Share

Sayana

Mayra mengeliat pelan. Hari masih gelap ketika dia membuka mata, tetapi sayup-sayup suara kokok ayam sudah terdengar dari kejauhan. Sedikit tertatih, dia menuju ke kamar mandi. Melihat dengan helaan nafas panjang bekas luka cambukan yang sudah terlihat samar sekarang.

"Mayra, semangat! Ini bukanlah akhir dunia. Masih banyak yang bisa dilakukan!" Mayra menatap cermin dan memberi sugesti kepada dirinya sendiri.

Banyak yang Mayra pikirkan, tetapi rasa ngilu di tubuhnya membuat Mayra harus mengenyahkan sementara beban pikirannya. Hari ini meskipun masih terasa nyeri, Mayra harus bekerja. Dia harus menghubungi nona Lolita segera. Ada seribu rencana jangka panjang yang sudah tergambar dalam benaknya. Bekerja dengan giat dan penuh semangat menjadi awal dari semua rencananya tersebut.

Suara bel yang berdering menggugah kesadaran Mayra yang sedang melamun.

"Jam enam. Siapa yang datang sepagi ini?"

Segera Mayra berjalan ke arah ruang tamu. Bel itu berbunyi semakin sering, pertanda tamu Mayra kali ini sungguh tidak sabar.

"Siapa?"

"May! Syukurlah kamu baik-baik saja, May!" ucap Sayana di depan pintu kemudian langsung memeluk Mayra. Sentuhan itu begitu erat, sehingga membuat Mayra mengernyit menahan sakit.

"Ah, Maaf. Pasti masih sakit rasanya!" cetus Sayana.

"Tidak begitu sakit, hanya sedikit kaget saja. Ada apa, Yan?" tanya Mayra begitu mereka duduk di sofa yang nyaman di ruang tamu.

"Aku diminta nona Lolita melihat keadaanmu. Seharusnya kau bertanya kepadaku, May!" sesal Sayana kemudian.

Benar! Siapa lagi yang akan menanyakan keadaannya kalau bukan rekan satu timnya. Biasanya nona Lolita akan menjaga rahasia kliennya. Sepertinya untuk kasus Mayra kali ini sebuah perkecualian.

"Untuk apa bertanya kepadamu, Yan?"

"Tentu saja untuk meminimalisir rasa sakit yang timbul. Kalau kau sudah bisa mengontrolnya, maka kau akan merasakan kenikmatan yang luar biasa. Bahkan kau ingin melakukannya lagi!" kata Sayana menggebu-gebu.

Gadis di depannya ini sudah tidak waras! Benar! Pasti seperti itu! Apanya yang nikmat jika yang timbul hanyalah kesakitan semata! gerutu Mayra di dalam hati. Namun, Mayra tetap tersenyum menanggapi cerita Sayana.

"Aku bawakan sarapan dan buah untukmu! Dimakan ya, May," tutur Sayana setelah selesai dengan ceritanya.

"Terima kasih, Yan. Seharusnya tidak perlu repot-repot!" jawab Mayra, menerima pemberian Sayana dengan senyum manis yang masih terkembang.

"Aku pulang dulu. Capek sekali semalam, tapi setimpal dengan imbalannya!" kata Sayana membuka cardigan merah dan menunjukkan luka merah memanjang. Membuat Mayra bergidik tanpa sadar menggigil melihat hal itu. Tidak ada tanda kesakitan sedikit pun dari wajah Sayana. Dia sepertinya malah bangga dengan semua pencapaiannya.

"Oh, ya, May, lupa." Sayana berbalik lagi menghadap Mayra begitu dia sudah di luar pintu.

"Iya, Yan?" Mayra melihat lagi ke dalam ruang tamunya barangkali ada barang Sayana yang tertinggal.

"Kalau kamu keberatan, tuan Jaya bisa untukku!" Sayana tersenyum setelah mengatakannya dan tanpa menunggu jawaban Mayra, Sayana berjalan menuju mobilnya. Meninggalkan Mayra yang masih termangu menatap mobil Sayana sampai mobil itu menghilang di balik tikungan.

Seharusnya dia tahu bahwa Sayana bukan tanpa pamrih pergi menemuinya. Pasti ada maksud dan tujuan. Jaya Mahendra. Itu tujuan Sayana.

Hari masih pagi, tetapi Mayra sudah merasa lelah luar biasa. Lelah secara batin dan fisik.

"Mayra! Ayo jangan lemah! Kau kuat! Kau hebat!" Mayra kembali memberi semangat kepada dirinya sendiri. Dia menepuk-nepuk pipinya, agar tindakannya itu bisa menyalurkan semangat membara.

Tidak ada yang dilakukan Mayra sepanjang pagi itu, dia hanya terpekur di depan jendela kamarnya. Memandangi bunga-bunga yang tumbuh dengan subur di sana. Bunga-bunga yang indah, tidak seindah kehidupan Mayra.

Dering bel kembali berbunyi. Mayra melihat jam yang terletak di atas nakas. Sepertinya hari ini rumahnya sungguh ramai, dengan datangnya kunjungan-kunjungan. Siapa lagi kali ini yang datang berkunjung? Mayra menghela nafas panjang, memeriksa penampilannya sebentar dan berjalan ke arah pintu depan.

"Nona Lolita?" Mayra menatap nona Lolita yang berdiri di hadapannya dengan penampilan paripurna seperti biasanya.

"Saya sudah menerima pesanmu, May. Bagaimana keadaanmu?"

"Sudah lebih baik, Nona Lolita."

"Tapi apa kau bisa melayani pelanggan dengan baik? Jangan sampai klien kita tidak puas!" Nona Lolita memeriksa sekujur tubuh Mayra untuk melihat adanya kekurangan. Hanya ada bekas yang samar, sangat mudah ditutupi dengan foundation.

"Saya tidak akan mengecewakan nona Lolita!" Janji Mayra tegas. Dia memerlukan banyak uang, kalau terlalu sering libur, keuangannya bisa kacau dan Mayra tidak ingin hal itu terjadi. Rencananya masih banyak, dan belum ada satupun yang terealisasi.

"Baiklah, ada satu klien yang secara khusus memintamu. Bahkan sudah memberikan uang satu milyar. Begitu selesai, saya akan mengirimkan uangnya kepadamu. Setelah dipotong bagian saya tentunya," papar nona Lolita.

Penjelasan yang tentu saja membuat netra Mayra membulat sempurna. Satu Milyar, siapa orang tidak waras yang mau memberikan uang sebesar itu hanya untuk mendapatkan pelayanan dari Mayra?

"Apakah tuan Jaya?" tanya Mayra lirih. Perlakuan Jaya kepadanya masih menyisakan jejak kengerian.

"Tidak, bukan tuan Jaya! Saya sudah bertanya secara mendalam. Dan klien kita kali ini normal. Jadi, kau bisa tenang."

"Baik, Nona Lolita. Saya akan melakukannya. Nona Lolita kirim saja alamatnya nanti," ucap Mayra cepat. Jangan sampai dia menolak, toh Mayra sendiri yang menawarkan diri kepada nona Lolita tadi. Lagipula uang yang ditawarkan begitu besar, sungguh kesempatan langka. Sayang sekali jika Mayra melewatkannya begitu saja.

"Kau memang yang terbaik!" seru Lolita dengan girang dan mengacak rambut Mayra dengan penuh kasih sayang. Mayra memang maskot keberuntungannya. Lolita harus menjaga dan merawat Mayra dengan baik.

"Setelah ini, kau bisa libur satu minggu!"

Mayra menggelengkan kepala. Kalau dia libur, maka rencananya akan semakin menjauh, jadi dia tidak bisa libur dan tidak boleh libur.

"Baiklah, baiklah! Kau bisa tetap bekerja."

"Istirahatlah dulu, supaya kau lebih segar," lanjut nona Lolita, kembali mengamati Mayra untuk memastikan Mayra dalam keadaan paripurna.

"Saya tahu, Nona Lolita. Terima kasih!"

Sepeninggal nona Lolita, Mayra segera mempersiapkan dirinya. Tidak ada gunanya beristirahat, sudah cukup waktu untuk istirahat. Sekarang sudah saatnya mencari uang lagi. Mayra membutuhkan waktu untuk penampilannya kali ini. Apalagi kalau bukan untuk menutupi bekas lukanya. Jangan sampai klien yang berani membayar mahal kali ini kecewa dengan penampilannya.

Mayra menatap wajahnya di depan cermin. Wajah itu begitu segar. Pasti tidak ada yang mengira bahwa dia mengalami siksaan beberapa hari sebelumnya.

Ponsel Mayra yang berdering membuat gadis itu menghentikan aktifitasnya.

"Nona Lolita," gumam Mayra begitu melihat siapa yang menghubunginya.

"Halo, May. Ada perubahan rencana!"

"Iya, Nona Lolita," jawab Mayra. Membayangkan uang yang melambai mengucapkan selamat tinggal.

"Kamu malam ini melayani tuan Jaya lagi. Biaya pembatalan sudah dikirim oleh tuan Jaya. Dan juga saya sudah mengirim uang satu milyar ke rekeningmu!"

Mayra hanya bisa menahan nafas dan tidak berkata apa-apa selain ponselnya yang jatuh ke atas karpet bulu yang terletak di lantai kamarnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status