Share

07 || Majikan Baru

Penulis: Kwan Saga
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-01 15:38:30

Dewa menggendong tubuh istrinya untuk dipindahkan ke kamar. Di atas ranjang yang cukup besar, kini tubuh istinya terbaring tidak sadarkan diri. Laki-laki berkumis dan berjambang tipis itu berlari ke dapur untuk mematikan api yang mungkin saja bisa menghanguskan seluruh isi dapur, bahkan bisa menghabiskan segalanya, termasuk penghuni rumah. Bukan Dewa mengabaikan istrinya, tetapi dia berusaha menyelamatkan apa yang harus diutamakan terlebih dahulu.

Dewa mengambil lap basah dan menutup pada kompor setelah dia berhasil membuka jendela dapur dan perlahan asap tebal itu memudar. Api pun telah padam dengan lap basah tersebut. Dapur tampak berantakan, Dewa tidak peduli akan hal itu yang jelas api sudah padam dan dia kembali ke kamar.

"Sayang? Andra? Bangun ...." Dewa menepuk-nepuk pelan pipi istrinya.

Diandra masih menutup mata.

"Ya Tuhan, maafin Mas, Sayang. Mas enggak bermaksud bikin kamu seperti ini." Dewa menggenggam tangan Diandra.

Sepasang mata Diandra masih tertutup rapat. Dewa mencari minyak angin atau apa pun untuk menyadarkan istrinya. Hingga akhirnya dia mendapati minyak kayu putih dan langsung mengoleskan sedikit dekat hidungnya.

"Bangun, Sayang. Sadaaarrr ...." Dewa cukup panik melihat istrinya yang tidak kunjung sadar.

Akhirnya Dewa bangkit dari tepi ranjang, tetapi langkahnya terhenti saat ada seseorang yang menarik tangannya. Bahkan hingga membuat tubuhnya terjatuh pada tubuh sintal yang ada di atas ranjang.

"Kamu mengkhawatirkanku, Mas?" Bibir Diandra tersenyum.

"Andra? Kamu udah sadar?" Sepasang mata Dewa membulat.

Diandra tersenyum saat melihat raut wajah suaminya benar-benar terlihat khawatir.

"Sumpah, ini enggak lucu, Sayang!" Dewa ingin bangkit dari tubuh Diandra, tetapi Diandra menahannya. "Lepasin tanganmu!" pinta Dewa yang tidak digubris oleh Diandra.

Diandra menarik tubuh Dewa hingga kini berdempetan. Dia bisa memastikan kalau suaminya tidak dapat berpaling apalagi setelah menempel pada sesuatu yang kenyal miliknya.

"Sayaaang ... kamu memang tau kelemahanku!" desah Dewa yang kemudian membungkam bibir Diandra dengan isapan lembut.

**

Mentari telah menyinari istana mungil mereka. Keduanya tampak tersenyum ketika melihat dapur yang sudah berantakan seperti kapal pecah.

"Kalau sudah begini, sepertinya kita harus sarapan di luar!" Dewa menggendong tubuh istrinya.

"Aw ... Mas ...." Diandra terlihat kaget karena dalam satu kali pangku, tubuhnya sudah ada dalam pangkuan tangan kekar Dewa.

Diandra mengalungkan kedua tangannya pada tengkuk Dewa. Tidak henti-hentinya Diandra menatap wajah tampan Dewa yang menurutnya sempurna. Laki-laki bertubuh kekar dengan otot-otot yang terlihat gagah, dada bidang yang ditumbuhi sedikit bulu-bulu, perut sixpack seperti roti sobek, wajah yang rupawan dan penyayang begitu sempurna di mata Diandra.

"Turunin aku!" pinta Diandra saat mereka sudah ada di depan pintu rumah.

"Cium dulu," pinta Dewa manja.

"Muacchhh!!" Diandra mengecup pipi suaminya.

"Bukan di situ," protes Dewa.

"Lalu?" Mata Diandra menyipit dan Dewa memonyongkan bibirnya. Ah, laki-laki itu memang pandai memanjakan istrinya yang baru berusia delapan belas tahun.

Dewa dan Diandra berjalan menuju warung makan yang tidak jauh dari rumah mereka. Berjalan bergandengan tangan dan hal itu sungguh terlihat romantis bagi orang-orang yang melihatnya.

"Mau makan sama apa, Sayang?"

"Sama kamu." Diandra malah menjahili suaminya.

"Maksud aku, mau makan pakek ikan atau sayurannya apa?" Dewa mencubit gemas hidung istrinya.

"Aku ikut kamu aja, Mas," jawab Diandra yang masih menatap suaminya. Tangannya memegang pipi dan sikutnya menempel ke meja.

"Mas enggak ke mana-mana, ngapain kamu ikut?" Giliran Dewa yang menjahili istrinya.

Keduanya saling melempar senyum. Merasa dunia hanya milik mereka berdua hingga akhirnya lamunan itu berakhir ketika ada sapaan dari seseorang.

"Mau makan pakek apa, Mas? Mbak?" Terdengar seorang wanita bertanya.

"Pakek piring, Bu!" Dewa dan Diandra menjawab bersama-sama dan hal itu membuat bibir pemilik warung tersenyum. "Eehh ... maaf, Bu. Maksud aku, aku nurut sama Mamas aja," ujar Diandra dengan pipi bersemu merah karena malu.

"Ya sudah, aku yang putusin, ya?" ucap Dewa yang diiringi dengan anggukan dari Diandra.

Dewa mengikuti pemilik warung untuk memilih sayur dan ikan yang hendak dia pesan. Yang membedakan hanya porsi nasinya saja.

"Taraaaa ... makanlah!" Dewa menyodorkan satu piring nasi porsi sedang dengan sayur dan lauk yang sudah bercampur dalam piring.

Diandra tersenyum setelah mengucapkan kata terima kasih dan mereka berdua mulai menikmati sarapan pagi yang penuh drama.

Waktu telah menunjukkan jam delapan pagi, Dewa harus bersiap-siap ke rumah majikan barunya. Kali ini, Dewa bekerja sebagai sopir pribadi. Di mana kerjanya dari jam 9 pagi hingga jam 4 sore.

Dering ponsel Dewa begitu berisik memekakkan telinga. Bibirnya mengerucut ketika melihat nomor yang menghubunginya merupakan satu nomor tidak dia kenal. Padahal, Dewa sedang bercumbu dengan istrinya. Ah, saat ini Dewa begitu menikmati masa-masa indah pernikahan keempat dalam hidupnya.

Dewa melepaskan tangannya yang sedang melingkar di pinggang Diandra. Wanita cantik yang ada di hadapannya itu tersenyum, lalu mengusap bibir suaminya.

"Jangan cemberut, angkat aja, Mas. Kalik yang menelepon penting, kan?"

"Iya tapi enggak ngerti posisi nanggung banget sih!" keluh Dewa yang begitu kesal.

Diandra melingkarkan tangan di tengkuk Dewa, menariknya agar laki-laki bertubuh jangkung itu merunduk dan 'cup!' Diandra mencium bibir suaminya. Lembut dan semakin menghangat hingga dering ponsel itu mati, berdering, mati, kemudian berdering lagi.

"Angkat, Mas. Udah, kan, ciumnya?" Goda Diandra sambil memeluk tubuh kekar suaminya.

Dewa meraih ponsel yang tergeletak di meja karena mereka masih berdiri di samping meja makan setelah mengunci pintu rumah barusan.

"Halo?" Dewa mengangkat panggilan ponsel.

"Kamu di mana, sih? Bukankan ini hari pertama kerja kamu? Sudah tau jam kerja dimulai jam berapa, kan?" Suara cerewet terdengar dari dalam ponsel, Dewa pun menjauhkan ponsel itu dari telinganya. Sedangkan Diandra memilih pergi ke dapur.

"Iya, saya udah tau, Mbak. Jam kerja saya mulai pukul sembilan pagi, kan? Ini masih jam setengah sembilan saja kurang," jawab Dewa yang masih memegang telinga yang baru saja sakit karena teriakan seorang perempuan dari dalam ponsel. Sementara Diandra hanya tersenyum sambil membereskan dapur yang berantakan.

"Tapi harusnya kamu sudah datang dari jam delapan ke sini!"

"Maaf, Mbak. Saya hanya dikasih tau jam kerja dimulai jam sembilan."

"Ya sudah cepat ke sini. Tepat jam sembilan kamu harus pergi antar saya, paham?!" gertak wanita tersebut.

"Paham, Mbak."

"Dan satu lagi, jangan sebut aku Mbak! Panggil aku Nona, Nona Shu!" pinta wanita tersebut.

"Oke, Nona Shu. Saya berangkat sekarang juga dan saya pastikan sebelum jam sembilan, saya sudah berada di mobil Nona Shu."

"Oke!" Panggilan ponsel pun berakhir.

Gila, ini cewek galak banget! Batin Dewa ketika melihat sudah tidak ada lagi panggilan ponsel.

Dewa berjalan, lalu meraih breton hat dan telah dipakai di kepala. Dia berjalan kemudian memeluk istrinya dari belakang.

"Tanganku kotor, Mas," ucap Diandra.

"Gak pa-pa, aku hanya ingin memelukmu sebentar sebelum bertemu dengan singa betina."

"Singa betina?"

Dewa tersenyum. "Majikan baruku, dia galak dan cerewet."

"Astaga, aku gagal paham. Ya sudah, Mas berangkatlah, nanti malah kena omel lagi sama majikan barunya."

"Iya, Sayang. Mas berangkat, ya? Aku sayang kamu." Dewa mencium pucuk kepala Diandra sebelum pergi.

"Hati-hati."

*

Dewa menaiki mobil bus dan hanya dalam beberapa menit saja, dia sudah ada di rumah mewah.

"Selamat pagi." Dewa menyapa scurity yang berjaga di pos.

"Pagi, Mas. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya Dewa, Mas. Sopir baru di––" Belum juga usai, ucapan Dewa sudah dipotong oleh scurity tersebut.

"Owalaaaa ... Mas Dewa, toh. Cepat masuk aja, Mas. Nona Shu sudah menunggu Mas di mobil hitam itu." Scurity itu menunjuk pada mobil sedan hitam metalik yang mengilat.

"Baiklah, terima kasih." Dewa berlalu pergi. Dia berlari menuju mobil tersebut.

"Maaf, Nona Shu," ucap Dewa yang langsung masuk ke mobil tersebut.

"Dasar tukang ngaret! Katanya tidak akan telat datang ke sini? Masa majikan sama sopir keduluan majikan, sih?" cerocos Magdalena atau yang lebih akrab dipanggil Nona Shu.

"Tapi ini belum jam sembilan, kok."

"Dih, ngebantah lagi. Squat jump!"

"Astaga, jangan galak-galak, Nona. Nanti malah sayang." Dewa melirik melihat perempuan yang duduk tenang di belakang.

"Hah? Aku? Sayang sama kamu?" Wajah Magdalena mendongak dan saat ini tepat di depan matanya ada sosok laki-laki tampan yang maskulin.

Wow ... dia sopirku? Batin Magdalena yang terpikat oleh ketampanan seorang Dewa.

Quote:

Jangan terlalu membenci seseorang. Antara benci dan sayang itu hanya berbeda sedikit saja. Jika terlalu benci, tidak menutup kemungkinan akan timbulnya rasa sayang. _KwanSaga_

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Skandal Sang Sopir   98 || Raka Danu [TAMAT]

    Waktu bergulir begitu cepat. Tidak terasa usia pernikahan Calvin dan Diandra sudah menginjak dua tahun. Tepat di hari pernikahan mereka yang kedua, perut Diandra terasa mulas saat siang hari. Betapa syoknya dia ketika melihat celana dalamnya ada bercak darah dan ia pun berteriak."Bi! Bibi! Tolong aku!" teriakan itu menggelegar ketika rasa mulas sedikit mereda. Rasa mulas bercampur sakit yang datang lalu menghilang, datang dan menghilang, terus saja terulang hingga ritmenya semakin cepat. "Iya, Non." Pembantunya datang menghampiri. "Aku udah mules-mules, Bi. Di celanaku juga udah ada bercak darah. Apa aku mau melahirkan, ya?" tanya Diandra sambil memejamkan mata menahan rasa sakit dan mules. "Iya, Non, sepertinya cepat itu. Mari Bibi tolong, Non Diandra duduk dulu di tempat tidur dan Bibi akan panggil dulu Pak Winoto," ujar asisten rumah tangga itu yang akan memanggil laki-laki yang menjadi sopir. Diandra mengangguk dan berjalan ke tepi ranjang dibantu oleh asisten rumah tanggany

  • Skandal Sang Sopir   97 || Fusena Andaru

    Rumah dua lantai yang terlihat elegan di atas lahan yang luas di depan, belakang serta samping kiri dan kanannya kini sudah selesai dengan rentan waktu sekitar enam bulan pengerjaan. Calvin dan Diandra kini sudah tinggal di rumah tersebut. Diandra mengatur segala perabotan di rumah itu. Ia merasa bahagia hidup bersama Calvin. Rasa syukur atas limpahan rahmat dan kebahagiaan yang menurutnya sempurna dari Tuhan. Mulai dari memiliki suami yang baik, sabar, tampan dan begitu perhatian padanya. Keadaan mereka yang tentu saja tidak merasa kekurangan bahkan dapat dikatakan bergelimang harta tetapi tidak sama sekali membuat mereka merasa tinggi hati. Seperti saat ini, Diandra dan Calvin berencana ke panti asuhan sekadar ingin memberikan santunan wajib untuk anak-anak yang mungkin kurang beruntung. "Sudah siap, Sayang?" Calvin berbisik pada istrinya yang sedang duduk di kursi riasnya. "Dikit lagi, kamu tunggu di mobil aja, Ko. Enggak lama, tinggal dikit lagi," jawab Diandra sambil menepuk-

  • Skandal Sang Sopir   96 || Over Thinking

    Calvin terbangun. Antara merasa sadar dan bermimpi saat ia merasa ada seseorang yang terisak. Perlahan matanya terbuka dan ia sempat terkejut saat istrinya terlihat duduk memunggunginya dengan suara tangis pelan. "Sayang? Kamu kenapa?" tanya Calvin setelah ia duduk di samping Diandra. Diandra tidak menjawab, ia masih terisak dan tidak mau menatap suaminya. Lagi-lagi Calvin cukup kesulitan mengorek tentang apa yang sedang dirasakan oleh Diandra. Padahal seharusnya Diandra sudah lebih bisa terbuka pada Calvin. Namun, nyatanya traumatik itu cukup sulit dihilangkan. Trauma tentang kepercayaan yang ternodai oleh perselingkuhan masih terbawa hingga dipernikahannya yang kedua. "Coba jelaskan, please, Ket. Kalau seperti ini terus, gimana aku tau salah aku di mana?" "Maafin aku." Diandra berucap bersama suara tangis serta air mata yang tertumpah di pipi, bahkan pangkal hidungnya pun sudah memerah karena terus-menerus menangis. "Sini." Calvin memeluk erat Diandra. Calvin memberikan waktu b

  • Skandal Sang Sopir   95 || Curiga

    Pernikahan Calvin dan Diandra sudah berjalan tiga bulan. Mereka tampak bahagia meski di awal-awal pernikahan cukup banyak penyesuaian. Ya, pasti akan ada banyak hal yang harus diterima, dimaklumi dan diubah. Mereka saat ini dua kepala yang harus menjadi satu hati. Dua pemikiran yang harus bisa sejalan tentu saja sulit. Namun dengan saling menerima dan saling melengkapi akan dapat dijalani dengan baik, meski di awal-awal pasti akan terasa sulit. "Sarapan dulu, Ko!" Diandra berteriak di meja makan memanggil Calvin. Saat ini Diandra memilih menjadi istri yang full time di rumah, tentu saja mengurus rumah dan suaminya. Memanjakan diri dengan aktivitas yang ia sukai dan meninggalkan kantor di mana ia bekerja. Hal ini atas kesepakatan mereka berdua tentunya. "Iya, Sayang!" jawab Calvin yang keluar dari kamar bersama dasi yang ia pegang. Diandra bangkit dari kursi, lalu meraih dasi itu untuk dipakaikan di kerah kemeja suaminya. Calvin menatap wajah yang terlihat khusuk memasangkan dasi,

  • Skandal Sang Sopir   94 || Pernikahan.

    Calvin dan Diandra saling menatap, wajah mereka berdua terlihat bingung dan juga panik. "Mas? Mas Dewa?" Diandra mencoba menepuk-nepuk tangan Dewa, tetapi tidak ada pergerakan. Calvin meletakkan telunjuk di bawah hidung Dewa bermaksud mengecek napas laki-laki yang tiba-tiba tidak sadarkan diri. Lalu melanjutkan pada pergelangan tangan untuk mengecek detak nadinya. Hilang. "Kamu tunggu di sini, aku akan kembali secepatnya." Calvin gegas persegi dari ruang inap Dewa. Diandra bingung dengan sikap Calvin, hatinya berkata kalau ada hal buruk menimpa Dewa. Ia ingin mengecek tubuh Dewa, tetapi rasa takutnya membuat nyalinya menciut. Lima, sepuluh, lima belas menit berlalu Calvin belum juga kembali hingga akhirnya Diandra nekat untuk mengecek keadaan mantan suaminya. Mulai napas dari hidung, detak di nadi dan perlahan meski terasa sesak, ia memberanikan menempelkan telinganya pada dada Dewa yang masih terpejam tak berdaya. Mata Diandra membulat ketika tanda-tanda kehidupan tidak ditunjuk

  • Skandal Sang Sopir   93 || Sesal

    Dewa telah dipindah ruangan. Saat ini Magdalena masih setia menjaganya. Kekhawatiran menyelimuti wajah cantik Magdalena setelah enam jam berlalu, Dewa belum juga siuman. Padahal, kata dokter kondisinya sudah stabil. Sekitar jam delapan malam akhirnya ada pergerakan dari tubuh Dewa. Bibirnya mengatup-atup, tetapi belum ada suara. Sontak, Magdalena pun terlihat bahagia dan takjub bahwasannya seseorang yang ia cintai telah sadar dari komanya. "Dewa?" Magdalena menggenggam tangan Dewa dengan hangat. "Andraaaa ...." lirih Dewa dengan tatapan kosong melihat langit-langit kamar inap. Ada yang sakit, tetapi tidak berdarah ketika Dewa malah menyebutkan nama wanita lain padahal yang menjaga dan membawanya ke rumah sakit itu Magdalena. Namun, ia tidak bisa marah ketika menyadari begitu mengkhawatirkannya keadaan Dewa saat ini. Rasa ibanya mengalahkan rasa kecewa yang dirasakan Magdalena. **Pernikahan Diandra semakin dekat. Semuanya sudah dipersiapkan dengan matang. Perbincangan hangat pun

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status