur dan tidak beranjak ke mana-mana. Semenjak pulang dari pulau, Joya benar-benar seperti tubuh tak berjiwa. Seharian Joya hanya diam melamun dan menggunakan kemeja yang entah milik siapa. Sesekali Szasza mendengar Joya menangis di kamar mandi atau dalam tidurnya. “Jam dua belas, Joy. Kamu tidur subuh lagi?” tanya Szasza. Tangan Joya berusaha menggapai ponsel di nakas, dia ingin mencek siapa yang mencarinya hari ini. Ah ... tidak dia hanya ingin lihat ada berapa chat dan berapa telepon yang masuk ke ponselnya. Dia ingin tahu apakah Fajar masih mencarinya? Egonya benar-benar merasa dipuaskan melihat Fajar berusaha sekuat tenaga untuk menghubunginya. Ada lima puluh misscall dan seratus chat di ponselnya dan semuanya dari F
Joya menatap TV dengan tatapan kosong, sudah seminggu ini semua acara yang ada hanya kisah tentang Fajar dan Naomi. Rasanya Joya ingin mencekik semua pembawa acara di seluruh program TV tersebut. Tidak adakah berita yang lebih berfaedah? Joya muak, ah ... tidak lebih tepatnya Joya sakit hati. “Joy ...,” panggil Szasza. “Apa?” tanya Joya pelan. “Mau ikut? Aku mau ke Mall, ikut yuk jangan di rumah saja. Ayo ....” Szasza menarik tangan Joya agar bergerak dari sofa. Sudah seminggu ini Joya hanya berdiam diri di Sofa. Yang dilakukannya hanya pergi ke kantornya dan pulang, belum ada jadwal terbang sama sekali. “Males, aku mau di sini saja,” tolak Joya sambil merapatkan selimut ditubuhnya. Ah ... andai dia tidak harus bekerja dan mencari uang mungkin dia hanya akan bergelung di sofa seumur hidupnya. “Joy ... ayo, aku pusing liat kamu diam terus di apartemen, yuk ... ayo jalan,” pinta Szasza. “Kita jalan yuk, aku beliin baju deh.” “Ogah.
Szasza yang sudah mencuci tangannya langsung keluar dari kamar mandi, dia ingin menemui Joya secepatnya, khawatir Joya melakukan tindakan yang aneh dengan keadaannya saat ini. Saat keluar dari kamar mandi yang tidak ada orangnya sama sekali Szasza dikagetkan karena membentur dada seseorang. "Aw ... sakit punya mata nggak sih lo?!" maki Szasza kesal. "Galak ya kamu." Szasza kaget dan langsung mendongakkan kepalanya dan kaget melihat wajah kekasihnya sedang menatapnya. "Byan? Kok kamu bisa di sini?" Byan dengan santainya mendorong tubuh Szasza kembali ke kamar mandi, "Nganter Fajar beli koper, entah dia mau ke mana. Mau kabur kayanya dari pernikahannya sama Naomi," kekeh Byan, geli dia dengan kehidupan Fajar yang banyak dengan
Joy ... Joy," panggil Diana yang kesal karena Joya tampak tidak berjiwa saat bekerja."Eh ... iya Mbak kenapa?" tanya Joya kaget. "Kenapa? Gimana?""Kamu nggak duduk?" tanya Diana."Duduk gimana?" tanya Joya bingung, untuk apa dirinya duduk?"Astaga ... Joya ini pesawat udah mau landing, kamu nggak denger kata-kata kapten?" hardik Diana kesal."Landing? Pesawat? Gimana Mbak?" tanya Joya masih dalam mode bingung."Joya kamu kenapa? Dari tadi nggak fokus!" Diana langsung memarahi Joya dengan geram. "Fokus Joya, duduk!?"Joya hanya bisa menganggukan kepalanya dan duduk di kursi khusus miliknya. "Maaf Mbak saya lagi kurang enak badan," dusta Joya."Iya."Jo
Dengan malas-malasan Joya menarik kopernya, hari ini adalah hari di mana dia harus krja bersama Fajar. Rasanya Joya ingin skip satu minggu kehidupannya. Lelah."Kak Joya."Joya melirik dan mendapati Trisa yang berlari ke arahnya. "Trisa.""Aduh untung ketemu di sini, aku sangka aku telat." Trisa berjalan di samping Joya.