Share

Merasa Muak!

Damar menggenggam erat pergelangan tangan Wulan. Pria itu tak memperdulikan meski pun Wulan terus meronta. "Sayang udah mau berangkat?" tanya nyonya Laura pada keduanya putra putrinya.

Wanita paruh baya itu melihat aneh pada kelakuan Damar dan Wulan. Biasanya putra-putrinya itu selalu rukun, tapi saat ini nyonya Laura melihat ada yang tidak beres diantara kedua anaknya itu.

"Eh... i-iya Mah." Wulan menjawab dengan nada tergagap. Pasalnya wanita berparas cantik itu tengah sibuk meronta mencoba melepaskan diri. Hingga tak menyadari jika sang mamah sudah berdiri dihadapan mereka.

"Iya Mah, takut terlambat, nanti suami Mamah marah-marah lagi," imbuh Damar dengan nada dingin. Damar rupanya masih kesal dengan teguran sang Papah saat di meja makan tadi.

"Damar! Jaga bicara mu nak, Papah begitu agar kamu lebih disiplin lagi sayang." Nyonya Laura menegur tegas ucapan putranya, dengan penuh kelembutan. Wanita paruh baya itu mencoba memaklumi kekesalan putranya.

"Iya, iya Mah, ya sudah aku berangkat sekarang, Assalamu'alaikum," ucap Damar seraya mengecup punggung tangan nyonya Laura, yang diikuti oleh Wulan, yang sedari tadi hanya menyimak. 

"Berangkat dulu Mah." Dinda berpamitan seraya tersenyum dan mengecup punggung tangan nyonya Laura. Namun, gerakan wanita itu tertatih manakala Damar menyeret paksa tubuhnya.

"Hati-hati sayang." Nyonya Laura melepas kepergian kedua putra-putrinya, yang dibalas dengan lambaian tangan dari Wulan.

Sesampainya di dalam mobil. Damar yang berada di kursi kemudi mentap sejenak Wulan  yang tengah memasang wajah juteknya. "Lan, come on, tidak bisa kah terenyum, hem?" ucap Damar tersenyum. Pria itu benar-benar seperti tak memiliki perasaan.

"Kak! Kakak sadar nggak sih! Hubungan kita sudah nggak bisa lagi kayak dulu Kak, hubungan kita itu udah canggung!" Wulan berkata dengan malas. Wanita itu benar-benar sudah sangat muak dengan sikap Damar yang biasa-biasa saja setelah kejadian malam itu. 

"Lan, apa kamu menikmati malam itu?" ujar Damar seraya mengemudikan mobilnya. Perkataan Damar sontak saja mendapatkan pelototan tajam dari Wulan. Sungguh Wulan benar-benar tak habis pikir dengan pemikiran Damar.

"Lan, Kakak mohon, kita jalani seperti dulu, kakak ingin kamu benar-benar melupakan kejadian malam itu, kakak hanya ingin hubungan kita berlandaskan sebatas kakak adik, kakak hanya ingi—"

"Kakak ingin aku melupakan semuanya dan menganggap hubungan kita sebatas adik kakak? Ajarkan aku cara bagaimana melupakan kejadian malam itu, ajari aku bagaimana melupakan saat-saat kakak mencium bibirku, mencumbu setiap jengkal tubuhku dan merenggut kesucianku! Ajarkan aku bagaimana cara melupakannya!" ucap Dinda dengan nada meninggi. Dengan Isak tangis yang sudah tak tertahankan lagi. Sunguh rasanya semakin sesak ketika Damar terus memintanya melupakan kejadian malam itu.

Wulan benar-benar sakit saat mengingat kejadian malam kelam itu. Bagaimana pun kejadian itu benar-benar tidak dapat ia lupakan. Apalagi saat Wulan melihat, wajah Damar. Wanita itu selalu mengingatkan akan kepahitan yang tengah ia rasakan. Sekuat tenaga Wulan mencoba bangkit, namun, Damar seolah sama sekali tak merasa berdosa.

Cittt!!

Damar spontan menginjak rem dan menghentikan laju mobilnya. Ketika mendapati jawaban dari mulut Wulan. Sungguh ucapan Wulan begitu menusuk hingga relung jiwanya. Bagaimana mungkin Damar bisa menjawab itu semua.

"Kenapa diem Kak! Kakak, benar-benar ingin aku melupakan semuanya?" ujar Wulan yang  benar-benar sudah muak.

"Lan, kakak hanya ingin hubungan kita kembali baik-baik saja seperti dulu, sungguh aku rindu Wulanku yang manja, Wulan yang selalu merengek meminta jatah coklat Wulan yang selalu datang memijit kakak ketika kamu lagi butuh uang jajan tambah, aku rindu Wulanku yang—" Perkataan Damar terhenti manakala Wulan dengan cepat memotongnya.

"Bullshit!" Wulan berkata seraya membuang muka. Sepanjang perjalanan mereka tak lagi bicara. Sampai akhirnya mereka sudah sampai di kampus tempat Wulan berkuliah.

"Lan kakak benar-benar tidak ingin hubungan kita begini kakak ingin—" 

"Dasar pengecut!" umpat Wulan merasa muak. 

Selesai mengucapkan kalimat umpatan, Wulan kemudian turun dan tak lupa menggebrak pintu mobil Damar sekencang-kencangnya. Tindakan Wulan seketika hal itu membuat Damar tercengang. Wulan sang adik, berubah menjadi wanita yang begitu kasar. Dan itu membuat Damar merasa sangat bersalah.

Numun, tetap saja baginya Wulan adalah adiknya. Pria itu bukannya tidak memikirkan segalanya. Bukan juga tak memiliki perasaan hingga tak ingin bertanggung jawab atas apa yang telah ia lakukan pada Wulan.

Damar hanya sedang memikirkan bagaimana cara untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Tak dapat Damar pungkiri, pria itu juga khawatir jika nantinya Wulan sampai hamil. Meski keyakinannya mengatakan tidak akan terjadi apapun pada sang adik.

"Oh ya ampun, ceroboh sekali anak itu," ujar Damar melihat buku-buku milik Wulan yang tertinggal di dalam mobilnya.

Damar  bergegas keluar dari mobilnya kemudian mencari keberadaan Wulan yang sudah tak terlihat. Damar  akhirnya masuk kedalam kampus, menuju kelas Wulan. Tiba-tiba langkah pria itu terhenti. Ketika melihat sosok yang ia cari ada di lorong kampus.

"Wulan!" teriak Damar seketika membuat dua insan yang sedang bersama itu terkejut.

Tanpa basa-basi Damar yang sudah sangat emosi langsung menghajar James. Iya, pria yang sedang bersama wulan adalah James.

"James!" Wulan sontak histeris ketika melihat James dihajar di depan matanya oleh sang kakak angkat. Wulan berjongkok menolong James. Hal itu sontak membuat Damar melotot melihat reaksi Wulan. Tanpa pikir panjang Damar langsung mendekat seraya berkata.

"Menjauh darinya Wulan!" bentak Damar seraya menarik pergelangan tangan Wulan.

"Kakak lepasin!" Wulan menepis tangan Damar mencoba menepis pergelangan tangan Damar. Namun, cekalan tangan Damar begitu erat hingga Wulan tak bisa lepas dari genggaman tangan Damar.

Damar langsung membawa paksa wulan kembali ke mobil mereka. Seketika suasana kampus menjadi riuh karena kejadian ini. Sementara, James pria itu hanya bisa diam mengingat Damar adalah kakak dari wanita yang ia sukai. James sudah bisa menebak jika Damar pasti salah paham padanya.

Iya, Damar memang salah paham pada James dan Wulan. Saat pria itu melihat Wulan dan James. Saat itu mata Wulan tak sengaja kelilipan dan James mencoba meniup mata Wulan untuk mengeluarkan debu yang ada di matanya. Namun yang terlihat di mata Damar adalah James yang sedang mencium Wulan. Itulah yang menyebabkan Damar begitu marah pada James.

"Lepasin Kak!" ujar Wulan seraya menyentak keras tangan Damar. Pria itu seketika terdiam mendapat perlakuan yang begitu mengejutkan dari sang adik.

"Kakak apa-apa sih! Datang-datang mukul James?" Wulan kembali berkata dengan sorot mata penuh amarah.

"Lan, kamu yang apa-apaan kamu mikir nggak sih berciuman di tempat umum kam—" Terhenti, perkataan Damar terhenti, manakala Wulan langsung memotong ucapannya.

"Stop kak! Aku tekan kan aku dan James tidak sedang berciuman! James membantuku meniup mata ku karena ada debu yang masuk! Jadi tolong jangan pernah mengira yang tidak-tidak!" ujar Wulan seraya melangkah pergi.

"Apapun alasannya aku tetap tidak suka kau berdekatan dengan pria itu!" Damar berteriak yang seketika menghentikan langkah Wulan. Wulan terdiam mencoba mengatur nafasnya yang masih tersengal karena emosi.

"Kau hanya Kakak angkat ku tidak lebih dari itu! Maka lakukan kewajibanmu layaknya sebatas Kakak! Karena masa depanku tetap aku yang tentukan!" Wulan berkata dengan nada dingin, tanpa menoleh lagi pada sang kakak.

Perkataan Wulan lagi-lagi membuat Damar terdiam tak mampu berkata-kata. Sungguh Damar tak menyangka jika Wulan bisa menjadi sosok yang sangat berbeda.

Tak lagi ada Wulan yang hangat, Wulan yang ceria yang manja dan selalu menurut padanya. Kejadian malam itu benar-benar membuat Wulan berubah 180⁰ menjadi Wulan  yang benar-benar tidak lagi Damar dikenal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status