LOGINTiara menyetir mobilnya ke tempat kerja Juna. Tetapi, tiba-tiba di tengah perjalanan, ibunya menelfon.
"Iya, ada apa, Bu?" tanya Tiara sembari fokus menyetir. "Ibu ada di rumah sakit, Tiara. Penyakit Jantung ibu kambuh." jawab ibunda Tiara di sebrang sana. "Apa?" "Rumah sakit?" "Okeh, aku akan kesana." teriak Tiara lalu memutuskan panggilan telfonnya. Dia memutar balik mobilnya menuju rumah sakit. Di kantor. "Dimana Tiara" tanya Gery ke semua karyawannya yang di kumpulkan di lantai satu. "Saya melihat sekertaris Tiara pergi terburu-buru." jawab satpam yang berjaga di depan pintu. "Kalian semua boleh pergi dan lanjut bekerja." ucap Gery. "Sayang!" teriak Sindy yang berlari memeluk Gery. "Hari ini, kita jadi pilih gaun pengantin, kan?" tanyanya sembari mencium pipi Gery. "Sindy, jaga sikapmu di depan semua karyawanku." pinta Gery yang tak nyaman. "Kenapa?" "Oh, sekarang kamu malu kalau aku cium-cium kamu?" Sindy menyilangkan tangannya di dada. "Apa jangan-jangan wanita murahan yang bernama Tiara itu berhasil meluluhkan hatimu." "Stop, jangan bilang Tiara wanita murahan." emosi Gery. "Kenapa?" "Dia pantas di juluki wanita murahan karena dia sudah menjebakmu agar bermalam denganmu di hotel." teriak Sindy membuat beberapa karyawan mendengarnya. Gery menarik tangan Sindy keluar kantor. "Jangan tarik-tarik tanganku, Gery!" "Sakit tahu!" "Sindy, aku punya batas kesabaran dan aku tidak suka kamu menjelek-jelekan Tiara di depan karyawanku." tegas Gery. "Kamu sekarang lebih membela wanita murahan itu daripada aku yang calon istrimu sendiri, Ger?" "Bukan seperti itu, Sindy, tapi—" "Tapi apa?" "Oh, jangan-jangan kamu sudah tidak cinta lagi padaku?" tuduh Sindy. "Sewaktu kejadian di hotel, aku tiba-tiba ragu menikah denganmu. Kita tunda pernikahan ini sampai aku benar-benar percaya lagi denganmu." ucap Gery kemudian masuk kedalam mobilnya. "Gery!" teriak Sindy yang berlari mengejar. "Kamu tidak bisa memainkan perasaanku, Ger!" "Kamu tidak bisa menunda pernikahan kita!" "Aku cinta kamu, Ger!" "Aku tidak mau kehilangan kamu!" teriaknya. Mobil Gery melaju sangat cepat, salah satu tangannya bermain ponsel menghubungi Tiara. Tiara yang baru saja sampai di rumah sakit pun melihat ponselnya yang menyala. "Hallo, Pak Gery?" ucap Tiara setelah tersambung dengan Gery. Gery mengurangi kecepatannya. "Kau pikir, hilang di jam kerja tidak akan—" "Maaf, Pak. Ibu saya masuk rumah sakit. Dan sekarang, saya sedang di rumah sakit." ucap Tiara yang berlari menuju resepsionist. "Suster, pasien riwayat jantung atas nama Ibu Juliana, ada ruangan mana?" tanya Tiara yang terdengar sampai Gery. "Oh, sebentar saya cek dulu." "Pasien ada di ruang Anggrek No.1" jawab suster. Tiara berlari menuju ruang Anggrek tanpa sadar telfonnya masih tersambung dengan Gery, Bos nya. Setelah sampai di ruang Anggrek. "Ibu," Tiara memeluk ibunya. "Siapa yang mengantarmu kemari, hem?" "Kenapa tidak menelfonku lebih awal?" Plak! "Ibu kecewa denganmu!" ucap Juliana dengan mata berkaca-kaca. "Ibu malu punya anak sepertimu, Tiara!" teriaknya. "Apa maksud ibu?" tanya Tiara kebingungan. "Aku tidak tahu, apa yang dibicarakan olehmu?" "Jangan berpura-pura lagi. Juna sudah menceritakan semuanya." jawab Juliana membuat Tiara paham dan meremas ponselnya. "Ibu tidak pernah mengajarkanmu jual diri demi harta!" "Kita memang orang miskin tapi—" "Dengarkan penjelasanku dulu, Bu." pinta Tiara meraih tangan Juliana. "Jangan sentuh ibu. Ibu tidak mau punya anak wanita murahan sepertimu!" bentak Juliana menepis tangan Tiara. Air mata Tiara mengalir membasahi pipi. 'Juna, kenapa kamu tega kepadaku. Kamu sudah mengingkari janjimu.' batin Tiara. "Juna," panggil Juliana membuat Tiara menoleh ke belakang. "Maafkan Tiara, ibu tidak menyangka kalau Tiara berani menjual tubuhnya hanya demi uang." "Juna, kita butuh bicada empat mata!" ucap Tiara menarik tangan Juna keluar ruangan. "Kenapa, Jun? kenapa?" bentak Tiara emosi. "Aku sudah memberikan apa yang kamu mau, tapi kenapa kamu tega kepadaku?" gumam Tiara sembari menghapus air matanya. "Semuanya?" "Kamu tidak pernah memberikan semuanya kepadaku, Tiara!" jawab Juna dengan senyum tipisnya. "Kamu sudah mengecewakanku!" "Aku tidak pernah mengecewakanmu. Dan sekali lagi, ibuku mempunyai riwayat jantung. Dia tidak bisa mendengar kabar buruk tapi kenapa kamu memancing penyakitnya, ha!" teriak Tiara. "Aku hanya ingin kamu merasakan sakit hati yang aku rasakan, Tiara!" bentak Juna. "Kau pikir, aku percaya dengan semua ucapanmu saat aku lihat darah di bagian bawahmu?" "Aku tahu, kamu dan bos mu sudah—" "Cukup!" "Jangan pernah kamu bahas masalah itu lagi." teriak Tiara. "Okeh, aku tidak akan membahas apapun lagi. Pernikahan kita juga batal." jawab Juna lalu memperlihatkan ponselnya. "Kamu lihat ini!" pintanya. "JUNA!" Tiara melototkan matanya. Tangannya tak sengaja mematikan telfon dari Gery saat hendak memasukkan ponselnya ke dalam tas. "Ini foto kebersamaan kita di atas ranjang. Dan kamu bisa lihat sendiri, kamu tidak memakai apapun di foto ini, haha …" "Hapus foto itu sekarang!" "Aku menyesal sudah memberikan tubuhku untukmu!" geram Tiara berusaha merebut ponsel Juna. Juna segera memasukkan ponselnya kedalam saku celana bagian depan. "Ambil saja kalau kamu berani dan aku pastikan, semua orang di sini akan berpikir buruk tentangmu." tantang Juna. "Sebenarnya, apa mau mu?" teriak Tiara. "Kehancuranmu." jawab Juna. "Haha … aku bisa saja menyebarkan fotomu ini ke semua media sosial." "Brengsek!" umpat Tiara. "Aku menyesal mencintaimu." "Haha … aku tidak perduli." jawab Juna. "Turuti semua permintaanku, dan aku pastikan foto ini tidak akan tersebar." ucap Juna lagi lalu pergi. Tiara bersandar di dinding rumah sakit, sesekali tangannya menghapus air matanya yang terus keluar. 'Kenapa?' 'Kenapa harus jadi seperti ini. Aku takut, aku takut foto itu sampai ke tangan ibu dan orang-orang di luar sana. Aku juga takut hamil anak Pak Gery. Aku harus bagaimana ini?' gumam Tiara dalam hati. "Tiara." panggil seseorang. Tiara menghapus air matanya dan menoleh ke sumber suara. "Pak Gery." gumamnya. "Maaf, saya akan membuat surat pengunduran diri dan mengirimnya sekarang." "Hem," jawab Gery. 'Kenapa mulutku susah sekali berkata. Padahal, aku hanya ingin menanyakan hubungan dia dengan pacarnya tapi rasanya tidak tega saat melihat dia menangis.' batin Gery. "Pak?" ucap Tiara. "Saya mendengar pembicaraanmu dengan orang tuamu tadi. Dan kedatangan saya kesini karena saya ingin menjelaskan semuanya." ujar Gery. "Tidak perlu, Pak." jawab Tiara. "Ini masalah keluarga saya dan anda tidak perlu ikut campur. Terimakasih atas kedatangannya." "Keluarga dari Ibu Juliana?" ucap suster membuat Tiara berlari menghampiri. "Iya, suster. Saya anak dari Ibu Juliana." jawab Tiara. "Kondisi Ibu Juliana tiba-tiba menurun. Dan kita butuh operasi jantungnya sekarang juga." ucap suster membuat Tiara histeris. "Apa?" "Operasi?" "Okeh, suster. Lakukan yang terbaik untuk ibu saya, tapi apakah boleh, saya melihatnya sebelum beliau di operasi?" tanya Tiara penuh harap. "Silahkan," jawab suster. Tiara dan Gery masuk kedalam ruangan dan mereka melihat Juliana yang sedang merintih kesakitan. "Ibu," Tiara tak bisa menahan tangisnya lagi. "Jangan panggil aku ibumu sebelum kamu memberitahukan kepadaku, kepada siapa kamu menjual tubuhmu itu!" ucap Juliana sembari memegang bagian jantungnya. "Saya akan bertanggung jawab." ucap Gery mengejutkan Tiara dan ibunya. "Apa maksud anda?" "Anda tidak perlu bertanggung jawab. Semua ini, bukan salah anda." ujar Tiara. "Tapi saya sudah menyentuhmu dan saya bukan pria pengecut yang lari dari tanggung jawab." tegas Gery. "Kamu—" Juliana menunjuk Gery. "Saya akan menikahi Tiara. Anda tenang saja dan anda fokus untuk operasi nanti." ucap Gery. "Pak, kita butuh bicara empat mata." pinta Tiara menarik paksa Gery keluar ruangan. "Anda gila?" "Apa maksud anda bicara seperti itu di depan ibu saya?" "Apa anda pikir, semua masalah akan selesai kalau kita menikah?" ucap Tiara tak percaya, dia berjalan bolak balik sembari mengusap wajahnya berulang kali. "Saya tidak mau pacar anda marah dan menjuluki saya sebagai perebut calon suami orang!" lanjutnya lagi. "Keputusan saya sudah bulat. Saya akan tetap menikahimu." jawab Gery tak bisa di bantah. "Tidak bisa, Pak!" geram Tiara. "Kenapa tidak bisa?" tanya Gery.Tiara menghentikan langkahnya di depan Gery, 'Mana mungkin aku bilang kalau setelah bermalam dengannya, aku juga mengizinkan Juna untuk menyentuhku.' batin Tiara. "Kau tenang saja. Saya akan memberi uang bulanan dan membebaskanmu untuk melakukan apa saja asalkan tidak membuat nama baik saya hancur di mata umum." ucap Gery. "Saya juga ingin memastikan kalau kamu tidak hamil anak saya." 'Aku memang takut hamil anak Pak Gery, tapi kalau Juna sampai tahu aku menikah dengan Pak Gery, pasti Juna akan menyebarkan fotoku yang bertelanjang ke sosial media nya dan hal itu akan merusak nama baik Pak Gery. Aku harus bagaimana?' batin Tiara kebingungan. "Tidak semua wanita bisa mendapatkan kesempatan emas ini." ucap Gery lagi. Tiara melototkan matanya. 'Dasar bos gila.' batinnya. "Maaf, Pak. Tapi saya yakin, saya tidak akan hamil anak anda dan bukankah anda akan menikah dengan pacar anda?" "Saya bisa menikahi dua wanita sekaligus. Jadi, kamu tidak perlu khawatir. Dan saya bisa membagi wak
Tiara menyetir mobilnya ke tempat kerja Juna. Tetapi, tiba-tiba di tengah perjalanan, ibunya menelfon."Iya, ada apa, Bu?" tanya Tiara sembari fokus menyetir."Ibu ada di rumah sakit, Tiara. Penyakit Jantung ibu kambuh." jawab ibunda Tiara di sebrang sana."Apa?""Rumah sakit?""Okeh, aku akan kesana." teriak Tiara lalu memutuskan panggilan telfonnya. Dia memutar balik mobilnya menuju rumah sakit.Di kantor."Dimana Tiara" tanya Gery ke semua karyawannya yang di kumpulkan di lantai satu."Saya melihat sekertaris Tiara pergi terburu-buru." jawab satpam yang berjaga di depan pintu."Kalian semua boleh pergi dan lanjut bekerja." ucap Gery."Sayang!" teriak Sindy yang berlari memeluk Gery."Hari ini, kita jadi pilih gaun pengantin, kan?" tanyanya sembari mencium pipi Gery."Sindy, jaga sikapmu di depan semua karyawanku." pinta Gery yang tak nyaman."Kenapa?""Oh, sekarang kamu malu kalau aku cium-cium kamu?" Sindy menyilangkan tangannya di dada."Apa jangan-jangan wanita murahan yang bern
"Kenapa, kamu mau menolak ajakanku lagi?" tanya Juna saat melihat raut wajah Tiara yang bingung."Aku bukan mau menolak tapi sebentar lagi kita mau menikah dan aku ingin—""Kalau kamu cinta sama aku, kamu pasti mau melayani aku. Kita saling mencintai, Tiara. Dan kalau kamu hamil, aku akan bertanggung jawab. Aku berjanji." tegas Juna."Tapi—"Juna mundur selangkah, "Okey kalau kamu tidak mau, itu artinya kamu tidak mencintaiku lagi dan aku akan memberitahukan semua yang terjadi kepada ibumu." ancamnya lalu berjalan selangkah menjauh."Tunggu, Jun." Tiara menahan langkah kaki pacarnya."Jangan beritahukan masalah ini kepada ibuku. Okey, aku mau menuruti permintaanmu, aku mau melayani kamu tapi bukan karena aku bersalah tapi karena aku tidak mau sakit ibuku semakin parah." jawab Tiara pasrah."Bagus, sekarang ikut aku. Kita pesan kamar di sini." Juna menarik tangan Tiara menuju resepsionis.Setelah memesan kamar, Juna dan Tiara kini sudah berdiri di depan pintu kamar hotel."Kamu tenang
Tok … Tok …. "Permisi, saya mau mengantar sarapan pagi." Tiara, wanita berusia 25 tahun yang sedang tertidur samar-samar mendengar suara orang. "Siapa sih, berisik banget. Lagi mimpi indah tahu." keluhnya sembari membuka kelopak matanya. "Aaa … siapa kamu!" teriaknya yang terkejut karena melihat wajah pria yang tertidur di hadapannya. Gery, Pria tampan berumur 27 tahun yang merupakan CEO di perusahaan tempat Tiara bekerja. Gery terbangun dari tidurnya saat mendengar suara teriakan dari Tiara. "Ada apa sih!" kesalnya sembari mengucek kedua mata. "Kau pikir, saya tuli." ucapnya lagi. "Pak Gery, kenapa anda bisa di sini?" tanya Tiara lalu tak sengaja melihat Gery yang bertelanjang dada. "Apa?" "Ini kamar saya. Seharusnya, saya yang bertanya kepadamu, kenapa seorang sekertaris sepertimu bisa ada di kamar saya!" jawab Gery yang kesal. "Saya?" "Saya—" Tiara mencoba mengingat kejadian semalam. "Bukankah semalam kita ada di pesta tahunan, Pak? Tapi kenapa tiba-tiba kita ada di







