Selamat Membaca🙋
.
.
Part 18
"Lepasin, Dinda! Kayaknya lo mulai udah gila ya. Lepasiiin!" Aku berusaha melepaskan diri dari cengkeraman wanita yang sudah seperti kerasukan ini.
"Diam lo! Gue bunuh lo sekarang juga. Biar lo tuh gak jadi pengganggu dalam hidup gue dan Mas Thoriq!"
Tangannya yang sedari tadi menarik-narik hijab di kepala, lalu turun ke leher. Ternyata Dinda tidak main-main dengan ucapannya. Ia berusaha membunuhku dengan mencekik kuat batang penyanggah antara kepala dan bahu itu, sehingga mataku mendelik merasakan sakit dan napas yang sesak.
Selamat membaca, Bossquee 😘 PART 19 "Gak! Dia bohong. Ibu aku itu cuma Tante Reva dan Om Armand. Mana mungkin ibu aku penampilannya kampungan kayak gini." "Dinda, sadarlah, Nak. Mau sampai kapan kamu gak mengakui ibu yang sudah mengandung dan melahirkan kamu." "Diaaam!!!" teriak Dinda dan melayangkan gelas di nakas ke kepala Bu Asih. "Allahu Akbar," erang Bu Asih sambil memegang pelipisnya. ________
Selamat membaca, Boss PART 20 Orang yang berkerumun tadi, berlari ke arah tepi pembatas. Tentu saja mereka penasaran ingin tahu apa yang terjadi. "Ya Allah, Dinda! Mas Thoriq!" teriakku. Ketika aku hendak melihat ke arah sungai, Mami cepat menahanku. "Jangan! Kamu di sini aja. Kamu aja masih lemes begitu." "Nina! Nina!" panggil Papi, menerobos kerumunan dan langsung menarikku ke dalam pelukannya. "Kamu gak papa, Nak? Ada yang luka?" Aku menggeleng. "Alhamdulillah gak ada, Pa. Cum
Pelan-pelan aku memberanikan diri berjalan mendekati jendela, untuk memastikan apa yang kulihat tadi. Berkali-kali tenggorokanku bergerak naik turun karena menelan saliva. Kutekan saklar, untuk menyalakan lampu ruang tamu. Aku berusaha mengumpulkan keberanian untuk mendekati jendela. Sedikit lagi tanganku sampai untuk menyentuh korden maroon bercorak bunga-bunga itu. Praaanggg …. "Allahu Akbar!" Bu Asih! Bu Asih! Aku berlari menuju kamar Bu Asih dan mengetuk pintunya. Keringat
PART 22 Praaang. Gubraaak. Mas Thoriq tak hanya sekedar mengancamku. Beberapa benda yang ada di dekatnya dibantingkannya ke lantai, sehingga menimbulkan suara gaduh. "Allahu Akbar, Mas, hentikan! Jangan … awww! Udahlah, Mas!" Seperti tak peduli dengan teriakanku, lelaki itu semakin brutal. Tong sampah di depan toilet pun menjadi sasaran tendangan kemarahannya. "Biar aja. Ini maunya kamu kan? Jangan coba-coba menantang seorang Thoriq!" "Tolooong! Tolooong!" teriakku ketakutan melihat Mas Thoriq mengangkat sebuah vas bunga kecil ke arahku.
Aku kehilangan keseimbangan dan mobil semakin oleng, kemudian menghantam sisi pembatas jalan tol. "ALLAHU AKBAR … ALLAHU AKBAR!" Aku dan Bu Asih terus berteriak panik karena mobil terus turun dari gundukan bukti kecil menuju rumah warga. Berkali-kali aku menginjak rem, namun mobil tetap saja melaju. Bruuuk! Mobil akhirnya berhenti karena menabrak pohon besar. Warga sekitar ramai berbondong-bondong menghampiri mobil kami. Beruntung aku selalu menggunakan sabuk pengaman, sehingga tidak sampai membentur dada. Hanya kepala saja sedikit terantuk pada bagian tengah setir. "Bu Asih! Ibu gak papa?" Aku berusaha membuka seat belt yang melintang di dada. Segera kuraih Alissha yang menangis meraung-raung ke gendonganku. Ya Allah, pelipisnya berdarah
PART 24 Aku menjerit sekuatnya dan sontak langsung memuntahkan isi perut. Tak sanggup melihat darah yang berserakan di lantai. Seekor kucing hitam yang terkoyak perutnya dan dengan leher nyaris putus. "Ada apa, Bu Nina?" tanya Lina, ART yang setengah berlari menemuiku. Aku masih memuntahkan apa yang ada di dalam perutku, sambil menunjuk ke arah kardus mie instan yang terguling. Lina berjalan dan melongokkan kepala ke dalam kardus yang kutunjukkan tadi. "Astaga, apa ini, Bu. Uweekkk … Uweekkk," Lina ikut-ikutan muntah melihat bangkai kucing yang mati mengenaskan tersebut.
Jangan lupa tekan vote ❤ yaaa PART 25 "Kamu itu sebenarnya siapa sih?" "Lo mau tau banget siapa gue? Oke!" Wanita yang suaranya terdengar sangat tidak asing bagiku itu, melepaskan kaca matanya. Kemudian topi lalu masker yang ia kenakan. "Astaghfirullah, elo ....? "Iya ini gue. Napa … lo kaget gue masih hidup? Gue punya seribu nyawa. Jadi gue itu gak akan bisa mati." "Tapi, elo kan uda hanyut di arus deras sungai itu." Dia terus bergerak maju dengan pisau mengayun di sisi pah
"Dindaaa … lepasin anakku," Mungkin karena terkejut dengan teriakan Mas Thoriq, Dinda tampak kehilangan keseimbangan dan …. Buuuggghhh Aaawww ...." ALIISSHAAA …." Aku dan Mas Thoriq berlari menuju balkon, untuk memastikan keadaan Alissha yang terjatuh bersama Dinda. Tangisan kencangnya terdengar hingga ke atas. "Alhamdulillah," Aku mengucap syukur, karena Alissha dalam keadaan baik-baik saja. Kini tengah berada dalam gendonga