Share

Keputusan Damar.

Sore harinya Damar sedari tadi sudah stand by di parkiran kampus untuk menjemput Wulan dari pukul empat sore. Meskipun tadi pagi mereka bertengkar namun, Wulan tetap mau menjemput Wulan. Sementara, Wulan yang sudah tahu jika sang kakak menjemputnya, terpaksa ikut pulang bersama Damar.

Wanita berparas cantik itu keluar dari kampusnya. Setelah mendapatkan notifikasi pesan bahwa Damar sudah ada di parkiran kampusnya. Wulan melangkah malas menuju tempat di mana Bima memarkirkan mobilnya.

Meski dengan wajah cemberut. Wulan tetap masuk ke dalam mobil sang kakak. Karena mau tidak mau dirinya memang harus pulang bersama Wulan agar sang mamah tidak merasa khawatir dan curiga pada mereka.

"Come on Lan, jangan cemberut gitu ya, hem," ujar Damar melirik Wulan yang masih saja terlihat cemberut.

Sementara, Wulan hanya diam tak menjawab. Sebenarnya ia sudah benar-benar enggan untuk berbicara dengan kakaknya itu. Terlalu malas menanggapi ucapan dan sikap Damar yang egois dan tak berperasaan. Satu jam kemudian mereka sampai juga di rumah.

"Lan, tunggu kakak!" teriak Damar sambil setengah berlari mengejar Wulan yang sudah lebih dulu keluar dari mobil tanpa menghiraukan panggilan Damar.

Wulan terus berjalan, menuju rumah namun, langkahnya terhenti saat terdengar suara tawa dari dalam rumah. Wulan sudah tahu dan hafal betul siapa pemilik suara yang ada didalam sana.

"Heh, dia datang... Siap-siap deh," gumam Wulan sudah bisa memprediksi jika dirinya pasti akan selalu dibuat kesal oleh makhluk yang ada didalam sana.

"Lan, ada apa?" Damar berucap dari belakang begitu ia berhasil menyusul Wulan. Damar menyerengitkan dahinya ketika melihat Wulan yang menghentikan langkahnya dan hanya berdiri di teras rumah.

"Tidak ada!" jawab Wulan dengan nada ketus seraya lanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah. Damar lagi-lagi meninggalkan ditinggalkan begitu saja oleh Wulan.

"Assalamualaikum, " sapa Wulan mengucapkan salam.

"Waalaikumsalam." Nyonya Laura dan juga seorang wanita seumuran dengan Wulan menjawab kompak salam dari Wulan.

"Assalamualaikum," ucap Damar menyusul Wulan masuk.

"Waalaikumsalam." Kembali Nyonya Laura dan seorang tamu wanita menjawab kompak salam dari Damar.

"Kak Damar!! Uhh Yesi kangen," ucap Yesi yang langsung berhambur memeluk Damar.

Iya, Yesi adalah sepupu Damar, anak dari Tuan Panji adik dari Tuan Prabu. Yesi sendiri memiliki sifat sombong, angkuh dan diam-diam gadis itu sangat membenci Wulan dan mencintai Damar. Apalagi sekarang dirinya sudah tahu tentang identitas Wulan yang sesungguhnya yang hanya seorang anak pungut.

Gadis itu semakin memandang sebelah mata pada Wulan, karena status wanita itu yang sama sekali tidak memiliki hak. Karena Wulan sekarang hanyalah seorang anak pungut.

"Kak Damar aku kangen." Yesi berucap manja pada Damar. Gadis itu memang menyukai Damar sejak kecil. Hingga kini dewasa rasa suka Yesi pada Damar berubah menjadi rasa cinta.

"I-iya sudah ya Yesi aku mau mandi dulu keringatan, gerah, Mah, aku keatas dulu ya," ucap Damar melepas pelukan Yesi, seraya melangkah pergi menuju lantai atas dimana kamarnya berada. Sementara Yesi, wanita itu terdiam kesal pada penolakan Damar.

"Wulan juga ya Mah, mau mandi dulu." Wulan pun sama, wanita itu ikut pamit pergi menuju kamarnya. Tak lupa sebelum pergi Wulan melirik sinis kearah Yesi yang tengah menatapnya penuh kebencian.

Wulan melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya. Hari ini begitu melelahkan baginya. Banyak yang terjadi hari ini, mulai dari drama Damar di kampusnya. Kemudian sorenya dia harus bertemu dengan musuh bebuyutannya. Namun, ketika wanita berparas cantik itu sudah hampir sampai di kamarnya. Tiba-tiba saja Damar menarik tangan Wulan.

"Akhh! Emmm!" teriak Wulan namun, mulutnya cepat dibekap oleh Damar. Pria itu kemudian mengunci pintu kamar Wulan seraya berkata.

"Aku hanya ingin bicara berdua Lan, jadi tolong jangan buat keributan aku janji hanya sebentar." Damar berkata dengan masih membekap mulut Wulan.

Wulan yang merasa waspada hanya bisa mengangguk dengan perasaan takut. Ingatannya kembali ke kejadian malam dimana Damar merenggut kehormatannya. Tanpa sadar air mata Wulan menetes, tubuhnya kembali bergetar dan Damar dapat merasakan itu.

"Maaf Lan... Kakak nggak bermaksud—" ucap Damar seraya melepaskan tangannya dari mulut Wulan. Jadi jemarinya perlahan mengelus pipi mulus wanita itu, menghapus air mata yang masih saja menetes. Damar mencoba menenangkan Wulan yang masih ketakutan.

Sejenak pandangan mereka terkunci saling menatap. Seperti terkena hipnotis, Damar kini justru malah mendekatkan bibirnya pada bibir Wulan. Pria itu mencium bibir Wulan dengan penuh kelembutan.

Sementara, Wulan wanita itu malah memejamkan matanya seolah menikmati ciuman yang Damar berikan. Entahlah, Wulan merasa ciuman Damar kali ini terasa begitu menenangkan . Damar yang merasa tidak ada penolakan dari Wulan semakin melanjutkan aksinya.

Ciuman Damar semakin dalam. Pria itu yang tadinya hanya menempelkan bibirnya. Kini, bibir itu melumat dan menyesap bibir Wulan lidahnya meringsek masuk mengabsen semua yang ada didalam mulut Wulan

"Lan, kakak akan bertanggung jawab, kakak sudah pikirkan ini dan tolong, beri kakak waktu untuk bicara pada Mamah dan Papah," ucap Damar pada Wulan. Pria itu rupanya sudah memikirkan tentang hubungannya dengan Wulan. Seminggu ini, pria itu terus terbayang wajah Wulan.

Sementara, Wulan hanya mengangguk menanggapi ucapan Damar. Membuat pria itu tersenyum kemudian melanjutkan ciuman yang tertunda. Damar kembali mencium bibir Wulan. Entah bagaiman awalnya kini mereka malah sudah sangat jauh. Damar perlahan telah meloloskan semua kancing kemeja Wulan

"Stop Kak," ucap Wulan dengan suara yang sudah terdengar berat mencoba menghentikan aksi Damar. Seketika Damar menghentikan aksinya. Sedangkan, Wulan langsung meraih kemejanya. Wulan langsung menutup tubuh bagian atasnya yang terlihat polos karena Damar sudah berhasil meloloskan pakaian atasnya.

"Lan ... Maaf," ujar Damar tersadar dengan apa yang bagus saja ia lakukan.

"Kakak keluar sekarang, tentang yang kakak ucapkan tadi itu sungguh-sungguh Lan." Damar kembali berucap menyakinkan Wulan bahwa ia akan bertanggung jawab.

Damar sungguh-sungguh merasakan sesuatu yang begitu berbeda. Perasan yang susah untuk dijabarkan. Apalagi saat Damar melihat interaksi Wulan dan James. Disitulah pria itu seperti tidak ingin kehilangan Wulan.

Apalagi satu minggu ini pria itu selalu memikirkan Wulan. Wajah sang adik angkat selalu memenuhi semua pikirannya. Hasratnya selalu naik saat ada di dekat Wulan.

Damar seolah sudah jatuh cinta pada sang adik angkat. Namun, pria itu belum menyadari cinta dalam dirinya. Karena yang ia tahu saat ini ia ingin mengakui dan bertanggung jawab akan apa yang telah ia lakukan pada Wulan

Mendengar ucapan tulus dari Damar. Wulan pun kembali menangis dan bahkan spontan menghambur kepelukan Damar.

Deg...

"Kakak!!" panggil Wulan seraya memeluk erat Damar. Membuat pria itu tercengang mendapat pelukan tiba-tiba dari sang adik angkat. Apalagi tubuh bagian atas Wulan masih polos dan hanya ditutupi kemeja tipis. Membuat bagian dada Wulan menyentuh dada bidang Damar. Seketika hal itu kembali membangkitkan hasrat dalam diri Damar. Sekuat tenaga Damar mencoba untuk mengendalikan hasrat.

"Lan, jangan seperti ini tolong, jujur aku tidak bisa mengendalikan hasratku jika kamu seperti ini." Damar mencoba mengatakan sejujurnya apa yang ia rasakan.

Wulan pun melepaskan pelukannya. Wajahnya tertunduk malu, wanita itu benar-benar tidak menyadari jika tubuh bagian atasnya pasih polos hanya tertutup kemeja.

"Aku janji aku tidak akan menyakiti mu Lan, dan maaf kata-kata ku kemarin," ucap Damar seraya meraih dagu Wulan agar menatap matanya.

Perlahan Damar kembali mencium bibir Wulan penuh kasih sayang. Sementara, Wulan pun sama mereka berdua tak memikirkan apapun saat ini. Karena yang ada dibenak mereka berdua hanyalah hasrat yang saling bergejolak meminta lebih dan lebih.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status