Alvarendra terkejut tatapannya berubah menjadi tajam kilatan amarah terpancar dari kedua matanya, melihat istrinya sedang berpelukan dengan pria lain.
"Beraninya Aretha selingkuh di belakangku." Ujarnya dengan kedua tangannya mengepal kuat, dadanya naik turun menahan amarah. Dia mengurungkan niatnya menuju toilet, membalikkan badannya keluar dari restoran "Maaf Kak, kita tidak mungkin bisa bersama lagi aku sudah menikah." Evan tersentak kaget mendengar pengakuan Aretha, refleks melepaskan pelukannya sambil menggelengkan kepalanya pelan seolah tidak percaya. "Kak, aku pergi dulu." Pamit Aretha berjalan menjauh dari Evan. Evan hanya diam mematung menatap Aretha yang berjalan menjauh darinya, tanpa ada niat sedikit pun untuk menghentikannya. "Menikah?" Gumam Evan lirih mencoba mencerna ucapan Aretha yang mengatakan telah menikah. "Aretha, Kenapa kamu melakukan semua ini kepadaku?" Evan memegangi kepalanya dengan kedua telapak tangannya, menyandarkan punggungnya pada dinding di belakangnya. Perlahan tub_uhnya merosot ke lantai. Evan terlihat begitu rapuh, tanpa sadar setitik air matanya menetes dari sudut matanya. Dia merasa dikhianati, Wanita yang dicintainya telah menikah dengan pria lain. "Aretha." Gumam Evan lirih mengusap wajahnya dengan kasar lalu berdiri. Dia tidak pernah menyangka hubungannya dengan Aretha akan berakhir seperti ini. Dadanya terasa sesak mengetahui Aretha sudah menikah dengan pria lain. Dengan langkah gontai Evan menghampiri teman-temannya. "Evan, kamu kenapa?" Tanya Kevin (temannya Evan) merasa heran melihat wajah Evan tampak murung. "Nggak apa-apa, aku pulang dulu." Pamit Evan kepada teman-temannya. "Serius Bro? Padahal aku sudah memesan makanan untukmu." Kevin merasa kecewa dengan Evan yang memilih pulang lebih awal. "Buat kalian saja." ujar Evan lesu. "Evan, sebenarnya ada apa kenapa tiba-tiba pulang padahal kamu belum makan?" Kevin merasa penasaran melihat Evan seperti sedang terkena masalah. "Aku nggak enak badan." Jawab Evan singkat lalu pergi meninggalkan teman-temannya. Aretha juga berpamitan kepada kedua temannya. "Shela, Risa aku pulang dulu." Pamit Aretha dengan suara sedikit serak. Shela dan Risa yang sedang asik mengobrol seketika menoleh setelah mendengar ucapan Aretha. "Aretha, kamu kenapa?" Tanya Shela heran mendengar suara Aretha sedikit serat serta kedua matanya yang tampak sembab. "Aku nggak apa-apa."Jawab Aretha berusaha tersenyum. "Aretha, kamu habis nangis? Kalau ada masalah cerita mungkin kami bisa membantumu!" Shela dan Risa merasa heran melihat mata Ayra tampak sembab. Mereka yakin Aretha sedang ada masalah. "Mana ada, aku baik-baik saja. Aku pulang dulu." Aretha berusaha tersenyum menyangkal tuduhan kedua temannya. Setelahnya dia keluar dari restoran meninggalkan kedua temannya. "Padahal kita sudah menunggunya dari tadi, dia malah pergi begitu saja." Risa mendengus kesal. Setelah berada di depan restoran terlihat seorang pria berjalan menghampiri Aretha. Pria tersebut tidak lain adalah Fano (asisten sekaligus sopir pribadi Alvarendra. "Bu Aretha, Pak Alvarendra sudah menunggunya di dalam mobil." Aretha terkejut mendengar ucapan Fano. "Mas Alvarendra ada di sini? Semoga saja dia tidak melihat ketika Kak Evan memelukku!" Batin Aretha penuh harap tidak ingin terjadi kesalahpahaman. "Bu Aretha." Aretha tersentak kaget mendengar nada suara Fano yang lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya, menyadarkannya dari lamunannya. "Iya Fan ada apa?" Aretha menoleh ke arah Fano. "Bu, ayo ke mobil sekarang! Pak Alvarendra sudah menunggu ibu di sana." "Iya ayo." Aretha mengikuti Fano yang berjalan menuju ke mobil Alvarendra. Setelah sampai di samping mobil, Fano membuka pintu mobilnya mempersilahkan Aretha untuk masuk ke dalamnya. Aretha masuk ke dalam mobil mendaratkan bokongnya di samping Alvarendra duduk. Alvarendra yang menyadari Aretha sudah duduk di sampingnya segera menoleh ke arahnya. Tidak jauh dari mobil Alvarendra, Evan berada. Dia melihat Aretha yang masuk ke dalam mobil Alvarendra. "Apakah pemilik mobil itu merupakan suaminya Aretha, sepertinya suami Aretha merupakan orang kaya raya?" Batin Evan menebak, dadanya semakin terasa sesak. Dia menatap mobil Alvarendra yang perlahan berjalan menjauh darinya. "Aretha, kenapa rasanya begitu sulit untuk melupakanmu? Padahal aku tahu kamu sudah menikah dengan pria lain yang lebih kaya raya dariku." Monolog Evan merasa heran dengan dirinya sendiri. "Mas, kenapa menatapku seperti itu?" Aretha merasa heran melihat Alvarendra menata tajam ke arahnya. "Apa ada sesuatu yang ingin kamu katakan?" Alvarendra masih menatap tajam ke arah Aretha. "Apa Alvarendra melihatku yang sedang dipeluk oleh Evan? Tapi sepertinya tidak mungkin karena Evan memeluknya saat berada di lorong menuju ke toilet." Batin Aretha. "Aku hanya ingin mengatakan gosip tentang Mas selalu menjadi trending topik." Aretha berusaha tersenyum ke arah Alvarendra. "Oh, apa kamu juga ingin gosip tentangmu menjadi trending topik?" "Tentu saja tidak, bukankah Mas memintaku agar aku tidak membuat masalah?" Alvarendra kembali menatap ke depan. Hening, tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing. Mobil yang mereka naikin berhenti setelah sampai di halaman rumah yang cukup besar. Alvarendra dan Aretha keluar dari mobil. Alvarendra meraih pergelangan tangan Aretha menariknya agar mengikuti langkah kakinya yang lebar. "Mas, pelan-pelan!" Ujar Aretha ketika kakinya terseok-seok mengikuti langkah lebar Alvarendra. Namun Alvarendra yang masih diselimuti oleh emosi terus menarik pergelangan tangan Aretha, seolah menulikan pendengarannya. "Awh." Aretha mengadu kesakitan karena kakinya terkilir. Namun hal tersebut sama sekali tidak membuat Alvarendra menghentikan langkah kakinya. Mereka berjalan masuk ke dalam rumah, lalu Alvarendra mendorong Aretha sehingga jatuh di atas sofa kemudian mengu_kungnya. Aretha tampak terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Alvarendra, selain itu Alvarendra juga menatap tajam ke arahnya. "Mas, kamu kenapa?" "Aretha, apa sekarang kamu sudah lupa dengan statusmu?" Alvarendra bertanya dengan suara keras, mengintimidasi wanita yang kini berada di bawahnya. "Statusku?" Aretha bertanya memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar. "Iya." Jawab Alvarendra singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Aretha. "Bukankah aku masih berstatus sebagai istrinya Mas?" Aretha bertanya dengan hati-hati dengan mata berkaca-kaca, takut membuat Alvarendra semakin marah kepadanya. "Kamu masih ingat sebagai istri Mas, apa sekarang kamu juga sudah ingat kesalahanmu?" Alvarendra menatap ke arah Aretha menuntut jawaban darinya. "Kesalahanku?" Aretha kembali bertanya memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar. "Kenapa Mas Alvarendra kelihatan sangat marah, sebenarnya kesalahan apa yang sudah aku lakukan?" Batin Aretha heran, rasa sakit di kakinya tidak lagi dipedulikan olehnya. "Aretha." Alvarendra meninggikan nada bicaranya melihat Aretha hanya diam. "Iya Mas." Jawab Aretha dengan hati-hati, menatap takut ke pria yang kini berada di atasnya. "Bagaimana apa sekarang kamu sudah ingat kesalahan yang sudah kamu lakukan?" Aretha hanya diam, dia sama sekali tidak ingat kesalahan apa yang telah dilakukan olehnya sehingga membuat Alvarendra marah kepadanya. "Aretha, apa kamu tahu ada sesuatu yang bisa aku lakukan tapi kamu tidak bisa melakukannya?" Alvarendra kembali bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Aretha. "Suka memerintah orang lain dengan seenaknya, karena memiliki kekuasaan dan harta." Aretha berujar dengan nada menyindir. "Aku setia sejak kita menikah.""Aretha, ada yang ingin aku bicarakan berdua denganmu." "Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, hubungan kita sudah berakhir. Silahkan pergi dari sini!" Usir Aretha, dia tidak ingin bertemu dengan Alvarendra saat ini. Apalagi sampai dicap sebagai orang tiga karena menjalin hubungan dengan pria yang sudah beristri. "Semuanya hanya salah paham, karena itu aku ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara kita lima tahun yang lalu." Alvarendra akhirnya membuka mulutnya berusaha menjelaskan kesalahan pahaman yang terjadi lima tahun yang lalu. "Salah paham?" Aretha menatap ke arah Alvarendra meminta penjelasan darinya. Alvarendra menganggukkan kepala sebagai jawabannya. "Sebenarnya kesalahan pahaman seperti apa yang dimaksud oleh Mas Alvarendra?" Batin Aretha merasa penasaran. "Beri aku kesempatan untuk menjelaskannya." Alvarendra menatap penuh harap ke arah Aretha. Aretha tampak terdiam berusaha mempertimbangkan permintaan Alvarendra. "Baiklah." Ujar Aretha lirih set
Lima tahun berlalu kini Aretha tidak lagi sendirian ada seorang anak laki-laki yang bersama dengannya. Yaitu anak laki-laki yang lahir dari rahimnya, anak dirinya dengan Alvarendra yang diberi nama Rafa.Selama lima tahun terakhir ini Aretha memfokuskan diri mengurus putranya serta butik miliknya, sama sekali belum terbesit keinginan untuk menikah lagi.Siang itu Aretha menjemput Rafa di sekolahnya seperti biasa."Bu, Rafa mau balon." Rafa merengek sambil menunjuk ke arah beberapa balon dengan beragam bentuk dan warna.Aretha menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Rafa, ada penjual balon di seberang jalan."Tunggu sebentar!" Aretha menoleh ke kanan serta ke kiri sebelum menyeberang jalan. Rafa yang sudah tidak sabar ingin membeli balon berlari begitu tanpa menunggu ibunya."Rafa!" Teriak Aretha terkejut sekaligus panik melihat sebuah mobil hampir menabrak Rafa. Beruntung pengemudi mobil segera mengerem mobil dengan cepat sehingga Rafa bisa selamat.Aretha langsung berlari ke arah Rafa lal
Alvarendra berjalan dengan cepat keluar dari restoran lalu masuk ke dalam mobilnya. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi agar bisa secepatnya sampai di apartemen untuk menanyakan alasan Aretha menjual kalung berlian "the hope diamond"."Kalau Aretha butuh uang seharusnya bilang langsung kepadaku, bukan malah menjual kalung berlian "the hope diamond" miliknya." Sepanjang perjalanan Alvarendra terus menggerutu kesal.Setelah sampai di apartemennya Alvarendra langsung membuka pintunya sambil memanggil nama Aretha dengan keras."Aretha, Aretha, Aretha ....!"Alvarendra berjalan masuk ke dalam apartemennya, namun apartemennya terlihat sepi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya."Kenapa sepi, apakah Aretha belum pulang?" Batin Alvarendra sambil mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Aretha di beberapa ruangan, namun sama sekali tidak menemukan keberadaan Aretha di dalamnya.Dia akhirnya berjalan menuju ke kamarnya lalu masuk ke dalamnya. Pandangannya tanpa sengaja melihat
"Mungkin seperti ini jauh lebih baik, Aku menikah dengan Alvarendra demi uang agar tetap bisa melanjutkan kuliah serta membiayai pengobatan ibu. Sekarang aku sudah lulus kuliah dan ibu juga sudah meninggal dunia. Saatnya aku belajar mandiri agar tidak bergantung terus dengan Alvarendra." Kata Aretha berusaha tetap berpikir positif dengan apa yang terjadi."Lebih baik kita fokus jalani kehidupan kita sendiri, tidak perlu peduli dengan Alvarendra." Sahut Tasya."Sya, aku hamil." Aretha akhirnya memberi tahu tentang kehamilannya kepada Tasya.Tasya terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh Aretha. "Apa hamil, kamu serius?" Tanyanya memastikan."Iya, tapi aku sangat bersyukur karena aku tidak sendirian ada bayi di dalam perut ini yang akan menemaniku." Jawan Aretha tersenyum sambil mengusap perutnya yang masih rata."Aretha, menjadi single parent bukankah hal yang mudah." Ujar Tasya mengingatkan."Dua tahun ini hidupku juga tidak mudah tapi aku berhasil melaluinya. Aku yakin ibu memilih
"Aretha!" Panggil Evan membuat Aretha mengangkat pandangannya menatap ke arahnya."Iya Kak?""Kenapa nggak dimakan soto ayamnya?" Tanya Evan melihat soto ayam di mangkuk Aretha masih banyak."Ini dimakan, Kak." Jawab Aretha kembali memakan soto ayamnya."Sepertinya Aretha sudah jatuh cinta dengan Alvarendra?" Batin Evan menyadari perubahan ekspresi di wajah Aretha setelah melihat berita akuisisi HR Group.Setelah selesai makan Evan mengantarkan Aretha ke apartemen Grand Luminor."Terima kasih Kak." Aretha tersenyum ke arah Evan setelah turun dari mobil."Sama-sama."Evan menatap ke arah Aretha yang berjalan masuk ke dalam apartemen Grand Luminor."Meskipun kita tidak ditakdirkan untuk kembali bersama, aku berharap kamu bisa hidup bahagia." Gumam Evan lirih.Aretha membuka pintu apartemennya terlihat gelap dan sepi menandakan Alvarendra belum pulang."Sepertinya Mas Alvarendra belum pulang?" Batin Aretha berjalan masuk ke dalam apartemen lalu menyalakan lampunya.Dia masuk ke dalam kam
Evan yang melihatnya segera menahan tub uh Aretha sehingga tidak jatuh ke lantai, mengangkatnya ke dalam gendongannya. Dia membawa Aretha menuju ruang rawat."Aretha baru berusia 21 tahun tapi sudah harus kehilangan ayahnya, dan sekarang juga kehilangan ibunya." Batin dokter Wilson menatap iba ke arah Aretha yang sedang digendong oleh Evan.Terdengar bisik-bisik beberapa dokter dan perawat yang melihat Evan menggendong Aretha."Beruntung Aretha mempunyai suami yang tidak hanya tampan, tapi juga begitu perhatian.""Aku juga mau punya suami yang tampan serta perhatian."Evan seolah menulikan pendengarannya, dia tetap menggendong Aretha tidak peduli dengan beberapa orang yang sedang membicarakannya.Evan merebahkan Aretha di atas ranjang rumah sakit. Dia menatap iba wajah pucat Aretha yang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Wanita yang pernah menjadi kekasihnya memberi warna dalam kehidupannya kini terlihat begitu rapuh. Ada perasaan bersalah karena pernah menuduh Aretha yang t