Share

Bab 7: Hari Pertama

“Sergio, sebenarnya apa yang kamu sembunyikan?”

Livy turun dari ranjang lalu mendekati suaminya. Ia menyelami kedua mata sang suami, menuntut jawaban.

“Ah sudahlah.” Sergio mengibaskan tangan. “Kamu ‘kan tidak pernah kerja, jadi tidak tahu kalau kertas itu penting.” Pria itu meraih tas dan melenggang pergi.

Livy terlonjak, karena Sergio keluar kamar dan membanting pintu dengan kasar. Ia geleng-geleng kepala, betapa berliku kehidupan rumah tangganya. Sembari mengusap dada, Livy bergegas melakukan aktfitasnya.

Setelah selesai, ia bergegas ke toko roti. Hari ini ada pegawai baru, setidaknya kesibukan di toko membuat Livy bisa melupakan sejenak masalah di rumah. 

Livy membuka toko hingga hari berubah gelap, karenanya ia membeli makanan siap saji. Badannya terlalu lemah harus memasak. Rasanya ingin sekali mengambil hari libur, tetapi tidak bisa karena esok adalah hari pertama Livy berkerja sama dengan Torres Inc.

Wanita itu menghela napas panjang, lalu menyemangati diri sendiri, ‘Kamu pasti bisa Livy!’ 

**

Keesokan harinya, karena ingin memastikan segalanya berjalan mulus, Livy turun tangan secara langsung untuk menyerahkan pesanan Torres Inc. Ia terpana menatap gedung percakar langit. Jauh lebih megah daripada kantor suaminya.

Akan tetapi, wajah Livy berubah mendung. Ia melihat para wanita cantik berpakaian rapi serta modis memasuki gedung utama. Seketika bola mata coklat menurunkan pandangan, membandingkan dengan penampilannya.

Ia mengembuskan napas, meneguhkan hati agar tetap percaya diri. Livy berjalan menuju meja resepsionis. Kemudian diantar ke area ruang makan serta dapur. Di sini, tanpa sungkan dan canggung, wanita mungil itu berbaur bersama petugas menata makanan.

Saking sibuk dengan kegiatan baru, Livy tidak menyadari seluruh petugas sedikit membungkuk hingga ia melihat pantulan seorang pria melalui kaca. Setelan jas mahal membalut tubuh atletis itu, derap langkah sepatu pantofel kian mendekat, memberi beban tersendiri pada kedua pundaknya.

Livy memutar badan, turut memberi hormat. Ia tahu sosok itu adalah Presdir Torres Inc, kakak iparnya, El.

“Selamat pagi Livyata, semoga hari ini menjadi awal yang baik bagi hubungan kita.” El mengulurkan tangan.

Namun, Livy tidak fokus akibat mendengar kalimat yang keluar dari bibir kakak iparnya. Ia mendongak dan memandangi kedua manik biru safir yang tampak indah.

‘Hubungan kita?' kata Livy dalam hati.

“Livy? Kenapa melamun?” El mengerutkan kening.

“Oh ya. T-terima kasih,” ujar Livy pada akhirnya dengan perasaan gugup.

Tidak diduga, El menarik tangannya dan membawa Livy duduk di meja khusus petinggi perusahaan. Keduanya sempat menjadi tontonan para pegawai, tetapi mereka langsung mengalihkan perhatian ketika sang presdir menyorot tajam.

“Duduklah!” El mempersilakan Livy, menarik kursi dan meletakkan serbet di atas paha.

Sungguh perlakukan yang teramat sangat manis. Bahkan selama menikah dengan Sergio, belum pernah suaminya itu bersikap sebaik ini.

“Pasti kamu terlalu sibuk sampai lupa tidak sarapan. Kita makan bersama, temani aku!” El mengangkat tangan kepada petugas.

Benar saja, beban pada pundak Livy semakin berat. Ia tidak bisa terus menerus menerima bentuk  perhatian dari kakak iparnya. Wajah garang Sonia selalu muncul dalam benaknya.

“Kak, a-ku bisa makan bersama tim yang lain. Ini tidak pantas—“

“Apa yang tidak pantas? Kamu rekan kerja sama Torres Inc, tidak salah ‘kan kalau aku memperlakukanmu dengan baik?”

Spontan Livy mengangguk, mata El seolah menekankan tidak menerima bantahan. Bahkan Livy terpana, kharisma pria di depannya ini mengalihkan dunianya.

Tanpa sadar El telah menghabiskan setengah porsi roti isi. Pria itu, tampak menikmati, berulang kali El mengacungkan ibu jari.

“Kamu memang berbakat Livy, tetap semangat dan …” El tersenyum sebab pagi ini tingkah Livy menggemaskan. Tiba-tiba, otaknya memiliki ide cemerlang, ia mendekat dan duduk tepat di samping Livy. “Bagaimana menurutmu, hari ini aku tampan bukan?”

“Iya Kak.” Livy mengerjap, langsung memukul bibirnya lancang. Lebih terkejut lagi karena El telah berada di sisinya, melengkungkan senyum yang teramat manis. “Maaf Kak, aku tidak bermaksud kurang ajar.”

Livy meraih segelas air, tetapi karena gugup, menumpahkan isinya sehingga membasahi kemeja. Otomatis, ia bergerak mundur dan berdiri memandangi pakaiannya. Sial, ia menggunakan warna putih sehingga pakaian dalamnya bisa terlihat semua orang.

Sigap, El melepas jas dan melekatkannya ke badan Livy. Tanpa membuang waktu, ia menggiring wanita ini keluar dari ruang makan.

Livy menunduk saja karena menahan malu, ternyata El membawanya ke ruang kerja.

“Tunggu di sini, aku akan minta sekretarisku membeli baju baru.”

“Ti-tidak perlu Kak, aku terlalu banyak merepotkan.”

El tidak mengindahkan penolakan Livy, pria pemilik perusahaan terbesar di Spanyol ini keluar ruangan. Entah apa yang dilakukan oleh kakak iparnya, tidak membutuhkan waktu lama, El kembali masuk menyerahkan pakaian bersih.

“Ganti di sana, bajumu tidak bisa kering dengan cepat.” El menunjuk pintu di ujung ruangan.

Livy menurut serta tidak banyak tanya, segera masuk ke toilet. Rasanya malu sekali karena bertindak gegabah di hari pertama. Ia terus menenangkan diri sembari menatap pantulannya pada cermin.

Ketika Livy keluar dari toilet, ia mematung dan kebingungan. Pasalnya, tidak menyangka Sonia datang mengunjungi El. Sekarang, Livy bagaikan seorang selingkuhan yang menyaksikan secara langsung kemesraan dari sepasang suami istri itu.

“Hah, Livy, kenapa kamu ada di sini?” Sonia turun dari atas paha El. Kakak angkatnya ini sibuk merapikan dress yang berantakan. “Sayang, apa yang kalian lakukan? Kamu menyembunyikan Livy di toilet?”

“Kak, aku ke sini karena—“

“Diam kamu! Aku bertanya pada suamiku,” hardik Sonia.

Tidak tinggal diam, El menyerahkan berkas kerja sama ke tangan Sonia. “Mulai hari ini toko roti Livy bertugas menyiapkan sarapan bagi seluruh karyawan Torres Inc. Jangan berpikiran macam-macam Sonia!”

Kakak angkatnya itu membuka berkas, sesekali melayangkan tatapan tajam penuh intimidasi. Livy yakin setelah ini Sonia akan semakin membencinya. Sungguh ia tidak berniat masuk ke ruangan kakak ipar, semua terjadi karena tidak disengaja.

“Ok aku percaya. Tapi kamu tidak harus masuk ke ruang kerja suamiku ‘kan?” Sonia memang memelankan suara tetapi raut wajahnya tidak berubah.

“Baiklah, kalau begitu seluruh rekan kerja Torres Inc tidak boleh masuk ke ruang Presdir.” El bersiap menghubungi seseorang.

“Eh sayang bukan begitu maksudku. Jangan salah paham El.” Sonia membalik badan.

Sesaat, Livy bisa bernapas lega. Tetapi El mengabaikan Sonia yang mendekat, pria itu memilih mengayunkan kaki ke arah Livy. Mengeluarkan sesuatu dari saku kemeja, El meraih tangan kanan Livy, memberikan sesuatu seraya tersenyum tipis.

“Apa ini, Kak?” Livy menatap telapak tangannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status