“Vero! Dari mana saja kau? Aku sudah menunggumu selama hampir satu jam. Apa kau tahu bahwa waktuku ini sangat berharga untuk menunggu seorang kacung seperti dirimu?” hardik Miana dengan nada kasar saat Vero baru saja memasuki ruangan Ramon setelah mengetuknya tiga kali dan mendapatkan titah untuk masuk dari Ramon.
Namun, bukannya hardikan Miana itu yang membuat Vero sedikit syok dan terkejut, bahkan hampir saja buliran bening dari bola matanya meluncur keluar. Beruntung Vero masih bisa menahannya dan bersikap secara professional di depan Ramon dan Miana.
Bagaimana tidak syok dan terkejut, jika saat Vero masuk ke dalam ruangan itu, ia melihat Miana sedang berada di atas pangkuan Ramon dan kondisi pakaian keduanya sangat berantakan. Sudah bisa dipastikan apa yang baru saja terjadi di antara keduanya. Akan tetapi, seperti biasa, Ramon bersikap dingin dan acuh tak acuh dengan semua itu. Miana yang sudah merasa di atas awan pun sama sekali tidak memiliki rasa malu lagi saat dipergoki Vero dalam keadaan seperti itu.
“Ma-maaf, Nona. Tadi saat membeli red velvet antriannya sangat panjang. Aku bahkan hampir saja pingsan saat mengantri dalam keadaan berdiri selama itu,” jawab Vero sengaja berbohong pada Miana.
Padahal, Vero sudah terlebih dahulu menelpon sahabatnya yang bekerja pada bakery itu untuk menyiapkan pesana Vero dan memberikannya lewat belakang. Jika tidak seperti itu, mungkin saja sampai saat ini Vero masih berdiri pada barisan antiran yang entah kapan akan berakhir.
Hal itu karena bakery tempat ia membeli cake memang sangat terkenal dengan kelezatan aneka cake-nya. Beruntung, Lili sahabat Vero bekerja pada perusahaan itu dan dia bisa meminta Lili untuk membantunya kali ini.
Vero menyerahkan semua pesanan Miana yang sudah ia belikan sebelum datang ke perusahaan itu. Namun ternyata, tidak satu pun yang disentuh oleh Miana dan ia justru kembali menatap Vero dengan tatapan marah dan sulit ditebak.
Sepertinya, Miana menyimpan kebencian pada Vero yang Vero sendiri tidak tahu karena hal apanya. Hanya saja, Vero sangat berharap itu bukan karena Miana mengetahui bahwa dia sudah menjadi simpanan Ramon selama ini.
“Kalau tidak ada yang dibutuhkan lagi, aku permisi dulu. Ada pekerjaan yang harus aku selesaikan, Nona Mia,” ucap Vero akhirnya karena Miana tidak lagi memberikan tanggapan atas jawabannya tadi.
“Siapa yang menyuruhmu pergi? Kau! Temani aku di sini karena Ramon akan ada rapat sebentar lagi. Aku tidak suka menunggu sendirian,” titah Miana yang sudah bisa dipastikan itu tak bisa dibantah lagi.
“Ra-rapat?” tanya Vero keheranan karena setahunya jadwal Ramon hari ini bebas dari rapat. Tentu saja dia sangat tahu karena Vero adalah sekretaris pribadi Ramon.
“Iya, rapat. Memangnya kau tidak tahu?” tanya Miana seperti menaruh curiga pada Vero.
Miana juga mulai waspada dan menatap pada Ramon dengan lirikan penuh tanda tanya. Mungkin, Miana mengira bahwa Ramon sudah berbohong padanya, karena buktinya Vero sendiri tidak tahu bahwa ia akan menghadiri rapat siang ini.
Namun, dengan cepat Ramon menarik Miana ke dalam dekapannya. Membuat tubuh ramping wanita yang berprofesi sebagai model itu melekat pada tubuhnya. Bahkan, payudara Miana yang sangat kenyal dan terbuka setengahnya itu menempel pada wajah Ramon.
“Honey, Vero tidak tahu soal rapat kali ini karena ini hanya antara aku dan Mr Lee saja. Apa kau meragukanku?” tanya Ramon dengan menatap Miana lekat.
Tatapan mata yang dalam dari wajah tampan yang sangat diidamkan para wanita itu, tentu saja mampu meluluhkan hati dan perasaan Miana. Seketika saja perasaan ragu dan curiganya tadi sirna.
Tak menghiraukan keberadaan Vero di depan mereka, Miana langsung menurunkan wajahnya ke dekat wajah Ramon. Dengan sigap dan sangat mengerti, Ramon menangkap bibir Miana dan melumatnya penuh gairah. Pemandangan yang sangat tidak ingin disaksikan oleh Vero sesungguhnya, akan tetapi terpaksa ia pandang dengan merasakan sesak di dada dan perasaan cemburu yang tak semestinya.
“Kenapa aku harus cemburu dan sedih? Bukan kah sejak awal Ramon memang milik Miana? Apalah artiku di mata Ramon jika Miana sudah ada di sini! Aku hanya lah alat pengusir sepi dan pemuas nafsunya semata,” batin Vero berusaha menguatkan dirinya sendiri dan menoleh ke arah lain karena tidak ingin terus menyaksikan pemandangan yang menyakitkan mata juga hatinya itu.
Tak berselang lama, terdengar suara kursi yang digeser pertanda Ramon sudah akan bangkit dari duduknya dan sudah pasti cumbuan panas antara ia dan Miana telah usai pula. Vero kembali menatap keduanya dengan tatapan iri dan sangat iba hati secara bersamaan. Vero duduk di kursi tempat di mana Ramon duduk tadi, sementara Ramon sudah berjalan ke arahnya.
“Vero, tolong perhatikan ponselmu karena aku bisa saja membutuhkanmu kapan pun!” titah Ramon sesaat sebelum menggeser pintu kaca ruangannya itu.
“Baik, Tuan Ramon. Semoga rapat Anda berjalan lancar,” ucap Vero menjawab titah Ramon dan memberikan hormat dengan sedikit menundukkan kepalanya ke arah Ramon.
“Kau tenang saja, Sayang. Selama ada aku di sini, kau juga bisa menghubungiku dan aku pasti akan datang membantumu nanti,” sela Miana tak mau kalah dari Vero yang menurutnya mendapat perlakuan khusus dari Ramon.
“Terima kasih, Honey,” jawab Ramon dan segera keluar dari ruangannya, meninggalkan Vero dan Miana di dalam ruangan itu.
Tak lama Ramon keluar, ponsel Vero berbunyi pertanda ada sebuah pesan yang masuk. Saat Vero melihat nama pengirimnya, itu adalah dari Ramon. Gegas dia membuka pesan itu dan membaca isinya.
{Kau tahu maksud dari ucapanku tadi bukan? Aku bisa membutuhkanmu kapan saja. Dan sepertinya aku membutuhkanmu lagi sekarang. Datang lah ke hotel Diamond lima belas menit lagi, setelah aku menghubungi Miana dan kau harus langsung segera pergi! Pastikan dia tidak mengikutimu!}
Vero membaca pesan itu dengan sangat serius dan mendadak hatinya kembali berbunga-bunga. Hingga sebuah senyuman terpancar jelas di sudut bibirnya dan mengundang rasa penasaran pada diri Miana.
Gadis itu sangat ingin tahu tentang hal yang sudah berhasil membuat Vero tersenyum cerah dan terlihat sangat bahagia itu. Jarang sekali Miana melihat Vero tersenyum selama ia menjadi kekasih Ramon dan datang ke perusahaan ini. Bahkan Miana sempat berpikir bahwa sikap dingin dan cuek Ramon menular pada Vero.
“Siapa yang mengirimkan pesan padamu? Sampai kau tersenyum bahagia seperti itu?” tanya Miana yang tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya lagi.
Mendengar pertanyaan Miana, membuat Vero kembali tersadar bahwa saat ini dirinya masih berada di depan Miana, kekasih dan tunangan pria yang mengiriminya pesan itu. Vero menjadi salah tingkah dan langsung menyimpan ponselnya ke dalam saku jas kerjanya. Dia takut jika Miana bertindak nekat dan memeriksa ponselnya itu, karena hal itu pernah terjadi dulu.
“Bu-bukan siapa-siapa, Nona.”
“Jangan berbohong padaku, Vero! Apa kau memiliki kekasih?” tanya Miana tiba-tiba.
Mendengar pertanyaan Miana lagi, kembali tubuh Vero terasa membeku. Dia tidak tahu apakah Ramon bisa disebut sebagai kekasihnya atau bukan. Vero sendiri tidak tahu seperti apa menggambarkan hubungannya dengan Ramon saat ini.
Andai saja ia seorang yang berkuasa, sudah pasti Vero tidak akan sungkan mengakui bahwa dia dan Ramon memiliki hubungan di belakang Miana. Akan tetapi, dengan keadaan yang seperti saat ini tentu saja itu adalah hal yang paling tidak bisa dilakukan oleh Vero. Vero masih butuh uang cukup banyak untuk keluarganya.
“Itu hanya pesan dari patner-ku saja, Nona,” jawab Vero pada akhirnya pada Miana. Namun, Miana jelas memandangnya dengan raut curiga yang tinggi.
“Tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup tetap di sini dan jangan pernah pergi lagi dari hidupku,” jawab Vero dengan suara yang nyaris tak terdengar.“Aku tidak akan pergi ke mana-mana lagi, Sayang. Aku akan tetap di sini bersamamu dan anak kita – William. Bersama Petrus dan Alesha, orang-orang yang selama ini setia menjaga kalian berdua selama aku tidak ada di sini.”“Benarkah? Kau tidak akan pernah pergi lagi? Apa kau bisa berjanji?”“Tentu saja aku berjanji padamu, Sayang. Aku tidak akan pernah lagi meninggalkanmu kecuali saat aku dipanggil Tuhan. Saat aku tiada pun, aku akan tetap di sisimu meski kau tidak bisa melihatku lagi,” ungkap Rayhan dengan penuh keharuan pada Vero.Alesha dan Petrus yang mendengarkannya merasa sangat terharu dan sedih. Apalagi, bagi Petrus itu adalah kali pertama dia mendengar Rayhan bicara sangat puitis dan menyentuh hati. Selama ini, Rayhan yang Petrus dan semua orang kenal adalah pria kejam tanpa rasa belas kasihan. Namun, kehadiran Vero dalam hidup Rayha
Tanpa diduga tubuh Vero merosot dan dengan cepat kedua tangan Rayhan menyambutnya. Vero tak sadarkan diri dan segera digendong kembali ke kamar oleh suami yang tampak begitu sangat mengkhawatirkannya. Tidak lupa juga sepasang suami istri yang selama ini sudah menjaga dan merawat Vero selama Rayhan tidak berada di rumah mewah ini.“Apa yang terjadi pada Vero?” tanya Alisha tentu saja dengan panik.“Sepertinya, Vero masih belum bisa menerima semua yang terjadi hari ini dengan baik. Jadi, pikiran dan perasaannya terlalu banyak bekerja dan membuat daya tahan tubuhnya kembali melemah,” terang Rayhan seolah tahu segalanya tentang Vero.“Bagaimana kau bisa tahu semua itu, Ray?”“Aku mengikuti semua perkembangan Vero meski aku tidak berada di sisinya selama ini, Al. Aku merasa ingin sekali terbang ke sini setiap waktu. Tapi, aku tidak bisa melakukan itu.”“Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?”“Kau tidak akan pernah bisa memahami semua yang terjadi di masa lalu, Al. Aku bersyukur karena kalia
Saat Alesha dan Petrus masuk ke ruang tengah rumah mewah itu, mereka melihat pemandangan yang sudah lama tidak terlihat di sana. Rayhan dan Vero bermesraan sambil menuruni anak tangga. Bersenda gurau layaknya pengantin baru yang masih hangat dalam memadu cinta.“sayang, apa kau lihat itu?” tanya Alesha pada Petrus dengan suara berbisik ke Alesha.“Tentu saja, Sayang. Penglihatanku masih sangat bagus untuk wanita seusia diriku.” Alesha menjawab dengan suara yang tak kalah halusnya lagi.“Kalau begitu, apa menurutmu kita akan tetap ke sana?”“Menurutku itu bukanlah pertanyaan yang harus dijawab, Sayang.”“Kalau begitu, mari kita kembali lagi ke rumah.”“Baiklah, Sayang.”Pasangan yang harmonis dan tampak awet muda itu pun berniat untuk berbalik kembali ke rumah mereka. Sejatinya, mereka tidak ingin mengganggu pasangan yang sedang di mabuk cinta untuk kedua kalinya itu. Meski usia mereka sudah tidak lagi muda, tapi semangat cinta jelas tampak masih sangat membara.Tanpa keduanya sangka,
Rayhan dan Vero menghabiskan waktu sekitar satu jam di dalam kamar untuk melepaskan kerinduan belasan tahun yang mereka tahan dan pendam. Tentu saja tidak satu pun dari orang yang ada di rumah itu berani mengganggu keduanya. Mereka tentu mengerti apa yang terjadi di dalam kamar pengantin baru itu.Di pavilliun tempat Alesha dan Petrus selama ini tinggal dan mengawasi William juga Vero selama Rayhan tidak ada bersama mereka.“Sayang, apa yang terjadi sebenarnya? Ke mana selama ini Rayhan pergi? Apa kau sungguh-sungguh tidak tahu ke mana dia pergi dan menghilang?” tanya Alesha dengan tatapan serius pada suaminya.“Aku benar-benar tidak tahu, Sayang. Apa kau tidak percaya padaku?”Rayhan justru balik bertanya setelah menjawab pertanyaan Alesha. Dia tidak menyangka jika itu adalah pertanyaan yang akan pertama dipertanyakan oleh Alesha saat mereka sampai di rumah.Meskipun begitu, tetap saja Petrus tidak bisa menyalahkan istrinya. Dia justru merasa bangga kepada Alesha. Setelah sekian lama
“Apa yang kau lakukan di sini, Sayang?”Pria yang sedang mengamati Rayhan dan Vero dari kejauhan itu pun terkejut mendengar suara wanita di dekatnya. Satu tangan juga terasa menyentuh pundaknya dengan sangat lembut. Pria itu tak lain adalah orang kepercayaan Rayhan yang tidak ingin lagi terjadi apa-apa pada majikannya yang baru saja kembali setelah belasan tahun pergi.“Sayang! Kau mengejutkanku,” kata Petrus pada istrinya – Alesha.“Kenapa kau harus terkejut? Memangnya, apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alesha dengan kening berkerut.“Aku sedang menjaga tuan muda dan istrinya, Sayang.”“Apa yang terjadi pada mereka? Di mana mereka sekarang?” tanya Alesha yang justru menjadi cemas.“Mereka ada di dalam mobil. Sepertinya, suasana sedang tidak bersahabat jika kita berada di sekitar mereka,” jawab Petrus yang sudah melihat dengan jelas semua hal yang terjadi di dalam aula tadi.“Aku mengerti, Sayang. Tentu saja kita tidak boleh mengganggu sepasang pengantin baru itu,” kata Ales
Rayhan tidak menyangka jika ternyata reaksi Vero akan seperti itu. Tadinya, dia sudah merasa bahagia karena akhirnya bisa kembali dan berkumpul lagi bersama Vero dan juga William. Namun, karena percakapannya bersama William barusan, ternyata Vero langsung marah.“Dad, tidak apa-apa. Aku sangat mengenal mami dan aku tahu dia hanya sedang syok saja. Sebaiknya, kita biarkan mami sendiri dulu,” jelas William kepada Rayhan dengan santai.“Tidak, Nak. Aku yang lebih mengenal mami-mu itu terlebih dahulu sebelum kau. Aku akan pulang bersamanya.” Rayhan membantah saran dari William.“Daddy benar juga. Tentu saja Daddy yang lebih mengenal mami dari pada aku, karena aku baru ada setelah kalian bersama.” William tersenyum menggoda pada ayahnya itu.Rayhan yang masih saja tampan seperti dulu, menyaingi ketampanan putra semata wayangnya dan jelas mencuri perhatian semua orang yang ada di sana. Apalagi, ketika tadi nama Vero dan Rayhan dipanggil untuk menemani William ke atas panggung, semua orang m