Share

Bab 4. Pernikahan Dadakan

Penulis: Lavinka
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-06 16:07:27

“Apa?” Ama yakin, ia tadi mendengar sesuatu.

“Ck! Baiklah, sesukamu saja,” jawab Orion akhirnya, malah mengalihkan wajahnya ke arah lain. "Kalau begitu, aku terima semua syaratnya. Tapi, aku juga punya beberapa syarat.”

“Apa itu?” Ama mengerutkan keningnya.

“Satu, tidak boleh bermesraan dengan lawan jenis selain aku di hadapan khalayak ramai. Dua, jika pergi harus saling memberi tahu ke mana dan dengan siapa. Ketiga, jika sampai perjanjian ini berakhir dan kamu memiliki sedikit rasa padaku, maka kamu harus menuruti semua keinginanku.” Orion memberikan syaratnya tanpa jeda.

“Apa-apaan itu semua tadi?” Ama menganga tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

“Deal atau nggak?” Orion menatap Ama serius.

Orion mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Ama berpikir keras. Wanita itu tampak menimang-nimang persyaratan dari Orion. Beberapa saat kemudian, akhirnya Ama membuka suara.

“Deal!” Tangan Ama menggantung di udara.

Cepat-cepat pria itu melangkah untuk menyambut uluran tangan Ama. Tangan Orion membungkus tangan Ama yang tampak mungil. Seketika, Ama merasakan kehangatan di seluruh tubuhnya.

“Oh, ya, aku memiliki jam malam. Pukul delapan malam semua sudah harus berada di rumah.” pria itu menyengir menang dengan tangan yang masih menggenggam erat tangan Ama.

“Benar-benar nggak bisa dipercaya! Bahkan kamu udah nipu aku sebelum kita menikah!” Ama menarik tangannya yang ditahan oleh Orion.

***

Sesuai permintaan Ama, pernikahan mereka dilangsungkan secara tertutup dan formalitas saja. Selesai menandatangani semua dokumen, Ama meminta Orion menemaninya ke rumah sakit untuk menjenguk ayahnya.

Walaupun keadaannya sudah stabil, ayahnya belum bisa bangun dari tempat tidur. Ama bahkan tidak yakin apa ayahnya tahu soal pernikahan ini atau tidak.

Begitu Ama masuk pun, ayahnya masih tertidur. Ia kembali merasa bersalah. Seluruh hidupnya bagai di bolak-balik hanya karena satu gelas minuman dari Karina.

Ceklek!

Tiba-tiba, pintu ruang rawat inap Akbar terbuka. Adalah Karina dan Edrick yang datang.

Ama mengeryitkan dahi melihat tangan Karina yang bergelayut manja pada Edrick. Walaupun sudah bertekad membenci pria itu, tetap saja ia merasa sakit hati. Dengan begitu mudahnya Edrick mengkhianatinya.

‘Jalang itu benar-benar sudah membuatku ingin memporak-porandakan rumah sakit ini!’ batin Ama menggila.

“Ama?”

Ama merasakan seseorang menggenggam tangannya.

Ia menoleh, dan mendapati Orion berdiri di sebelahnya. Ah, iya juga. Dia kan yang mengajak pria ini ke sini.

Pria itu tersenyum, entah apa artinya. Namun, satu yang baru ia sadari adalah dia baru tahu jika wajah yang selama ini begitu membuatnya naik darah bisa begitu tampan.

Mungkinkah ada kelainan di matanya? Atau, ada sesuatu yang Ama lewatkan selama ini.

“Iya, aku tahu, kalau aku tuh ganteng,” Orion tiba-tiba berbisik di telinganya. “Tapi, sekarang bukan waktunya untuk mengangumi suamimu ini, Sayang.”

Ama langsung melengos, berdeham, dan melihat ke arah lain demi bisa menghindari kontak mata dengan Orion. Dia mengumpat pada dirinya sendiri karena sudah bodoh hingga terpesona dengan musuh bebuyutannya.

‘Sadar, Ma!’

Ngomong-ngomong soal tunangannya, ralat, mantan tunangannya. Sekarang, pandangan Ama terarah pada dua sejoli yang entah kenapa begitu menyebalkan di matanya. Tatapan Ama begitu datar seolah tak terganggu dengan tamu tak diundang itu.

“Amalthea!” suara Karina terdengar mendayu di telinganya. “Kenapa kamu jahat sekali, tidak mengundang kami di pernikahan dadakanmu?”

Ama mendengus. Karina memang terlihat sedih, tapi Ama tahu kalau wanita itu tengah menyindirnya.

“Atau… jangan-jangan itu hanya sandiwara untuk membohongi publik? Mungkin agar Mas Edrick percaya lagi kepadamu.” Karina menoleh ke arah Edrick sejenak, seperti meminta dukungan.

Ama berdecih sinis. Dia hendak membuka mulutnya, tetapi suara seseorang lebih dulu memotongnya.

“Apa sekarang kamu sudah menjadi artis dadakan, Ma?” Edrick mendengus, lalu tertawa jijik. “Wah, aku tidak menyangka seorang Ama yang angkuh dan begitu membenci musuh, tapi malah berkhianat dengan menikahinya.”

“Brengsek!” umpat Ama tak bisa ditahan.

Orion langsung mengeratkan genggaman tangannya, mencegah Ama untuk tidak melempar benda apa pun yang ada di sana ke dua manusia itu. Walaupun pernikahan kontrak, tetapi itu jauh lebih baik daripada ayahnya kenapa-kenapa.

“Aku tidak tahu kalau istriku dikelilingi orang yang sangaaaat peduli padanya,” Orion tiba-tiba berucap.

Karina dan Edrick tampak mengeryit, entah bingung atau tidak suka.

“Oh, perkenalkan, saya Orion, suami dari Amalthea,” tangan Orion memeluk pinggang Ama, menatapnya dengan penuh cinta. “Kalian benar! Aku adalah orang yang ada di skandal itu.”

“Kau!” Edrick menggeram marah.

“Tapi, jangan salah paham dulu,” Orion tersenyum lebar. “Sebenarnya itu bukan skandal, karena kami memang sudah mencintai sejak lama.”

“Omong kosong!” bentak Edrick. “Sampai dua hari lalu, dia itu masih tunanganku! Dia itu wanita murahan!”

Seolah tidak puas, Edrick melanjutkan, “Kalian itu hanyalah pasangan bejat dan gila harta. Tidak sepantasnya mendapatkan apresiasi apa pun dari semua orang. Nama kalian sudah jelek di mata masyarakat. Jadi, walau kalian menikah pun, itu tak akan membuat kondisi akan kondusif!”

Ama melotot shock setelah mendengar perkataan Edrick. Dia segera melangkah maju, mengabaikan tangan Orion yang terus bertengger di pinggangnya.

Sorot mata yang dulu penuh cinta, kini berubah datar, tanpa ekspresi. Atau, dia yang selama ini salah menganggap jika itu cinta.

Bodohnya Ama.

Didorongnya dada pria itu. Ama menatap dingin Edrick yang sama sekali tak sekali pun memalingkan wajah darinya.

“Apa benar jika kamu tak mencintaiku, Mas?” Ama tak berharap banyak, tetapi dalam lubuk hatinya yang paling kecil, dia berharap. Jika ada setitik rasa cinta dari Edrick untuknya.

“Cinta?” Pria itu tertawa begitu keras.

“Apa aku segila itu mau mencintai perempuan seperti dirimu? Tidak akan ada lelaki yang bisa bertahan dengan perempuan gila kerja seperti dirimu!”

“Mas—”

“Ck, kusarankan agar kau jaga mulutmu itu.” Orion tahu-tahu sudah mencengkeram kerah kemeja Edrick.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Skandal Panas: Dari Musuh, Jadi Butuh   Bab 116

    Deru mesin itu makin jelas, bercampur dengan suara hujan yang menampar atap seng tetangga. Lampu depan mobil menerobos gelapnya jalan, menyapu genangan air yang berkilat diterpa petir. Ama menggenggam lengan Mama makin erat, tubuhnya sedikit gemetar. “Mas Rion… itu Mas, kan, Ma?” suaranya lirih, penuh harap bercampur rasa sakit. Mama menoleh cepat. “Iya, itu mobil Orion!” katanya lega, meski wajahnya tetap tegang. Mobil berhenti mendadak di depan rumah, ban menyibak air hingga memercik ke sisi jalan. Orion berlari keluar, jas kerjanya basah diguyur hujan, napasnya memburu. “Sayang!” panggilnya panik, setengah berteriak. Ama menoleh, wajahnya pucat, keringat dan sisa air mata bercampur di pipinya. Begitu Orion sampai, ia langsung meraih tubuh istrinya, menopangnya dengan kedua tangan. “Aku di sini, Sayang. Aku di sini.” “Mas, ini sakitnya makin sering.” Ama berbisik, suaranya pecah. Orion menatapnya lekat, lalu beralih pada Mama. “Kita harus ke rumah sakit sekarang!” Mam

  • Skandal Panas: Dari Musuh, Jadi Butuh   Bab 115. Palsu atau Asli?

    Langkah cepat terdengar dari arah dapur. Mama Ama muncul dengan wajah panik, masih memegang lap piring di tangannya.“Ada apa, Nak?”Ama mencoba bicara, tetapi napasnya masih berat. “Perut kayak ditarik, Mah. Dua kali, makin kencang.”Mama langsung mendekat, membimbing Ama duduk kembali di sofa. “Coba tarik napas pelan, buang perlahan gitu. Kita tenang dulu, ya. Air putihnya mana?”Ama menggeleng, matanya masih menyipit menahan sensasi itu. “Masih di dapur.”Mama bangkit, mengambil segelas air lalu kembali dengan langkah tergesa. “Minum dulu. Ini bisa saja kontraksi palsu, dokter kan bilang begitu. Tapi, kita pantau. Kalau makin sering, kita langsung ke rumah sakit.”Ama mencoba meneguk sedikit air. Rasa tegang mulai bercampur dengan gelombang cemas yang merayap di dadanya. Tangannya mencari-cari ponsel di meja. “Aku, telepon Mas Orion aja.”Mama menatapnya ragu. “Masih kerja, kan?”“Aku nggak peduli.” Jemari Ama bergerak cepat menekan tombol panggil.Di sisi lain, Orion baru saja kel

  • Skandal Panas: Dari Musuh, Jadi Butuh   Bab 114. Kontraksi

    Amalthea menghentikan gerakan sendoknya. Tatapannya berpindah ke wajah Orion yang terlihat serius, berbeda dari senyum santainya beberapa menit lalu. “Iri? Maksud kamu apa?”Orion menghela napas, lalu meraih jemari istrinya di atas meja. “Aku cuma, takut kamu membandingkan. Pernikahan kita dulu kan jauh dari kata megah. Apalagi, waktu itu, keadaan kita, ya, kamu tahu sendiri.”Waktu itu memang bukan pernikahan impian. Segala sesuatunya terjadi tiba-tiba, di tengah hiruk-pikuk kabar miring yang memaksa mereka menikah untuk meredam gosip. Bukan tanpa cinta, melainkan jelas bukan awal yang mulus.Amalthea tersenyum tipis, lalu menggeleng. “Mas, aku nggak pernah iri. Aku malah kasihan sama mereka kalau harus mikirin ribetnya pesta segede ini. Lagian,” ia menatap Orion lekat-lekat, “yang aku mau dari awal cuma kamu. Bukan pelaminan, bukan pesta, bukan gaun putih panjang.”Orion terdiam. Rasanya hatinya mencair mendengar ucapan itu. “Kamu serius?”“Serius banget.” Amalthea menyuap sisa cake

  • Skandal Panas: Dari Musuh, Jadi Butuh   Bab 113. Iri?

    Farah memukul lengan Kirun. “Cium, noh, tembok!” Setelah itu, dia pun berlalu pergi meninggalkan calon suaminya di teras. “Yah, Calon Bojo! Kok, lananganmu ditinggal, sih?” Kirun memanggil Farah.“Ora urus!” Bibir wanita itu tak berhenti mengulas senyum. “Jadi, aku sekarang udah mau jadi istri? Kyaaa, aku jadi gak sabar nunggu hari itu tiba!”Farah tak menggubris Kirun di belakang yang sedang memandangnya. Hatinya tengah berbunga-bunga juga malu secara bersamaan. Bagaimana tidak? Orang yang disukai akhirnya melamar. “Amal, aku mau nikah!” Farah berteriak tertahan di depan pintu utama. Namun, wajah itu langsung berubah biasa saja ketika tiba di ruang tamu. Kirun sudah menyusul dan kini duduk di samping ayah dan ibunya. Memandang Farah yang terus mengacuhkan dirinya. Namun, ia tidak marah, justru tersenyum senang karena lamaran keduanya berhasil.“Jadi, kita langsung cari hari bagusnya aja bagaimana, Pak, Bu?” Orang tua Kirun segera berseloroh seolah tak sabar untuk menikahkan anak m

  • Skandal Panas: Dari Musuh, Jadi Butuh   Bab 112. Pilih Kamu, iya kamu

    “Saya berniat melamar anak Bapak dan Ibu,” jeda Leo sambil menunjuk sopan ke arah Farah.Farah membelalak. Tangannya menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi kaget luar biasa. “Melamar saya?”“Iya, Far,” jawab Leo, “sudah lama aku menyimpan perasaan ke kamu. Sekarang, aku ingin melamarmu untuk menjadi pendamping hidupku, dan ibu dari anak-anakku kelak.”Adik Kirun yang perempuan berbisik kepada kakaknya. “Saingan lo pejabat, Bang. Yakin lo masih punya kesempatan?” Kirun sempat insecure melihat lelaki di sampingnya. Leo bahkan datang seorang diri tanpa bala bantuan seperti dirinya untuk melamar seorang wanita. Rivalnya yang terlalu percaya diri, atau dirinya seorang pengecut. Apalagi, saingan kali ini bukan kaleng-kaleng, pejabat negara langsung. Apa dia tidak kalah telak? Jelas, kekayaan yang dimiliki olehnya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Leo.Haruskah Kirun menyerah?“Berisik lo, Dek!” timpal Kirun, “ setidaknya gue yakin, kalau Farah itu ada rasa sama gue.”“Percaya diri

  • Skandal Panas: Dari Musuh, Jadi Butuh   Bab 111. Dua Sekaligus

    “Ada yang harus kulakukan. Ya, aku harus memberi makan kucing!” seru Farah cepat.“Loh, sejak kapan Farah punya kucing?” Kirun menggaruk belakang kepalanya. “Eh, apa jangan-jangan dia mau ngehindar lagi dari gue?”Lelaki itu terduduk di kursi dengan lemas. Tubuhnya mendongak, menatap langit cerah yang seolah tengah mengejeknya. “Ya Allah, apa ini adalah karma buat gue yang udah buat hati banyak wanita di luar sana tersakiti? Jika memang benar, Engkau berhasil, Tuhan!”Kirun menepuk bagian dadanya. “Di sini sakit banget, Ya Allah!” Di dalam sana kini tengah menangisi nasibnya yang begitu malang. Ditinggal Farah iya, bahkan ditolak lamarannya sudah dirasakan langsung olehnya dari seorang perempuan yang ia cintai.Sungguh sial sekali nasib percintaan Kirun. Jika dulu, ia begitu masa bodoh dengan para perempuan. Kini, ia seolah bisa melihat dirinya sendiri dari sikap Farah padanya.“Nasib punya muka pas-pasan, tapi ini semua takdir Tuhan.” Bibir Kirun kini menyenandungkan sebuah lagu yan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status