Jaya Mahendra, seorang pengusaha yang begitu terobsesi dengan Mayra, seorang kupu-kupu malam yang ditemuinya. Apakah perasaannya hanya sebuah obsesi semata ataukah cinta yang sebenarnya? Bisakah Mayra menjalin hubungan dengan Mahendra dengan segala kekurangannya?
Lihat lebih banyak“Ah… Terus Mas.”
Lenguhan terdengar ketika Alea hendak masuk ke dalam kamar. Buah tangan untuk sang suami jatuh begitu saja. Dengan tangan bergetar, dia membuka pintu. Pagi itu, Alea berniat memberi kejutan untuk suaminya. Tapi ... siapa sangka kini justru Alea sendiri yang terkejut kala pemandangan polos suaminya yang terlihat menggagahi seorang wanita nampak jelas di depan mata. Sontak tangisnya keluar, disusul dengan suara lantangnya. “Apa yang kalian lakukan?!” Detik itu juga, Rian, suaminya, buru-buru menarik tubuhnya. Pria itu terlihat terburu-buru mencari celana, sementara kekasihnya, Sheryl, menutup tubuhnya dengan selimut.Usai memakai celana, Rian berjalan mendekati Alea dengan senyuman manisnya. “Sayang, kamu sudah pulang? Kenapa tidak menghubungi aku?” Mendengar kata sayang, seketika membuat Alea geram, sehingga dirinya tak kuasa melayangkan tamparan tepat di pipi sang Suami. “Jelaskan semua ini!” Teriaknya yang diikuti tangisan keras. "Tidak ada yang perlu dijelaskan, semua seperti yang kamu lihat." Jawab Rian santai. Selama menikah dengan Alea, Rian tidak pernah sekalipun menyentuhnya karena penyakit yang Rian derita. Namun, kali ini, dia melihat sendiri suaminya dengan perkasa menggagahi perempuan lain di ranjang. Apa artinya selama ini dia dibohongi? “Bukankah kamu sakit, Mas!? Bagaimana bisa berhubungan dengan wanita lain?!” Tatapan tajam Alea melesat ke sang suami. “Menurutmu bagaimana?” Ucapan Rian membuat Alea mengerutkan alis. “Apa maksud kamu?” Tanyanya bingung. Rian justru membalasnya dengan tawa yang menggelegar, “Aku sehat, Alea! Sempurna! Tidak sakit sama sekali!” Merasa dibohongi, Alea sangat marah dan kecewa. Tiga tahun bukan waktu yang singkat untuk menahan nafkah batin yang tak terpenuhi. Selama ini, hasrat yang terkadang mencuat harus dia tahan kuat-kuat. Tapi, hari ini semua kebusukan suami tercintanya terkuak, menyisakan sakit hati yang teramat sangat."Tega kamu Mas!" Tangisan Alea semakin keras, sejurus dengan sakit hatinya.
Pantas dulu Rian enggan ditangani dokter. Dia hanya mau melakukan pengobatan herbal saja, ternyata memang tidak sakit sama sekali. Tangan Alea bersiap untuk menampar suaminya kembali, tapi dengan cepat, Rian menangkap tangannya. “Jangan coba-coba memukulku, Alea! Memangnya kamu siapa?” Dengan keras, dia membuang tangan Alea. “Karena kamu sudah tahu, maka aku tidak perlu bersandiwara lagi.” sambungnya. “Sandiwara?” tanya Alea, menautkan alisnya. “Ya, aku menikah denganmu hanya karena harta! Penyakit itu hanya akal-akalanku saja agar aku tidak menyentuhmu!” Tawa keras menggelegar dari mulut Rian, sementara Alea menangis kesakitan. “Biadab kamu Mas!” Teriak Alea lantang. Mendengar pengakuan dari suaminya sendiri, Alea sangat terkejut. Dia tak pernah menyangka, bahwa selama ini, ia memuja pria dengan kelakuan macam binatang. Sakit hati dan marah, Alea mengusir Rian dan Sheryl. Detik itu juga, dia memutuskan akan menceraikan suaminya itu. "Pergi dari sini! aku ingin kita berpisah!" “Kamu mengusirku?” Rian menyeringai menatap Alea. Respon dari sang suami membuat Alea mengingatkan kembali jika semua yang Rian nikmati adalah fasilitas darinya. Alea juga menjelaskan pada Sheryl jika Rian adalah seorang yang tidak memiliki apa-apa. "Kamu pikir dia kaya? dia hanya pria pengangguran yang aku angkat derajatnya!" Namun, Alea bingung saat Sheryl tak memberikan respon. Wanita yang baru saja merusak rumah tangganya itu tidak terkejut sama sekali, dan justru tertawa puas. "Aku tahu kok! Asal kamu tahu, saat kamu menikah dengannya, kami sudah menjalin kasih." Perkataan Sheryl membuat Alea kembali terkejut, jadi semua memang sudah mereka rencanakan. "Pergi kalian dari rumahku!" Teriak Alea frustasi. Raut wajah Rian masih sama, tak ada rasa menyesal, apalagi khawatir ketika Alea mengusirnya. Sebaliknya, pria itu justru tertawa bahagia. “Kamu yakin bisa mengusir kami, Alea?” "Tentu saja! Apa kamu lupa? Ranjang tempat kamu bercinta dengan pelakor itu, rumah ini, semua ini adalah milikku, Rian!" Sahut Alea geram. Tak lama, pria itu berjalan mengambil sebuah berkas dan melemparnya ke hadapan Alea. “Lihat semua surat itu, siapa pemilik semua aset kamu sekarang.” Katanya dengan tersenyum licik. Segera Alea mengecek surat-surat itu, dan alangkah terkejutnya dia saat tersadar, bahwa semua asetnya kini berubah kepemilikan menjadi atas nama Rian. “Tidak….Tidak mungkin!” Alea menggeleng, kemudian menatap Rian, “Surat ini palsu! Aku tidak merasa mengalihkan asetku padamu!” Alea membuang suratnya. "Hahaha, biar aku bantu ingatkan. Waktu itu saat kamu sakit, aku meminta beberapa tanda tanganmu. Memangnya, kamu tak baca apa yang kamu tanda tangani, Alea?" tanya Rian kembali tertawa. Alea melongo, lalu tubuhnya terhuyung ke belakang. Waktu itu, suaminya memang pernah meminta tanda tangannya. Tapi yang ia ingat, suaminya sendiri yang bilang berkas yang ia tanda tangani adalah surat penebusan obat. Lagipula, saat itu Alea memang sangat sakit, sehingga untuk membaca isi surat pun, maniknya tak sanggup untuk bisa fokus. Tapi bisa-bisanya, sang suami memanfaatkan momen itu untuk mengelabuinya. Reaksi Alea membuat Rian tertawa, sekeras apapun Alea menyangkal, semua aset sudah kini teralihkan menjadi milik Rian. Sheryl turut mendekat dan masuk ke dalam debat Rian dan Alea. “Sudahlah, Mas. Jangan bicara panjang lebar lagi sama wanita miskin ini. Usir saja dia, lalu kita lanjut lagi percintaan panas kita.” Di depan Alea, Sherly meraba bidang datar Rian. “Kalian yang seharusnya pergi bukan aku!” Alea tetap bersikukuh. Geram, Rian segera menarik tangan Alea. Dengan tega, pria itu mendorong Alea dengan keras, dan mengusir wanita yang telah memberikan semua padanya, sementara Sheryl mengambil beberapa baju Alea dan melemparnya.“Biadab kalian!” sambil menangis, Alea memunguti bajunya yang berserakan di lantai.
Seolah tak puas, Rian mengambil ATM di dalam dompet Alea sebelum melemparnya ke Alea.
“Berikan ATM-ku, Rian, kumohon. Itu uang tabunganku, bukan uangmu!” Alea mencoba mengambil ATM-nya, namun Rian memberikannya pada Sheryl, dan kembali mendorong Alea menjauh.
“Isi dalam ATM ini juga jadi milikku, Alea.” Kata Rian sambil tertawa puas.
Mereka kemudian masuk ke dalam dan menutup pintu meninggalkan Alea di depan rumah yang bingung harus kemana.
“Kalian memang binatang!” Umpatan-umpatan Alea ucapkan.
Rian dan Sheryl hanya tertawa dari dalam rumah, tak ada rasa khawatir, apalagi iba sedikitpun padanya.
Kala talak sudah terucap, tubuh Alea mulai melemas. Percuma jika ia terus menghabiskan tenaganya, pria itu tak pernah mencintainya, dan hanya menargetkan harta Alea.
Tak punya pilihan lain, Alea lalu pergi dari rumahnya. Sepanjang jalan dia terus menangis, yang dia punya hanyalah beberapa puluh ribu uang di dalam tasnya. Lelah, Alea duduk di depan minimarket, sambil memainkan ponselnya. Saat membuka aplikasi chat miliknya, tak sengaja Alea membaca story temannya, yang bertuliskan butuh ART urgent.Dia terus menatap story itu. Lama Alea berpikir, agaknya pekerjaan ini yang cocok untuk dirinya saat ini. Mengingat dia tidak memiliki tempat tinggal.
“Memang lucu cara Tuhan mengatur takdir. Beberapa menit yang lalu, aku memiliki segalanya. Kini aku tak tahu harus apa, dan tiba-tiba, lowongan ART muncul begitu saja ..."Jaya tersenyum dan memeluk Mayra dari belakang dengan mesra. Dia sama sekali tidak peduli dengan adanya Madam Sonia yang masih berada di hadapan mereka."Apa maksudnya, Sayang?" tanya Mayra kepada Jaya."Apa tadi yang aku dengar? Kamu mengatakan bahwa ada yang tidak boleh aku tahu. Ah! Kau pasti menyembunyikan sesuatu dariku, Sayang." Jaya dengan lembut bertanya kepada Mayra. Madam Sonia yang mendengar pertanyaan Jaya hanya bisa tersenyum kaku. Mayra tersenyum lembut dan menangkap tangan Jaya lalu menariknya kehadapannya dengan penuh kelembutan."Sayang, kau pasti mendengarnya hanya sepotong saja. Tapi ... memang benar ada yang aku rahasiakan darimu," kata Mayra menatap Jaya dengan jenaka. Jaya kembali memandang Mayra dengan gemas. Kalau tidak ada Madam Sonia disana, pasti dia akan menggendong Mayra ke kamar mereka dan melucuti pakaiannya langsung. Apalagi ekspresi Mayra sungguh membuatnya menahan sesuatu yang bergelora di dalamnya."Sayang!" tegur Mayra keras, melihat Jaya yang te
"Bagaimana kandunganmu, May?" tanya Kanaya kepada Mayra ketika putra dan menantunya itu berkunjung ke rumah. "Cukup baik, Ibu. Kami, terutama calon cucu ibu tumbuh dengan baik di dalam sana," jawab Maira tersenyum. Setidaknya dia sudah bisa menerima fakta bahwa dia memang benar hamil anak Jaya, buah hati mereka berdua. Dia harus melupakan misinya itu dan harus menerima keadaan dengan sepenuh hati. Bukan! Bukan sepenuh sebenarnya karena Mayra sendiri masih belum menemukan waktu yang tepat untuk melakukannya. Maira teringat lagi dengan pertanyaannya yang dijawab Jaya dengan senyuman penuh misterius."Aku rasa kita sudah pernah membicarakan tentang hal ini. Apa kau lupa. Apa yang kau tunggu? Kau bisa melakukannya sekarang juga," kata Jaya sambil membuka bajunya. Pada saat itu yang tampak di mata Mayra adalah tubuh Jaya yang kokoh dan dada bidangnya sungguh membuat Mayra tergoda. Ternyata dia sebagai wanita juga tidak bisa membiarkan pesona menggoda di hadapannya itu. "Aku hanya berc
"Siapa yang coba kau lindungi?" Suara teriakan Jaya ditambah dengan cambuk yang terkena kulit, menimbulkan kengerian luar biasa bagi yang mendengarnya.Pria itu hanya menyeringai sinis mendengar pertanyaan Jaya. Namun, tidak ada sedikitpun gelagat dia akan menjawab pertanyaan Jaya. "Dengarkan aku! Kau akan mati perlahan kalau tetap membisu! Tidak! Kematian terlalu bagus untukmu! Aku akan menyiksamu perlahan sampai kau juga ingin kematian. Begitu lebih baik!" kata Jaya dingin. Dia memberi isyarat kepada penjaga kamar hukuman agar melanjutkan siksaan bagi pria itu. Pria yang telah menembak Mayra. Sedangkan orang yang mulai membuat kekacauan masih belum ditemukan. "Bagaimana kamera pengawas?" "Semua berjalan normal, Tuan. Tidak ada yang bertingkah mencurigakan bahkan semua orang sudah kami awasi satu persatu." Andrian yang maju menjawab."Berarti ada pengkhianat dari dalam. Siapa yang berani mengkhianatiku?" gumam Jaya."Tuan, kami menyampaikan informasi baru," kata pengawal lain yan
Mayra menatap Jaya dengan penuh tanda tanya di wajahnya. Apa yang dimaksud Jaya?"Tahu tentang apa, Sayang?" tanya Mayra. Dia mencoba menutupi perubahan wajahnya. Dia tahu pasti, Jaya tidak akan tinggal diam jika tahu tentang semua yang dia sembunyikan."Orang tuamu dan semua tetangga akan pulang besok. Aku belum memberitahukan tentang keadaanmu," jawab Jaya mengalihkan pembicaraan. Dia masih mengusap lembut tangan Mayra yang bebas."Ah, tolong jangan beritahu mereka. Kejadian di pesta tadi pasti sudah membuat mereka khawatir.""Tentu, sesuai permintaanmu. Dan kau harus lebih menjaga diri lagi. Ada nyawa lain di dalam tubuh ini," kata Jaya mengusap selimut Mayra yang menutupi perutnya. "Ka—u, apa maksudmu, Sayang?" Mayra menelan ludah mendengar pertanyaan itu. Sesuatu yang ingin ditutupinya ternyata harus terbongkar juga."Jangan ditutupi lagi. Kau tidak ingin menjalani kehamilan dengan nyaman? Dengan perhatian dari suamimu ini?" Jaya menatap wajah Mayra dengan penuh kelembutan."Da
Jaya tidak bisa mencegah ketika badan Mayra dengan gagah berani menghadang peluru yang hendak ditembakkan kepadanya. Bahkan pengawal yang seharusnya menjadi pasukan berani mati dan siap menjalani resiko apapun hanya bisa terpaku di tempatnya. Mereka sama-sama terdiam ketika melihat kejadian yang begitu cepat. Untungnya di detik terakhir, Ava sempat mendorong badan Mayra sehingga peluru yang hendak menembus jantung Mayra meleset dan hanya mengenai bahu bagian atas. Meskipun begitu, pasti rasanya sakit sekali. Darah yang mengucur ditambah dengan Mayra yang pingsan sudah cukup menjadi jawaban. Jaya menghampiri Mayra yang pingsan dan terkulai lemah di dalam pelukan Ava. Gaunnya yang berwarna putih tulang sudah berubah warna sekarang. Darah itu cukup pekat, membuat Jaya ketakutan."Minggir, Ava, biar aku yang menggendong istriku," kata Jaya menahan amarah. Dia akan pastikan orang yang melakukan ini akan menerima akibatnya. Beraninya dia melukai Mayra di depan matanya sendiri! Pengawal ya
Suara tembakan itu berdesing ke atas, tepat ke arah lampu gantung yang menghiasi pelaminan tempat Jaya dan Mayra sedang duduk. Jaya dengan cekatan mendorong Mayra ke samping tepat ketika lampu itu akan jatuh menimpa mereka. Suara teriakan sudah terdengar ditambah dengan kesibukan pihak WO dan pengawal keluarga Adiguna menenangkan para tamu."Sepertinya ada yang membuat kekacauan dan menganggu acara makan istriku," gumam Jaya kesal. Mayra menatap serpihan lampu gantung yang hampir saja mengenai mereka kalau Jaya tidak sigap menghindar. Sepertinya sekarang waktunya untuk beraksi. Mayra mencoba mengambil pisau yang ada di balik bajunya, tetapi tangan Jaya lebih cepat menahannya."Tidak baik bagi mempelai bermain dengan benda tajam!" kata Jaya tegas. Ada riak tanda terkejut di sinar mata Mayra. Bagaimana Jaya bisa tahu apa yang hendak Mayra lakukan? Dia menarik tangannya kembali dan fokus kepada Jaya. Bahkan dia mengabaikan apa yang terjadi di sekelilingnya. "Bawa keluarga istriku ke te
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen