Tiba-tiba saja, pintu ruang kerjanya terbuka. Suara tepuk tangan terdengar menggema di ruangan itu. Kevin menolehkan kepala untuk melihat siapa yang datang.
“Wow! Apakah ada sesuatu yang membuatmu menjadi tersengat, Bos?” sindir Lukman. Kevin bangkit dari duduknya, secepat kilat ia berjalan ke arah Lukman. Ditariknya kerah kemeja pria itu lalu ia dorong dengan kasar hingga punggungnya menempel pada dinding. “Kau pikir aku orang yang bodoh dengan mudahnya bersedia menuruti perintah penjahat sepertimu?” tanyanya dengan nada tajam. “Kau salah besar! Aku akan melaporkan hal ini dan kupastikan hukuman untukmu menjadi bertambah. Tidak hanya melakukan pencurian di perusahaanku, tetapi kau juga melakukan usaha pemerasan!” Lukman tidak tampak takut, ia malah terkekeh. “Silakan saja, Bos. Dijamin citramu di mata semua rekan kerja akan menjadi buruk. Kau juga akan kehilangan beberapa kontrak penting akibat skandal yang kau ciptakan. Kurasa nilainya akan sepadan dengan hukuman yang akan diberikan kepadaku. Terlebih lagi, ibumu pasti akan langsung terkena serangan jantung begitu skandalmu terbongkar.” Lukman menyentak tangan Kevin hingga terlepas, lalu berjalan menuju sofa yang berada di ruang kerja tersebut. Ia mengeluarkan sebatang rokok dari saku kemeja berikut pemantik untuk menyalakannya. Dihisapnya dalam-dalam rokok tersebut, kemudian ia hembuskan asapnya dengan nikmat. “Setelah dipikir-pikir, sepertinya aku tidak perlu memberikan waktu selama itu untukmu, Bos! Bagaimana kalau … tiga puluh menit?” Lukman tertawa dengan ucapannya sendiri. Rahang Kevin mengetat, kedua tangannya mengepal di samping tubuh. Ia melayangkan senyum sinis yang terbit di sudut bibir. Ia menatap dingin Lukman dengan tatapan yang tidak dapat dibaca. “Keluarlah! Aku tidak takut dengan ancamanmu!” tegas Kevin. Lukman bangkit dari duduk, lalu mengeluarkan ponsel dari saku jas yang dipakainya. Terlihat ia menekan tombol pada ponsel. “Lakukan sekarang juga. Kirimkan rekaman video dan foto itu kepada orang tua Kevin. Dan pastikan mereka menonton hingga selesai. Kau dapat mengirimkan rekaman video kejadian di sana kepadaku, bahkan melakukan siaran langsung sekalipun aku tidak peduli.” Lukman terkekeh kepada seseorang di ujung sambungan telepon. Kevin bangkit dari duduknya berjalan mendekati Lukman dan berhenti tepat di hadapannya. “Jangan mengusik kedua orang tuaku!” sentaknya kesal. “Whoho, tidak semudah itu, Bos. Kau harus menutup kasusku terlebih dahulu. Lalu tandatangani kesepakatan untuk memberikan pesangon yang besar untukku.” Lukman meraih tas yang tadi dibawanya. Ia membuka tas tersebut lalu mengeluarkan sebuah map batik. Ia sodorkan kepada Kevin. “Silakan Anda tanda tangani dokumen tersebut.” Kevin membaca dokumen yang disodorkan Lukman. Ekspresi dinginnya tidak menunjukan apa yang dirasakan oleh pria itu. Selesai membacanya, ia menutup kembali tanpa menandatangani dokumen tersebut. ‘Biarlah untuk sementara ini ia berpikir dirinya menang dan berada di atas angin,’ batin Kevin. Ia lantas bersedekap dan menatap Lukman dengan tenang. “Aku tidak akan menandatangani dokumen ini tanpa ada surat pernyataan darimu, yang menyatakan kalau kau tidak akan melakukan pemerasan lagi kepadaku. Aku akan menambahkan catatan pada dokumen itu.” Kevin membuka kembali map tadi kemudian menuliskan beberapa kalimat. Setelah selesai, ia menandatangani dokumen berikut salinannya yang baru saja ia ubah. “Sekarang, perjanjian ini baru tepat untuk kita berdua.” Lukman mengambil bagian dokumen yang asli, matanya langsung mencari catatan yang baru saja dibuat Kevin. Ia mengepalkan kedua tangan dan matanya menyorot marah setelah membacanya. “Kenapa kau terlihat marah? Bukankah kau hanya ingin diriku membebaskanmu dari tuntutan hukum atas penggelapan yang kau lakukan? Aku sudah melakukannya sesuai keinginanmu. Dan perjanjian itu jelas menguntungkan kita berdua,” ucap Kevin santai. “Hah! Baiklah yang penting diriku bebas dan memperoleh pesangon. Walaupun tidak sebesar yang kuharapkan!” Lukman mengambil map berisi dokumen asli, sementara salinannya untuk Kevin. Ia berjalan menuju pintu hendak keluar dari ruangan tersebut. Dirinya tidak ingin berlama-lama melihat senyum kemenangan Kevin yang membuatnya hanya menerima setengah dari uang yang ia inginkan sebagai pesangon. “Sebelum kau keluar dari ruanganku, serahkan semua flashdisk dan salinan yang kau miliki. Orang pilihanku juga akan menemanimu untuk mengambil laptop atau komputer tempat kau membuat video itu.” Wajah Lukman tampak mengeras mendengarnya. “Kau tidak perlu menyiksaku. Aku akan memberikan semuanya padamu.” Lukman mengeluarkan bungkusan kecil dari bagian dalam jasnya. Ia kemudian menyodorkan ke tangan Kevin. “Itu adalah rekaman asli dan aku tidak memiliki salinannya lagi.” Kevin berjalan menuju meja kerjanya ia akan memastikan flashdisk yang baru saja diberikan Lukman. Memang berisi rekaman yang sama seperti apa yang tadi ia lihat. Setelah memastikan isinya sama, Kevin memberi kode kepada petugas keamanannya untuk membawa Lukman pergi. Begitu pintu ruang kerjanya sudah tertutup, Kevin menekan tombol intercom untuk menghubungi tim IT yang bekerja di perusahaan miliknya. Ia ingin memastikan apakah itu adalah rekaman asli. Ia juga ingin mencari tahu siapa wanita di dalam rekaman itu. Setelahnya, Kevin menghubungi seseorang. “Kau masih mengikuti Lukman? Pastikan ia tidak menyadari kehadiranmu.”***
Lukman menyadari sesuatu yang aneh. Sesekali matanya melirik pada kaca spion. Senyum mencemooh terbit di sudut bibirnya.
“Kau pikir aku bodoh dengan tidak mengetahui kau menyuruh seseorang untuk menguntitku?” Mobil yang dikemudikan Lukman berhenti di halaman rumah. Ia lalu turun dan berjalan memasuki rumah. Dinaikinya tangga menuju lantai dua di mana kamarnya dan Sasha terletak. Begitu dibukanya pintu, ia melihat Sasha yang sedang terbaring dengan nyamannya. Wajah Lukman menjadi gusar melihatnya, ia mengguncang dengan kasar badan istrinya itu. “Kenapa malah tidur?! Bukankah aku meminta kepadamu untuk membersihkan diri!?” Sasha bangun dari tidur sambil memegang kepala yang berdenyut nyeri. “Aku ketiduran, Mas,” sahutnya dengan suara serak. Lukman memberikan senyum mencemooh. “Hah! Dasar istri tidak berguna. Buatkan kopi untukku!” Sasha menghela nafas, menahan lidah untuk tidak membantah ucapan dari suaminya. Iaa tidak mau bertengkar. Dirinya sudah lelah secara fisik dan emosi. Perlahan, ia berjalan keluar kamar menuruni tangga menuju dapur. Sesampai di sana, ia merebus air untuk membuatkan kopi kesukaan suaminya. Setelah selesai ia keluar dari dapur dengan membawa cangkir berisi kopi panas. Dilihatnya Lukman berjalan tergesa menuruni tangga. Membuat Sasha menjadi heran. “Mau ke mana, Mas? Bukankah tadi kamu minta dibuatkan kopi?” Lukman berhenti tepat di hadapan Sasha, ia memberikan tatapan dingin, “Aku tidak menginginkannya lagi. Kau minum saja sendiri!” Pria itu kemudian berlalu pergi meninggalkan Sasha yang terpaku di tempatnya berdiri. “Aku sudah menuruti permintaanmu untuk tidur dengan bosmu. Tapi sekarang kamu bahkan tidak mau bersikap ramah padaku. Tidakkah kamu sadar kalau aku merasa tertekan dengan apa yang sudah terjadi, Mas?” Lukman berhenti berjalan, ia memutar badan menatap lekat mata Sasha. “Mengapa aku harus bersikap manis kepada istri yang sudah tidur dengan pria lain?” tudingnya, membuat Sasha terdiam seribu bahasa. “Apa kamu bilang?” tanyanya tak percaya. “Kamu yang memaksa aku tidur dengannya!” Lukman mendengus. “Tidakkah terbesit di pikiranmu kalau aku memintamu melakukannya hanya untuk menguji kesetiaanmu?”Sasha langsung bangkit dari tempatnya duduk. Ia berjalan menghampiri kedua orang tua Lukman. Berlutut di hadapan wanita yang masih berstatus sebagai ibu mertuanya. Sasha meraih jemari wanita itu. “I-ibu saya datang untuk meminta maaf atas semua kesalahan. Sa-saya memutuskan untuk bercerai dengan mas Lukman.”Ibu Lukman berdiri terpaku, ia berjalan mundur menjauhi Sasha. “A-apakah kau berselingkuh dari putraku dan membuatnya melakukan kegilaan? Hingga ia dikejar-kejar polisi. Itu semua pasti karenamu, bukan?”Sasha menggelengkan kepala menyangkal apa yang dikatakan oleh ibu Lukman. “Bu-bukan begitu kejadiannya. Mas Lukman yang memaksaku tidur dengan bosya, agar ia tidak masuk penjara. Aku tidak tau siapa ayah dari anak yang sedang kukandung.”Air mata Sasha jatuh membasahi wajahnya mengalir dengan derasnya. Perasaan malu menghinggapi perasaan Sasha, karena ia harus berkata jujur kepada kedua mertuanya. Hubungan mereka yang memang tidak pernah baik akan menjadi semakin buruk saja.Tanga
Sasha mendongak memandangi Kevin, ekspresi wajahnya terlihat terkejut. “Kau sudah bertemu dengannya? Apakah ia mau melakukannya?”Jemari Kevin meremas lembut jemari Sasha. “Iya menyetujuinya. Kau akan terbebas dari pernikahanmu dengan Lukman, begitu kau sudah melahirkan.”Senyum tersungging di bibir Sasha. Rasa bahagia menyelimuti hatinya. Bayangan akan terbebas dari ikatan pernikahan yang sudah tidak sehat lagi untuk mereka berdua.Dalam hati Kevin menggumam, “Harga dari kebebasan Sasha, aku harus membatalkan tuntutan hukumku kepada pria itu.”Kevin keluar dari kamarnya, begitu dilihatnya Sasha tertidur. Ia membiarkan tunangannya itu untuk beristirahat. Kevin memasuki ruang kerjanya untuk menghubungi pengacaranya.Bunyi pintu yang diketuk menyadarkan Kevin dari pekerjaannya. Ia kepada pekerjanya itu untuk masuk. Ternyata itu adalah Sasha.“Kau sudah bangun rupanya.” Kevin memberikan kode kepada Sasha untuk duduk di depan meja kerjanya. “Wajahmu terlihat serius, apakah ada yang ingin
“Saya akan pergi dan tidak akan kembali ke kantor. Kamu batalkan semua janji saya untuk sisa hari ini.” Kevin berjalan menuju lift.Begitu keluar dari pintu perusahaan, sopir pribadinya langsung membukakan pintu mobil bagian penumpang. Kevin duduk di kursinya dengan perasaan yang tidak nyaman. Dicobanya untuk menghubungi Sasha, tetapi panggilan telepon darinya tidak juga diangkat. Pesannya pun, bahkan tidak diangkat oleh Sasha.‘Apakah Sasha marah kepadaku, hingga ia menolak untuk mengangkat telepon, serta membalas pesanku,’ batin Kevin.Kevin meminta kepada sopirnya untuk mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Hingga dalam waktu satu jam yang seharusnya ditempuh dua jam. Ia sudah berada di depan pintu gerbang rumahnya.“Berhenti, pak!” perintah Kevin kepada sopirnya.Setelah mobil berhenti Kevin menurunkan kaca mobil, ia memanggil petugas keamanan yang berjaga untuk mendekat.“Sekarang di mana, tunangan saya itu? Ia kamu suruh masuk, bukan?” tanya Kevin dingin.Sontak saja wajah
Lukman meraih Devinna kepelukannya. “Maafkan aku Sayang! Tinggallah di sini. Aku akan menghubungi pak Kevin untuk mencari tau di mana Sasha berada, agar bisa bicara dan membereskan pernikahan kami.”Devinna memasang wajah cemberut, ia masih marah dan sedih. Karena berfikir Lukman tidak sayang dan peduli kepadanya.“Kalau kau cemberut seperti itu. Wajahmu justru terlihat cantik sekali,” goda Lukman.Senyum pun mengembang di wajah Devinna. Ia merangkulkan kedua lengannya di leher Lukman dan memberikan ciuman di wajah, serta bibir kekasihnya itu. “Jangan abaikan aku! Kita menghadapi masalah ini bersama-sama.”***Sudah satu minggu Sasha berada di panti asuhan tempatnya dibesarkan. Ia merasakan kerinduan yang mendalam kepada Kevin. Pria itu menepati janjinya tidak menghubungi atau datang melihat dirinya.‘Kevin benar-benar marah kepadaku. Aku merindukannya apa yang harus kulakukan untuk membuatnya datang kepadaku? Apa aku yang menyusul Kevin,’ batin Sasha.Suara ketukan di pintu kamarnya
Plak!Sebuah tamparan mendarat di wajah Lukman. Ayahnya menatap berang putra semata tunggalnya itu. “Kamu berani melawan kami orang tuamu hanya karena wanita itu! Kamu bahkan mengkhianati kesucian pernikahanmu dengan Sasha. Wanita yang kami tolak menjadi istrimu, tetapi kau tetap bersikeras menjadikannya istri.”Devinna membelalakkan matanya, ia tidak mengetahui akan hal itu. Dirinya selama ini mengira Sasha menantu pilihan dan kesayangan orang tua Lukman.“Kami merasa setuju, kalau Sasha meminta bercerai darimu. Kamu suami yang tidak bisa menjadi seorang kepala keluarga. Kamu sudah membuat kecewa banyak orang. Selesaikan masalahmu sendiri dan jangan datang kepada kami, kalau wanita ular yang bersamamu mencampakkanmu di saat kau tidak punya apa-apa!” berang ayah Lukman.Ibu Lukman hanya bisa menangis dengan wajah yang menyiratkan kesedihan bercampur kecewa. Tidak ada kata-kata yang sanggup keluar dari bibirnya. Ia merasakan sakitnya, karena putranya telah mencorang nama baik keluarga.
Devinna memandangi kepergian Kevin sampai pria itu menghilang dari balik pintu. Barulah ia berbalik meliihat kepada Lukman. “Katakan kepadaku tadi kenapa kau terlihat ragu dan sedih untuk menyetujui menyeraikan Sasha? Aakah kau masih mencintai wanita itu? Kau menyakitiku!”Lukman yang masih bingung dengan perasaannya memandangi Devinna. Ekspresi wajahnya terlihat sedih. “Aku sudah mengecewakanmu dan membuat kau terluka, bukan? Aku memang pria yang tidak bertanggung jawab. Karena tidak hanya kau saja yang terluka karenaku, tetapi juga Sasha!”Devinna membuka mulut hendak membentak Lukman. Yang masih saja membawa nama Sasha dengan penuh cinta. Akan tetapi begitu dilihatnya ekspresi pria itu yang terlihat datar, serta tatapan mata hampa. Membuatnya terdiam, ia tidak siap melihat kehancuran di wajah pria yang dicintainya,“Aku belum sepenuhnya menjadi wanita yang kau cintai, bukan? Akan selalu ada Sasha di hatimu. Apalah artinya diriku ini wanita jahat yang merebut seorang suami dari istr
Lukman memberikan kode kepada Devinna untuk tetap di tempatnya. Dirinyalah yang akan melihat siapa yang datang. Alangkah terkejutnya Lukman melihat siapa yang datang begitu pintu dibukanya. “Pak Kevin! Apa yang Bapak lakukan di sini?”Kevin memberikan senyum sinis kepada Lukman. Ia berdiri dengan tangan terlipat di dada, serta tatapan mata yang membuat Lukman gemetar.“Apakah kau akan mempersilakan kepadaku untuk masuk atau kita berbicara di luar saja?” tanya Kevin dingin.Lukman melirik ke dalam kamar di mana Devinna terlihat penasaran. Tidak ada yang salah, kalau mereka berbicara di dalam. Mereka tidak akan menarik perhatian orang lain, yang bisa saja menjadi tertarik dan dapat mengenali mereka semua. Itu jelas tidak baik bagi dirinya dan Devinna yang sedang dalam pelarian.“Tentu saja! Mari kita berbicara di dalam, silakan masuk.” Lukman membuka lebar pintu kamarnya.Devinna membelalakkan matanya begitu melihat siapa yang datang. “Pak Kevin! Bagaimana Bapak bisa menemukan kami?”“H
Sasha terpaku di tempatnya berdiri, ia sama sekali tidak menduga reaksi Kevin akan seperti itu. “Mas Kevin mau kemana?”Sasha akan membiasakan dirinya untuk memanggil Kevin dengan panggilan, Mas. Karena pria itu sekarang adalah tunangannya.Kevin tidak menoleh ke belakang, ia terlalu marah untuk dapat dibujuk dengan permintaan maaf dari Sasha. Ia cemburu, karena dari kalimat yang diucapkan Sasha tadi secara tersirat ia masih mencintai Lukman.Duduk di balik kemudinya, Kevin menggenggam dengan erat kemudi di tangannya. “Brengsek! Kenapa aku merasa diriku masih harus bersaing dengan Lukman? Kalau Sasha memang masih mencintai suaminya itu aku tidak akan memaksanya.’Dinyalakannya mesin mobil dengan kecepatan tinggi untuk meluapkan emosinya. Ia akan meninggalkan Sasha di sana dan tidak peduli apakah wanita itu akan datang kepadanya atau tidak. Ia sudah bosan dengan sikap labil Sasha.***Sasha menangis dipelukan ibu panti. Ia merasa sedih dan terluka, Kevin marah karena dirinya. Ia tau pr
Kevin menyentuhkan keningnya dengan kening Sasha. Senyum mengembang di wajahnya dan itu dapat dirasakan oleh Sasha. “Kamu terlalu banyak menonton berita kriiminal dan drama. Aku tidak akan melakukan hal yang jahat kepada wanita yang kucintai.”Tangan Kevin terulur melepaskan sabuk pengaman yang dipakai Sasha kemudian ia membuka pintu mobi, lalu keluar dari sana. Tangannya terulur memegang tangan Sasha membantunya untuk turun dari mobil tersebut.“Hati-hati! Tundukkan kepalamu, biar tidak terbentur pintu mobil,” peringat Kevin.“Kalau aku sampai terbentur atau jatuh itu salah siapa? Kenapa juga mataku mesti di tutup? Apa yang begitu rahasia?” ketus Sasha.Kevin tertawa kecil mendengar Sasha yang marah. Ia mengacak rambut wanita itu yang tentu saja tidak dapat membalasnya.Berdiri di belakang punggung Sasha, Kevin membantu tunangannya itu memasuki sebuah bangunan sederhana. Ia memberikan kode kepada tuan rumah yang menyambut kedatangan mereka untuk menutup mulut, tidak bersuara. Dan mer