“Bawa aku, Oom.”
Fiore merengek. Ia terus mendesak Ethan, membuat Ethan tak punya pilihan. “Ayah sama Ibu udah pergi. Enggak tau ke mana,” ujar Fiore. “Enggak ada siapa-siapa di rumah. Om datang mau cari Tante, kan? Tante enggak ada di sini.” Fiore tahu kedatangan Ethan untuk mencari istrinya, Natasha, adik Rudi. Ethan dan Natasha terkadang berselisih, dan Natasha biasanya kembali ke kediaman keluarga Wijaya saat mereka sedang bertengkar. “Om, aku sakit.” Fiore menunjuk arm sling yang masih setia di bahunya, kalau-kalau Ethan tidak melihat. “Ini lebih sakit dari keliatannya.” Fiore menarik ujung baju Ethan manja. Ia sengaja memejamkan mata, dan bersandar pada Ethan. “Di sini dingin….” Fiore menggumam dengan suara yang semakin pelan. Ia berniat untuk membuat Ethan iba, tapi ternyata tubuhnya memang sudah tak mampu berdiri. Ethan menopangnya, lalu membawa Fiore ke dalam pelukan. “Makasih, Om Ethan,” bisik Fiore tepat di telinga Ethan. Tak banyak yang Fiore ingat setelahnya. Ia cuma merasa tubuhnya terbang sebelum akhirnya mendarat entah di mana. Saat membuka mata, Fiore mendapati sebuah kamar asing. Sinar matahari mengintip dari jendela yang terbuka. Sayup-sayup, terdengar suara berat seorang pria. “Aku belum bisa menemukan Natasha. Ia tidak ada di mana pun. Tak masalah. Lanjutkan saja proses perceraiannya.” Fiore tertegun. Jika ingatannya tidak salah, semalam ia ditolong oleh Ethan. Jadi, yang akan bercerai ini adalah– “Kamu udah bangun?” Ethan tiba-tiba mendorong pintu kamar sampai terbuka. Fiore langsung mengalihkan pandang. Kepanikannya jadi terlihat jelas. Sungguh, Fiore tak ingin menguping, ia hanya tak sengaja mendengar. “Baru aja. Aku beruntung bisa langsung liat Om Ethan pas buka mata.” Fiore sengaja membuat sebuah cengiran lebar. Fiore berharap Ethan tidak akan membahas dirinya yang menguping. Atau lebih buruk lagi, mengusirnya keluar. “Dokter sebentar lagi datang,” ucap Ethan singkat. Pintu kamar tertutup kemudian, membuat Fiore bingung. Apa maksud Ethan dengan dokter? Apa maksudnya Ethan memanggilkan dokter untuk Fiore? Fiore memegang keningnya sendiri. Ia merasakan hangat yang menjalar. “Oh, aku sakit.” Rasanya tidak terlalu mengejutkan. Fiore menanggapinya tenang bahkan saat kepalanya tiba-tiba berdenyut menyakitkan lagi, seperti semalam. “Tunggu. Semalam?” Fiore seketika mendapatkan sekelebat bayangan. Di dalam mobil, saat Ethan memeluknya erat. Lalu, di atas ranjang ini, saat sepasang tangan menanggalkan bajunya perlahan. “Bajuku?” Fiore menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Ia mendapati pakaiannya sudah berganti dari pakaian rumah sakit menjadi gaun tidur. “Apa yang terjadi padaku setelah itu? Apa Om Ethan melakukan sesuatu?” “Dokternya sudah datang!” Ethan masuk tanpa mengetuk. Kakinya melangkah mendekat. Ethan menarik selimut Fiore tanpa banyak bicara. Ia berdiri di samping Fiore setelahnya. “Apa kamu baru saja mengalami kecelakaan? Bahumu harusnya tidak melakukan pekerjaan berat.” Dokter mengeluhkan banyak hal tentang cedera yang Fiore alami dan bagaimana Fiore tidak peduli tentang itu. “Demam bisa terjadi karena infeksi. Untuk beberapa hari ke depan, silakan beristirahat. Istirahatkan bahu dan tanganmu. Saya akan memberikan obat.” Ethan mengantarkan dokter keluar sebelum kembali pada Fiore. Saat itu, Fiore baru beranjak dari tempat tidur. “Ah!” Badan Fiore limbung ke sisi. Saat itu, Ethan menangkapnya dengan sigap. Satu tangan Ethan menangkap punggung Fiore, sementara tangannya yang lain melingkari pinggang Fiore. Fiore tersentak, beberapa ingatan menghampiri kepalanya sekaligus. “Apa kamu bisa ganti baju sendiri? Karena aku tidak tahu cara membuka pakaian perempuan.” Fiore mengingat bisikan Ethan tepat di telinganya. Semalam pakaiannya basah karena hujan, dan Ethan yang menggantikannya. Gerakan kaku Ethan membuat Fiore menarik sebuah senyum miring. Ethan seperti tidak memiliki pengalaman terhadap wanita. Bagaimana bisa? Ethan kan punya seorang istri? “Oom,” panggil Fiore dengan suara lirih. Fiore menggerakkan tangan, balas memegang pinggang Ethan, bertumpu pada badan tegap di depannya. Ia menatap Ethan dengan sebuah senyuman. “Aku enggak keberatan kalau Om mau terus peluk aku, tapi kata dokter bahuku enggak boleh bergerak sembarangan.” Ethan mengalihkan pandang. Dalam sedetik, ia membuat Fiore kembali berdiri tegak. Fiore menahan senyum saat melihat Ethan mengepalkan tangan canggung. Ethan mundur beberapa langkah sebelum pergi keluar kamar tanpa mengucap apapun. “Astaga!” Fiore terkekeh sendirian. Ia tahu jika Ethan menikah dengan tantenya untuk kepentingan bisnis. Fiore tidak mengira kalau hubungan keduanya akan begitu buruk. “Aku tau kalau Tante Natasha bukan orang yang setia.” Fiore tidak meragukan itu. Ia beberapa kali pernah memergoki Natasha bermesraan dengan asisten pribadinya. Fiore hanya terlalu malas untuk mengurusi masalah rumah tangga orang lain. Namun, sekarang berbeda. “Aku dengar tadi mereka mau bercerai, kan?” Fiore menggumam pelan. “Om Ethan terlihat cukup baik buatku.” Fiore tidak suka memanfaatkan orang lain. Namun, saat ini ia tidak punya pilihan. Bisa apa ia dengan kehidupannya saat ini? Ia ditendang keluar dari keluarga Wijaya. Tangannya sudah tidak bisa bermain biola. Fiore harus mencari cara untuk bisa bertahan. “Kalau aku diusir keluar dari rumah, maka aku harus mencari rumah baru.” Fiore tersenyum lebar. Ujung jarinya bergerak, perlahan membelai ranjang yang sebelum ini ia tiduri. Sudut bibirnya meninggi saat benaknya dipenuhi rencana. “Ranjang di sini nyaman,” ujar Fiore dalam bisikan.“Enggak perlu menyiapkan sarapan.” Ethan mengangkat tangan. Dalam sekejap, ada seorang wanita paruh baya yang mendekat. Fiore menatap sinis wanita yang berpenampilan seperti asisten rumah tangga itu. Ia langsung menyadari, jika Ethan sedang membuat pembatas di antara mereka semakin jelas. “Oke,” sahut Fiore singkat. Di saat seperti ini, Fiore tahu jika dirinya harus pintar bermain tarik ulur. Ia tidak seharusnya menarik terlalu keras di saat Ethan sedang muak padanya. “Aku sudah menghubungi Ayah dan Ibumu, tapi mereka mengatakan jika mereka sedang berlibur,” ujar Ethan sembari menarik kursi ruang makan. Bibi asisten langsung menyiapkan makanan di atas meja. Fiore yang tadinya tak suka dengan kehadiran wanita itu, sekarang jadi tersenyum. Ia tidak bisa menolak makanan enak. “Apa kamu enggak pernah menghubungi Ayah dan Ibumu?” Entah Ethan sedang benar-benar lupa atau berpura-pura lupa. Atau bisa saja pria itu memang tidak tahu apa-apa. “Aku enggak punya handphone, Oom,” jawab Fi
“Akh!” Fiore meringis saat Ethan menempelkan wajahnya di ceruk leher. Ia mencoba menggeser posisi Ethan yang menimpa bahunya. Namun, Ethan tampak terlalu sibuk mengecup leher Fiore. Kedua mata pria itu tertutup kilatan gairah. “Baiklah,” ucap Fiore sembari melebarkan kedua tangan. “Asalkan Om tanggung jawab sama aku nanti.” Malam itu tidak bisa dilewati Fiore dengan mudah. Ia harus melawan rasa sakit di saat yang sama dengan hasrat yang menggigit. Ranjang Ethan yang sebelumnya selalu dingin, kini membara, terbakar dengan hasrat mereka berdua. Fiore tak sadar kapan ia tertidur. Rasanya baru satu jam ia menutup mata saat Ethan bergerak dalam pelukannya. “Apa yang terjadi?” Suara serak Ethan menyapa telinganya Fiore. Fiore sengaja mengintip sedikit. Ia berpura-pura tidur sambil menikmati kepanikan Ethan lewat sudut mata. “Kenapa dia ada di sini?” Fiore tahu Ethan sedang membicarakan dirinya. Ia mengulum senyum dalam diam saat Ethan memaki.“Enggak mungkin aku sama Fiore–”Ethan
“Selamat pagi, Om.” Fiore meletakkan omelette yang baru saja ia buat untuk Ethan. Rumah Ethan yang besar itu tidak memiliki asisten rumah tangga yang menetap. Hanya tenaga pembersih yang kadang dipanggil saat dibutuhkan. Tidak banyak stok makanan yang ada, jadi Fiore hanya membuat menu seadanya. “Om mau minum kopi atau susu?” Fiore dengan sigap menawarkan. Meski Ethan hanya menggumam pelan dengan wajah tak tertarik, pria itu tetap duduk di meja makan. “Enak enggak?” Fiore bertanya saat Ethan mengunyah suapan pertama. Ethan tidak menjawab, hanya berdehem singkat. “Kamu sudah sembuh?”Tak mau menjawab, Fiore mengalihkan pandang. Ia berpura-pura tidak mendengar, dan malah sok sibuk menyendok makanan. “Kalau sudah sembuh, nanti malam aku antar kamu pulang setelah kerja.”Fiore berhenti bergerak seketika. Ia menarik napas dalam dan mulai mengunyah dengan tidak bersemangat. Makanan yang sudah payah ia buat langsung terasa hambar. “Bukankah kamu harus kuliah? Kamu enggak bolos kuliah
“Bawa aku, Oom.” Fiore merengek. Ia terus mendesak Ethan, membuat Ethan tak punya pilihan. “Ayah sama Ibu udah pergi. Enggak tau ke mana,” ujar Fiore. “Enggak ada siapa-siapa di rumah. Om datang mau cari Tante, kan? Tante enggak ada di sini.” Fiore tahu kedatangan Ethan untuk mencari istrinya, Natasha, adik Rudi. Ethan dan Natasha terkadang berselisih, dan Natasha biasanya kembali ke kediaman keluarga Wijaya saat mereka sedang bertengkar. “Om, aku sakit.” Fiore menunjuk arm sling yang masih setia di bahunya, kalau-kalau Ethan tidak melihat. “Ini lebih sakit dari keliatannya.” Fiore menarik ujung baju Ethan manja. Ia sengaja memejamkan mata, dan bersandar pada Ethan. “Di sini dingin….” Fiore menggumam dengan suara yang semakin pelan. Ia berniat untuk membuat Ethan iba, tapi ternyata tubuhnya memang sudah tak mampu berdiri. Ethan menopangnya, lalu membawa Fiore ke dalam pelukan. “Makasih, Om Ethan,” bisik Fiore tepat di telinga Ethan. Tak banyak yang Fiore ingat setelahnya. Ia
Petir menyambar tanpa peduli. Fiore terduduk di depan gerbang dengan pakaian lusuh. Sudah semalaman ia menunggu, tapi tak ada seorang pun yang menghampiri. Seluruh badannya sakit, dan ia kelaparan. Fiore menggigil kedinginan, dan matahari hampir terbenam lagi. “Aku sebenarnya punya salah apa?” Berulang kali Fiore memikirkannya. Namun, ia tak menemukan petunjuk apapun. Semuanya baik-baik saja sebelum kecelakaan. Apa ada yang terjadi saat ia tak sadarkan diri?“Atau Ayah udah tau aku bohongin Pak Joshua?” Fiore mengacak rambutnya asal. Gerakannya terhenti saat hujan tiba-tiba turun. Fiore bergegas mencari tempat berteduh. Saat itulah, ia melihat gerbang terbuka. Mobil ayahnya keluar dari kediaman Wijaya. Fiore yang gelap mata langsung berlari mengejar. Apalagi saat ia melihat sosok Rudi dan Yeni di dalam mobil. Fiore melajukan kedua kakinya secepat yang ia bisa.“Ayah! Ibu!” Fiore melebarkan tangan tepat di depan mobil yang melaju. Decit ban mobil terdengar nyaring. Teriakan kasar
“Maaf, pembayaran harus segera dilakukan.”Sampai di akhir masa perawatan, kedua orang tua Fiore masih juga tidak datang. Fiore sudah mencoba menghubungi ayah dan ibunya lewat telepon rumah sakit, tapi panggilannya selalu tidak terjawab. Sekarang, Fiore harus melunasi tagihan rumah sakit. Ia kebingungan setengah mati. Selain nomor kontak kedua orang tuanya, Fiore tak mengingat nomor siapa-siapa lagi. “Paling lambat, siang ini sudah dilunasi.”“Berisik!” Fiore membentak perawat yang ada di depannya. “Enggak perlu diulang. Aku sudah dengar!”Fiore juga tak ingin berlama-lama di rumah sakit. Ia mau pulang, tapi bagaimana caranya?Tak ingin terus ditatap sinis oleh perawat, Fiore beranjak dari tempat tidur. Ia berjalan ke koridor, lalu duduk di ruang tunggu. Di sana, ada sebuah televisi besar yang menyala. “Jaya Food Industries dikabarkan akan melakukan ekspansi….”Fiore tersentak. Mendengar nama Jaya Food Industries, ia langsung teringat dengan perusahaan sang Ayah. “Kenapa enggak ke