Home / Romansa / Skandal Satu Malam / Bab 6. Siapa Dia, Claudia?

Share

Bab 6. Siapa Dia, Claudia?

last update Last Updated: 2023-07-21 17:16:14

“Claudia, ini minumlah. Air es bisa membuatmu sedikit merasa segar.” Gilbert memberikan orange juice yang sudah dia pesan untuk Claudia yang duduk melamun di kantin sendirian.

Cluadia menatap Gilbert dan tersenyum sambil menerima orange juice pemberian teman itu, dan meminum perlahan. “Thanks, Gilbert.”

Gilbert duduk di samping Claudia dengan senyuman tulus di wajahnya. “You’re welcome. Claudia, wajahmu terlihat berbeda. Tidak seperti biasanya.”

“Hm? Berbeda bagaimana?” Claudia berusaha bersikap normal, meski banyak sekali beban pikiran yang mengusik ketenangannya.

“Apa kau memiliki masalah?” tanya Gilbert mencemaskan keadaan Claudia. Pemuda itu khawatir kalau Claudia memiliki masalah yang dipendam. Pasalnya, biasanya Claudia selalu ceria. Tidak seperti sekarang ini.

Claudia kembali meminum orange juice-nya. “Tidak, Gilbert. Aku tidak memiliki masalah. Aku hanya lelah saja. Belakangan ini banyak sekali yang harus aku kerjakan.”  

Claudia memang sekarang ini membutuhkan tempat untuk bercerita, meluapkan perasaannya yang kacau. Akan tetapi, tidak mungkin dia memberi tahukan Gilbert tentang yang dia rasakan saat ini. Pun dia tidak bisa berbagi masalah pada Gilbert.

“Kau yakin?” tanya Gilbert memastikan.

Claudia tersenyum. “Sangat yakin. Kau jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Hanya sedikit pusing karena banyak sekali yang harus aku kerjakan.”

Gilbert manggut-manggut. “Memang menjelang lulus kuliah, pasti banyak sekali yang harus dikerjakan. Oh, ya, aku lupa bertanya, tadi pagi kau diantar siapa?”

“Kakak iparku,” jawab Claudia pelan. 

“Kenapa kau tidak membawa mobilmu, Claudia?”

“Mobilku masuk bengkel. Kakakku kemarin membawa mobilku dan menabrak dinding.”

“Harusnya kau menghubungiku. Aku bisa menjemputmu.”

“Tidak usah, Gilbert. Aku tidak mau merepotkanmu.” Claudia menolak sopan dan lembut. Gadis itu tak ingin menyusahkan Gilbert. 

“Sama sekali tidak merepotkan.” Gilbert tersenyum. “Nanti pulang dari kampus, biar aku saja yang mengantarmu. Oke?”

“Gilbert—”

Come on, Claudia. Biar aku saja yang mengantarmu.” Gilbert membujuk Claudia.

Claudia menghela napas panjang. “Baiklah. Terima kasih.”

Gilbert menatap Claudia dengan tatapan hangat. “Tidak usah terima kasih. Aku senang mengantarmu pulang. Bahkan aku senang bisa selalu ada di dekatmu.”

***

Ella duduk di ruang tengah seraya menikmati salad yang baru saja diantar oleh sang pelayan. Baru menikah, membuat Ella sedikit malas untuk bekerja. Wanita itu lebih memilih untuk bersantai di rumah.   

Terkadang, malah yang Ella lakukan adalah pergi berbelanja sepauasnya. Sekarang ini dia memiliki suami hebat yang memberikannya banyak sekali uang, tanpa perlu harus bekerja. Itu kenapa Ella kerap terlena dengan uang yang dimanjakan oleh Christian.

“Ella, apa kau memiliki rencana untuk berlibur dengan Christian? Maksud Mommy setelah project Christian selesai.” Grania menghampiri Ella.

“Hm, mungkin iya, Mom. Tapi aku harus bertanya dulu pada Christian. Dia selalu sibuk. Aku tidak mau dia malah marah padaku karena aku egois,” jawab Ella sambil menguyah salad.

Grania membelai rambut Ella. “Iya, kau ajak bicara Christian pelan-pelan. Bagaimanapun, kau dan Christian kan baru menikah. Jadi kalian sangat wajib menikmati masa bulan madu kalian.”

Ella tersenyum dan mengangguk merespon ucapan sang ibu. “Oh, ya, Mom apa sopir sudah menjemput Claudia?”

“Tadi Claudia mengirimkan pesan pada Mommy, dia bilang akan diantar temannya,” jawab Grania sambil mengambil cangkir teh yang ada di hadapannya, dan menyesap teh yang dibuatkan pelayan secara perlahan.

Ella menatap Grania lekat. “Siapa, Mom? Ah, atau jangan-jangan pemuda yang waktu itu aku lihat selalu di dekat Claudia.”

Grania tersenyum. “Memangnya Claudia sedang dekat dengan seorang pria?”

“Waktu itu aku pernah mengantar Claudia ke kampus. Lalu dia seperti akrab dengan pemuda tampan yang satu kuliah dengannya. Hm, tapi, Mom, aku lupa nama pemuda itu.” Ella menepuk keningnya pelan. “Astaga, aku ini belum tua tapi sudah pelupa. Aku hanya ingat wajahnya, tapi tidak dengan namanya.”

Grania menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sudahlah, Claudia itu masih kecil. Dia belum waktunya memiliki kekasih.”

Sebelah alis Ella terangkat. “Are you kidding, Mom? Claudia sudah 20 tahun. She’s not a baby anymore.

Grania meletakan cangkir teh ke atas meja. “Bagi Mommy, adikmu itu masih bayi. Lebih baik dia tidak usah mengenal pria. Nanti Mommy akan pilihkan jodoh untuknya. Seperti Mommy dan Daddy yang menjodohkanmu dengan Christian.”

Ella mendesah panjang. Ya, Ella sudah lima tahun dijodohkan oleh Christian. Tepatnya di ulang tahunnya kemarin memasuki angka 30 tahun, dia dan Christian akhirnya memutuskan menikah. Ella dan Christian memiliki usia yang sama. Itu yang membuat mereka kerap saling memahami satu sama lain.  

Suara langkah kaki terdengar. Refleks, Ella dan Grania mengalihkan pandangan mereka pada sumber suara itu—tampak senyuman di wajah Ella terlukis melihat Christian pulang lebih awal.

Ella bangkit berdiri dan memeluk sang suami, dengan pelukan hangat. “Sayang, kau pulang lebih awal?” tanyanya pada sang suami.

Christian mengecup kening Ella. “Iya, aku pulang lebih awal. Aku akan melanjutkan pekerjaanku di rumah.”

Ella tersenyum riang.

Suara mobil baru datang terdengar…

“Ella, sepertinya adikmu sudah pulang,” ujar Grania hangat.

“Ayo kita temui Claudia. Aku ingin tahu siapa yang mengantar adikku.” Ella berkata begitu senang, lalu dia menarik tangan Christian, mengajak sang suami untuk ke depan rumah.

Raut wajah Christian berubah terkejut di kala Ella mengajaknya begitu antusias. Christian ingin menolak, namun sulit karena Ella menarik-narik tangannya, seakan memaksa dirinya untuk ikut ke depan.

Bye, Gilbert.” Claudia melambaikan tangannya, di kala mobil Gilbert mulai pergi meninggalkan rumahnya. Wajah cantik Claudia melukiskan senyuman indah dan manis.

“Ehm!” Ella berdeham, menghampiri Claudia bersama dengan suami dan ibunya.

“Kalian di sini?” Claudia berbalik, menatap terkejut Ella bersama Christian dan juga ibunya ada di hadapannya. Claudia sama sekali tak menyadari kalau ada yang datang.

Ella tersenyum-senyum sengaja menggoda adiknya. “Kau tadi diantar siapa?”

“Temanku, Kak,” jawab Claudia pelan.

Grania mendekat dan merengkuh bahu putri bungsunya. “Hanya teman, kan, Sayang?”

“Iya, teman, Mom.” Claudia sedikit menunduk, dia merasa kalau Christian menatapnya. “Kak, Mom. Aku ingin masuk ke kamar dulu. Aku lelah.” Lalu, Claudia mengecup pipi ibunya dan kakaknya—melangkah pergi menuju ke kamarnya. Gadis itu sengaja menghindar, karena selain tak ingin banyak ditanya, dia pun tak ingin melihat Christian.

“Ah, Mom. Claudia menghindar. Dia sepertinya tidak ingin memberi tahu kita. Padahal aku ingin sekali tahu siapa pria yang mengantarnya pulang.” Ella melipat tangan di depan dada, menatap kesal Claudia yang pergi begitu saja.

Grania tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. “Ella, Mommy yakin itu pasti teman. Kau tahu kan Claudia itu selalu menceritakan apa pun pada kita. Dia tidak mungkin menyembunyikan sesuatu dari kita.”

Ella mendesah pelan. “Tapi selama ini Claudia belum pernah menceritakan tentang pria. Aku sangat ingin sekali memberikan saran padanya tentang pria. Aku ingin Claudia mendapatkan pria yang terbaik. Seperti aku mendapatkan Christian.”

Grania membelai pipi Ella. “Kau tenang saja. Akan tiba waktunya Mommy dan Daddy memperkenalkan Claudia dengan pria yang baik.”

“Mom, tapi kalau Claudia menolak dijodohkan bagaimana? Mungkin saja dia memiliki kekasih pilihannya sendiri,” ujar Ella seraya menatap Grania.

Grania kembali tersenyum. “Kau tenang saja, Sayang. Mommy akan tetap mengutamakan kebahagiaan Claudia. Yasudah lebih baik kita masuk. Kau tidak usah pikirkan Claudia. Kau pikirkan saja dirimu. Mommy tidak sabar ingin menimang cucu.”

Pipi Ella tersipu malu, dan langsung memeluk lengan Christian. “Iya, Mom. Doakan saja aku dan Christian bisa segera memberikan cucu untukmu.”

Ella bersama dengan ibu dan suaminya masuk ke dalam rumah. Tampak raut wajah Christian berubah menjadi dingin. Sejak tadi Christian hanya diam mendengar percakapan antara Ella dan Grania. Namun, entah kenapa percakapan itu sangatlah mengusik ketenangannya.

Christian mengumpat dalam hati di kala percakapan istri dan mertuanya terngiang di benaknya. Percakapan bukan tentang kehidupan rumah tangganya dengan Ella, melainkan percakapan tentang Claudia.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Melki
Ceritanya bagus tapi tidak selesai bikin malas untuk membacanya
goodnovel comment avatar
Widar Waruwu
penasaran alur ceritanya
goodnovel comment avatar
Desi Kenzo
bagus ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Skandal Satu Malam    Bab 155. Ending Scene (TAMAT)

    Pagi buta Claudia sudah terbangun. Kedua anaknya sudah menunggu di depan semangat karena akan diajak jalan-jalan. Entah jalan-jalan ke mana. Claudia tak tahu, karena Christian tidak bilang padanya. Yang pasti Claudia percaya bahwa sang suami akan membawanya ke tempat yang indah.Barang-barang yang dibawa telah dimasukan ke dalam mobil. Claudia dibantu pelayan untuk packing. Untungnya dia mendapatkan bantuan dari pelayan. Jika tidak, maka pastinya dia akan sangat kerepotan. Namun memang selama ini Claudia selalu dibantu oleh pelayan.“Claudia, apa kau sudah siap?” tanya Christian sambil memakai arloji.Claudia mengoleskan lipstick di bibirnya. “Sudah, Sayang. Aku sudah siap.”“Kita keluar sekarang. Anak-anak sudah menunggu kita.” Christian merengkuh bahu Claudia—mengajak sang istri ke luar kamar.“Mommy, Daddy, ayo kita jalan-jalan.” Caleb dan Cambrie memekik kegirangan tak sabar.Christian dan Claudia tersenyum samar. “Oke, let’s go. Kita berangkat sekarang.”Christian menggendong Cam

  • Skandal Satu Malam    Bab 154. Extra Part VI

    Mansion Claudia dan Christian dipuji oleh Nicole. Mansion megah yang telah didesain khusus oleh Claudia. Mansion ini adalah hadiah dari Christian untuk Claudia. Pria itu mencuri gambar rumah megah yang pernah digambar oleh Claudia. Sekarang hasil curian gambar itu, telah menjelma menjadi sebuah mansion mewah.Saat ini Claudia dan Christian tengah duduk di ruang tengah bersama dengan Nicole, Oliver, Ella, dan Elan. Mereka baru saja selesai makan siang bersama. Anak-anak mereka tengah bermain di taman belakang. Tentunya diawasi oleh para pengasuh mereka. “Claudia, rumahmu benar-benar indah. Rumah ini kau yang desain, kan?” tanya Nicole lembut—dan direspon anggukkan oleh Claudia.“Iya. Aku yang merancang rumah ini. Tadinya aku ingin mengumpulkan uang dari hasil kerja kerasku dan membangun rumah ini.” Claudia tersenyum malu.“Tapi akhirnya suamimu yang membangun rumah indah yang ada di kertas gambarmu.” Nicole menjawab lembut. Sebelumnya, dia sudah pernah diceritakan tentang gambar Clau

  • Skandal Satu Malam    Bab 153. Extra Part V

    *Claudia, aku dan Oliver serta anak-anak kami siang ini akan main ke tempatmu. Apa kau ada di rumah?* Claudia yang baru saja membuka mata, di kala pagi menyapa, dikejutkan dengan pesan yang dikirimkan oleh Nicole. Detik itu juga, Claudia menyibak selimut—turun dari ranjang seraya mengikat asal rambutnya. “Christian, Christian.” Claudia memanggil sang suami, karena suami tercintanya itu tidak ada di ranjang. Itu menandakan sang suami sudah bangun.“Iya, Claudia.” Christian melangkah keluar dari walk-in closet—tengah memakai dasi. Pria tampan itu sudah bersiap ingin ke kantor.Claudia mendekat dan melepaskan dasi Christian. Sontak, Christian terkejut akan tindakan Claudia—yang melepas dasinya begitu saja.“Claudia, apa yang—”“Hari ini kau tidak usah ke kantor. Nicole, Oliver, dan dua anaknya datang.”“Claudia, aku ada meeting penting.”“Kau CEO dari Hastings Group. Kau memiliki kuasa. Aku yakin kau bisa mengatur meeting dilain waktu.”Suara dering ponsel Christian terdengar. Buru-bu

  • Skandal Satu Malam    Bab 152. Extra Part IV

    “Oh, Tuhan. Elyana! Efraim! Kenapa bisa kalian merusak lukisan Mommy yang sudah Mommy pesan untuk Grandma?” Ella mengomel seraya memijat keningnya merasakan pusing luar biasa. Anak perempuan dan anak laki-lakinya merusak lukisan yang baru saja dia pesan di pelelangan seni. Lukisan harga fantastis itu sengaja Ella beli untuk dia hadiahkan pada ibunya.“Mommy, aku tidak salah. Efraim yang salah. Aku tidak salah.” Elyana membela diri, karena tidak mau disalahkan oleh ibunya. Pun dia memang tak sepenuhnya salah. Efraim—adiknya yang terlibat.Efraim mendelik, menatap tajam sang kakak. “Kak, kenapa kau menyalahkanku? Kau yang berlari mengejarku sampai wine jatuh ke atas lukisan Mommy.”Elyana berdecak kesal. “Kau menyembunyikan barbie yang dibelikan Grandpa!”“Aku tidak menyembunyikannya.”“Kau bohong! Kau menyembunyikan barbie pemberian dari Grandpa.” “Astaga! Kenapa kalian sekarang berdebat? Ini bagaimana lukisan Mommy? Besok Mommy akan memberikan lukisan ini pada Grandma Grania. Tapi ka

  • Skandal Satu Malam    Bab 151. Extra Part III

    Caleb duduk di ranjang sambil memeluk bantal dengan raut wajah kesal. Bocah laki-laki itu kesal dengan Oscar, dan juga kesal dengan ibunya yang tak membelanya. Yang dia inginkan adalah ibunya membelanya. Tapi sayang, ibunya malah tak membela dirinya. “Sepertinya, kau baru saja melalui hari buruk.” Christian masuk ke dalam kamar putra sulungnya—dan duduk di samping putranya itu. Dia sudah melihat raut wajah Caleb menunjukkan jelas rasa kesal.Caleb mengembuskan napas kesal. “Dad, aku sudah diomeli Mom. Jika kau datang hanya ingin mengomeliku juga, lebih baik kau keluar kamarku saja. Aku pusing. Tidak ada yang mau mengerti diriku.”“Tujuanku datang ke sini bukan memerahimu.” Christian menjawab dengan tenang.Caleb mengalihkan pandangannya, menatap Christian. “Kau tidak memerahiku?”Christian menggelengkan kepalanya. “Nope. Aku tidak memerahimu.”Caleb merasa curiga. “Jangan-jangan kau langsung memberikanku hukuman?”Christian tersenyum samar. “Apa pernah aku sekejam itu padamu, Caleb?

  • Skandal Satu Malam    Bab 150. Extra Part II

    “Mommy, kapan kita kan kembali ke London? Aku rindu Grandpa dan Grandma.”Olivia memeluk boneka kecil, menghampiri ibunya, mengajak bicara, bertanya kapan kembali ke London. Karena dia sudah cukup lama berada di New York. Itu kenapa sekarang gadis kecil itu bertanya kapan bisa kembali ke kotanya sendiri.Nicole menunduk, menatap penuh kasih sayang putri kecilnya. “Mommy belum tahu, nanti Mommy tanya Daddy dulu. Sekarang kau masuk ke kamarmu, Nak. Kau istirahatlah.”Olivia mengerjap beberapa kali. “Mommy, masih marah pada Oscar?”Nicole menghela napas dalam. “No, Honey. Mommy tidak marah pada Oscar. Kau masuklah ke kamar. Istirahat. Jangan bermain games.”Olivia memilih mengangguk patuh. Gadis kecil itu pun sudah lelah karena sejak tadi bersepeda. Dia masuk ke dalam kamarnya. Tepat di kala Olivia sudah masuk ke dalam kamar, Nicole segera menghubungi Oliver.“Oliver?” panggil Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, aku sedang sibuk bersama client-ku. Nanti aku akan menghubungimu,” uja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status