Sepertinya Miana sangat tertarik ingin mengetahui siapa yang mengirimkan pesan pada Vero, sehingga membuatnya berbuat nekat dengan merampas ponsel Vero dari tangannya. Vero sangat terkejut saat ponselnya itu sudah berpindah tangan, sesaat dia menjadi sangat gugup karena pesan tadi belum sempat dia hapus.
Miana melihat gurat ketakutan di wajah Vero, sehingga membuat dia semakin penasaran dan sangat curiga apa isi di dalam pesan itu dan siapa pengirimnya. Mungkin, karena selama ini Vero terkenal dengan julukan wanita dingin yang banyak mengatakan hal itu tertular dari Ramon karena dia bekerja pada Ramon.
Vero nyaris tidak pernah terlihat dan terdengar dekat atau jalan bersama seorang pria selain dari menemani Ramon dalam hal pekerjaan. Tentu saja hal itu yang semua orang ketahui selama ini, karena baik Ramon mau pun Vero sangat pandai menutupi hubungan mereka dari public.
Sehingga jika ada seorang saja yang mengatakan mungkin Vero memiliki affair dengan Ramon, pasti akan langsung ditampik oleh yang lainnya. Hal itu dengan mengatakan selama ini Vero bekerja dengan sangat professional dan sama sekali tidak pernah terlibat asmara dengan atasan mau pun teman satu kantornya. Hal ini dapat didukung dengan tidak pernahnya Vero terlihat bersikap yang di luar batas terhadap Ramon.
Padahal, banyak sekali karyawan yang justru terang-terangan berjuang merebut perhatian Ramon di kantor. Mereka memancing Ramon dengan segala macam tindakan yang terkadang di luar akal sehat.
Saat Miana akan memeriksa isi pesan di ponsel Vero, ternyata layar ponsel itu sudah padam. Kemudian ia mencoba menyalakan kembali dan ternyata Vero memberikan sebuah sandi pada ponselnya, tentu saja Miana tidak mengetahui sandi ponsel Vero itu. Dengan kesal, Miana berteriak dengan lantang meminta Vero menyebutkan sandi ponselnya.
“Cepat katakan berapa sandi ponselmu!” titah Miana dengan gaya berkuasanya itu.
“Ma-maaf, Nona. Sini saya tekan sendiri,” pinta Vero karena sangat berantisipasi dengan Tindakan Miana tersebut.
“Sebutkan saja!” titah Miana lagi dengan suara tinggi.
“01122020 …,” ucap Vero dan langsung terhenti karena ia mendengar suara ponsel Miana berdering.
Miana merasa terkejut dan sontak ponsel Vero terlempar dari tangannya. Untung saja Vero dengan sigap langsung menangkap ponselnya dan menghela napas lega karena ponsel itu berhasil mendarat di telapak tangannya dengan mulus.
Vero memperhatikan ekspresi Miana saat menerima telepon itu, dan sudah bisa dipastikan bahwa itu adalah telepon dari Ramon. Sesuai kata yang ia sampaikan pada pesan yang baru beberapa menit ini dikirimkannya pada Vero.
Dengan tatapan sinis, Miana melirik Vero tajam dan kemudian tersenyum bahagia saat mengarahkan ponsel itu ke telinganya.
“Halo, Sayang. Baru berpisah, kau sudah rindu padaku?” tanya Miana pada Ramon.
Dan entah apa kata yang dijawab oleh Ramon di seberang sana. Yang jelas, Miana terlihat sangat bahagia, sneyum cerah terpancar dari sudut bibirnya yang mungil dan dipoles lipstick berwarna merah menyala.
“Ke Restoran Tulip? Sekarang? Oke-oke, aku akan ke sana sekarang. Aku akan meminta Vero mengantarkanku ke sana,” ucap Miana pada Ramon beruntun.
Vero hanya diam dan mendengarkan saja semua ucapan Miana pada Ramon. Kemudian, Miana kembali meliriknya dengan tatapan yang sudah sangat jelas bahwa itu adalah tatapan yang sangat mematikan.
“Jadi, dia tidak bisa mengantarkanku? Pekerjaan apa yang kau berikan padanya sehingga mengantarkanku saja dia tidak kau izinkan?”
“Baik lah kalau begitu. Aku akan berangkat sekarang juga.” Miana kembali mengatakan hal yang menurut Vero ia ucapkan dengan nada ketus dan marah.
Miana bersiap-siap dan kembali memeriksa riasannya. Vero masih berdiri di tempatnya dan memperhatikan semua hal yang dilakukan oleh tunangan kekasih gelapnya itu. Dalam hatinya yang terdalam, tentu saja Vero sangat iri pada Miana. Miana menurutnya adalah gadis yang beruntung karena bisa berjalan dengan Ramon sambil bergandengan, bisa bersikap mesra dan manja pada Ramon di depan semua orang. Hal yang tidak akan pernah bisa untuk dia lakukan pada Ramon tentunya.
“Kenapa kau menatapku seperti itu, Vero? Apa kau cukup iri dengan kecantikanku ini?” tanya Miana yang menyadari bahwa sedari tadi Veronica tidak putus memandang ke arahnya.
“Aku hanya kagum pada kecantikan Anda, Nona Muda. Aku tidak patut iri pada Anda karena aku sadar bahwa kedudukan dan kecantikanku sangat jauh di bawah dirimu,” ungkap Vero dengan merendah serendah mungkin.
Veronica sangat hafal dan tahu persis bagaimana sifat Miana. Ia akan merasa sangat tersanjung dan semakin membusungkan dadanya setelah mendengar ucapan Vero itu. Tentu saja hal itu sangat menguntungkan bagi Vero secara pribadi, karena Miana akan mengabaikan dirinya dan tidak akan menganggunya untuk sementara waktu, setidaknya seperti itu yang ada dalam pikiran Veronica.
“Kau sangat pintar memuji dan mengambil hatiku, Vero. Sekarang, aku harus pergi karena Ramon dan calon mertuaku sudah menungguku untuk pertemuan keluarga,” kata Miana dengan gembira dan bersiap untuk pergi.
“Dan satu lagi, Vero! Kau bebas hari ini dan jangan sampai kau membuatku merasa jengkel lagi lain kali. Lakukan pekerjaan yang sudah diperintahkan oleh calon suamiku padamu itu dengan baik dan benar. Kelak, saat aku sudah menjadi istrinya, kau akan kupecat karena aku tidak sudi ada perempuan lain di sisinya. Aku yang akan menggantikan dirimu sebagai sekretaris pribadinya,” ungkap Miana dengan nada penuh keseriusan pada Vero.
Setelah mengatakan hal itu, Miana segera pergi dari ruangan Ramon dan meninggalkan Vero dengan raut wajah penuh keterkejutan. Bagaimana tidak terkejut, saat Miana mengatakan akan memecat Vero saat ia sudah resmi menjadi istri Ramon nanti. Yang mana itu artinya akan berakhir pula hubungan gelap dan terlarangnya bersama Ramon selama ini.
Tubuh Vero terhempas ke atas kursi putar yang ada di belakangnya. Sejenak ia masih mencoba untuk memahami segalanya dan mencoba untuk menguatkan diri bahwa hal seperti itu tentu saja akan terjadi cepat atau lambat.
“Apa memang harus secepat ini, Tuhan? Tidak kah Engkau izinkan aku bersama Ramon sedikit lebih lama lagi?” tanya Vero pada Tuhannya.
Vero seharusnya sudah lebih dulu mempersiapkan mentalnya untuk mengahadapi masa-masa itu andai sudah tiba masanya. Tentu saja rasa perih dan sedih akan menjalar dalam diri dan hati Veronica saat mengenang dan membayangkan hal itu akan segera terjadi tidak lama lagi.
Dengan langkah yang gontai, akhirnya Vero kembali ke ruangan kerjanya dan tidak lama setelah ia mendaratkan pantatnya yang montok dan selalu menjadi candu bagi kedua tangan Ramon saat bercinta itu ke atas kursi putarnya, sebuah telepon masuk dan itu tentu saja dari Ramon.
“Apa kau sudah berangkat?” tanya Ramon dengan suara yang sangat lembut.
“Belum. Ma-maaf, Tuan. Sepertinya aku tidak bisa datang saat ini. Badanku tiba-tiba merasa tidak enak dan kepalaku sedikit pusing,” jawab Vero dengan sedikit berbohong pada Ramon. Sejujurnya, Vero hanya sedang mempersiapkan dirinya untuk tidak pernah bertemu dengan Ramon lagi, dan belajar dengan mengurangi waktu bertemu dengan CEO tampan itu.
“Kau sakit? Pulang ke apartemen keduaku sekarang juga dan aku tidak menerima alasan lain lagi!” titah Ramon dengan sangat tegas lalu mematikan teleponnya,
‘OMG! Aku pasti ketauan kalau sudah berbohong,’ batin Veronica yang kemudian menyadari kebodohannya sendiri. Dia tentu tidak akan bisa menentang keputusan Ramon lagi kali ini.
“Tidak perlu melakukan apa-apa. Cukup tetap di sini dan jangan pernah pergi lagi dari hidupku,” jawab Vero dengan suara yang nyaris tak terdengar.“Aku tidak akan pergi ke mana-mana lagi, Sayang. Aku akan tetap di sini bersamamu dan anak kita – William. Bersama Petrus dan Alesha, orang-orang yang selama ini setia menjaga kalian berdua selama aku tidak ada di sini.”“Benarkah? Kau tidak akan pernah pergi lagi? Apa kau bisa berjanji?”“Tentu saja aku berjanji padamu, Sayang. Aku tidak akan pernah lagi meninggalkanmu kecuali saat aku dipanggil Tuhan. Saat aku tiada pun, aku akan tetap di sisimu meski kau tidak bisa melihatku lagi,” ungkap Rayhan dengan penuh keharuan pada Vero.Alesha dan Petrus yang mendengarkannya merasa sangat terharu dan sedih. Apalagi, bagi Petrus itu adalah kali pertama dia mendengar Rayhan bicara sangat puitis dan menyentuh hati. Selama ini, Rayhan yang Petrus dan semua orang kenal adalah pria kejam tanpa rasa belas kasihan. Namun, kehadiran Vero dalam hidup Rayha
Tanpa diduga tubuh Vero merosot dan dengan cepat kedua tangan Rayhan menyambutnya. Vero tak sadarkan diri dan segera digendong kembali ke kamar oleh suami yang tampak begitu sangat mengkhawatirkannya. Tidak lupa juga sepasang suami istri yang selama ini sudah menjaga dan merawat Vero selama Rayhan tidak berada di rumah mewah ini.“Apa yang terjadi pada Vero?” tanya Alisha tentu saja dengan panik.“Sepertinya, Vero masih belum bisa menerima semua yang terjadi hari ini dengan baik. Jadi, pikiran dan perasaannya terlalu banyak bekerja dan membuat daya tahan tubuhnya kembali melemah,” terang Rayhan seolah tahu segalanya tentang Vero.“Bagaimana kau bisa tahu semua itu, Ray?”“Aku mengikuti semua perkembangan Vero meski aku tidak berada di sisinya selama ini, Al. Aku merasa ingin sekali terbang ke sini setiap waktu. Tapi, aku tidak bisa melakukan itu.”“Kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?”“Kau tidak akan pernah bisa memahami semua yang terjadi di masa lalu, Al. Aku bersyukur karena kalia
Saat Alesha dan Petrus masuk ke ruang tengah rumah mewah itu, mereka melihat pemandangan yang sudah lama tidak terlihat di sana. Rayhan dan Vero bermesraan sambil menuruni anak tangga. Bersenda gurau layaknya pengantin baru yang masih hangat dalam memadu cinta.“sayang, apa kau lihat itu?” tanya Alesha pada Petrus dengan suara berbisik ke Alesha.“Tentu saja, Sayang. Penglihatanku masih sangat bagus untuk wanita seusia diriku.” Alesha menjawab dengan suara yang tak kalah halusnya lagi.“Kalau begitu, apa menurutmu kita akan tetap ke sana?”“Menurutku itu bukanlah pertanyaan yang harus dijawab, Sayang.”“Kalau begitu, mari kita kembali lagi ke rumah.”“Baiklah, Sayang.”Pasangan yang harmonis dan tampak awet muda itu pun berniat untuk berbalik kembali ke rumah mereka. Sejatinya, mereka tidak ingin mengganggu pasangan yang sedang di mabuk cinta untuk kedua kalinya itu. Meski usia mereka sudah tidak lagi muda, tapi semangat cinta jelas tampak masih sangat membara.Tanpa keduanya sangka,
Rayhan dan Vero menghabiskan waktu sekitar satu jam di dalam kamar untuk melepaskan kerinduan belasan tahun yang mereka tahan dan pendam. Tentu saja tidak satu pun dari orang yang ada di rumah itu berani mengganggu keduanya. Mereka tentu mengerti apa yang terjadi di dalam kamar pengantin baru itu.Di pavilliun tempat Alesha dan Petrus selama ini tinggal dan mengawasi William juga Vero selama Rayhan tidak ada bersama mereka.“Sayang, apa yang terjadi sebenarnya? Ke mana selama ini Rayhan pergi? Apa kau sungguh-sungguh tidak tahu ke mana dia pergi dan menghilang?” tanya Alesha dengan tatapan serius pada suaminya.“Aku benar-benar tidak tahu, Sayang. Apa kau tidak percaya padaku?”Rayhan justru balik bertanya setelah menjawab pertanyaan Alesha. Dia tidak menyangka jika itu adalah pertanyaan yang akan pertama dipertanyakan oleh Alesha saat mereka sampai di rumah.Meskipun begitu, tetap saja Petrus tidak bisa menyalahkan istrinya. Dia justru merasa bangga kepada Alesha. Setelah sekian lama
“Apa yang kau lakukan di sini, Sayang?”Pria yang sedang mengamati Rayhan dan Vero dari kejauhan itu pun terkejut mendengar suara wanita di dekatnya. Satu tangan juga terasa menyentuh pundaknya dengan sangat lembut. Pria itu tak lain adalah orang kepercayaan Rayhan yang tidak ingin lagi terjadi apa-apa pada majikannya yang baru saja kembali setelah belasan tahun pergi.“Sayang! Kau mengejutkanku,” kata Petrus pada istrinya – Alesha.“Kenapa kau harus terkejut? Memangnya, apa yang sedang kau lakukan di sini?” tanya Alesha dengan kening berkerut.“Aku sedang menjaga tuan muda dan istrinya, Sayang.”“Apa yang terjadi pada mereka? Di mana mereka sekarang?” tanya Alesha yang justru menjadi cemas.“Mereka ada di dalam mobil. Sepertinya, suasana sedang tidak bersahabat jika kita berada di sekitar mereka,” jawab Petrus yang sudah melihat dengan jelas semua hal yang terjadi di dalam aula tadi.“Aku mengerti, Sayang. Tentu saja kita tidak boleh mengganggu sepasang pengantin baru itu,” kata Ales
Rayhan tidak menyangka jika ternyata reaksi Vero akan seperti itu. Tadinya, dia sudah merasa bahagia karena akhirnya bisa kembali dan berkumpul lagi bersama Vero dan juga William. Namun, karena percakapannya bersama William barusan, ternyata Vero langsung marah.“Dad, tidak apa-apa. Aku sangat mengenal mami dan aku tahu dia hanya sedang syok saja. Sebaiknya, kita biarkan mami sendiri dulu,” jelas William kepada Rayhan dengan santai.“Tidak, Nak. Aku yang lebih mengenal mami-mu itu terlebih dahulu sebelum kau. Aku akan pulang bersamanya.” Rayhan membantah saran dari William.“Daddy benar juga. Tentu saja Daddy yang lebih mengenal mami dari pada aku, karena aku baru ada setelah kalian bersama.” William tersenyum menggoda pada ayahnya itu.Rayhan yang masih saja tampan seperti dulu, menyaingi ketampanan putra semata wayangnya dan jelas mencuri perhatian semua orang yang ada di sana. Apalagi, ketika tadi nama Vero dan Rayhan dipanggil untuk menemani William ke atas panggung, semua orang m